Berteman Dekat dengan Teman dari Suku Melayu, Tionghoa dan Minang
Saat di bangku Sekolah Dasar (SD), saya banyak bergaul dengan teman-teman bersuku melayu. Penduduk Selatpanjang kota tempat kelahiran saya memang bersuku asli melayu. Bahkan, saya sangat fasih berbicara dengan bahasa melayu, tak ketinggalan dengan dialeknya yang mendayu.
Hingga sekarang pun, saat ngobrol dengan rekan kerja yang bersuku melayu, saya lebih senang menggunakan bahasa melayu. "Ini orang batak koq logat melayu nya kental sekali?", beberapa teman penasaran dan berkomentar demikian saat mendengar saya bercakap-cakap dengan seorang teman menggunakan bahasa melayu.
Tak hanya soal bahasa, saya juga mengenal dengan baik tarian melayu, seperti tari persembahan, tari zapin hingga tari serampang dua belas. Tidak hanya saat SD, tapi juga hingga SMA, saya ikut sanggar tari melayu di sekolah dan sering mewakili sekolah untuk lomba tari melayu. Setelah dipikir-pikir sekarang, lucu juga ya orang batak tapi ikut sanggar tari melayu.
Tak jarang pula, kelompok tari kami bisa menang lomba dan membawa piala untuk sekolah. Beberapa kali juga saya diminta untuk menampilkan tarian melayu bersama teman-teman di acara-acara yang diadakan suatu instansi milik pemerintah. Layaknya penari profesional, pulangnya selalu dapat uang saku.
Saat di bangku SMA, saya bergaul akrab dengan beberapa teman dari suku tionghoa. Walaupun perbedaan warna kulit sangat kentara, tapi tak mengurung niat saya untuk berteman dengan siapa saja termasuk teman-teman yang berkulit putih bersih ini.
Pernah suatu kali, saat keluarga seorang teman tionghoa mengadakan acara pesta pernikahan, saya diundang untuk turut hadir. Tapi undangan ini tak sekedar sebagai tamu biasa yang duduk manis menikmati hidangan makanan.Â
Saya diminta bergabung dengan keluarga dekatnya melayani tamu-tamu yang hadir layaknya sebagai panitia di suatu acara. Kesempatan itu membuat saya jadi tahu sangat detail bagaimana orang tionghoa menggelar adat pernikahan.
Saat sudah bekerja sekarang, saya sangat banyak bertemu dan bergaul dengan teman-teman dari suku minang. Bahkan beberapa teman dekat saya berasal dari suku minang. Tidak hanya dekat dengan mereka saja, bahkan saya juga tak canggung berkunjung ke rumah dan bertemu dengan keluarga mereka.
Karena sering bersama dan mendengarkan dialek minang saat ngobrol bersama, saya pun jadi belajar sedikit demi sedikit berbahasa minang. Di satu WAG yang saya ikuti, bahkan chating-chating disana lebih sering menggunakan bahasa dan pepatah minang. Sedikit banyak saya juga makin mengerti detail budaya minang dan berani berbicara dalam bahasa minang.
Saya sangat bersyukur bisa mengenal 5 suku ini, yaitu batak, jawa, melayu, tionghoa dan minang. Dan sedikit banyak, budaya yang ada di suku-suku ini turut membentuk kepribadian saya sekarang.Â