Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pusing Lihat Anak Gak Pede? Ini 5 Tugas Orangtua untuk Membangun "Self Esteem" Anak

2 Juni 2020   22:26 Diperbarui: 3 Juni 2020   13:07 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : www.opti-baby.co.za 

Orang tua mana di dunia ini yang tak kecil hati jika anaknya tumbuh dengan rasa minder dan pemalu? Orang tua biasanya langsung pusing saat melihat anaknya 'gak Pede alias tidak percaya diri. Semua orang tua pasti ingin melihat anaknya tampil berani di depan umum, mudah bergaul dengan siapa saja, memiliki citra diri yang baik dan selalu percaya diri.

Namun tahukah anda, bahwa rasa percaya diri bukan bawaan lahir. Rasa percaya diri muncul karena anak memiliki self esteem yang baik. Jika anak memiliki self esteem yang terbangun baik sejak kecil, akan menjauhkan anak dari rasa minder atau tidak percaya diri.

Apa itu "self esteem"? 

Secara sederhana, self esteem berarti harga diri. Seorang anak dengan self esteem yang baik akan memiliki citra diri yang baik, merasa hidupnya berharga dan tampil percaya diri.

Namun Self esteem anak tidak tumbuh dengan sendirinya sejak anak terlahir di dunia. Perasaan ini tumbuh dan dibangun seiring dengan pertumbuhan fisik anak. Orangtua memegang peran penting dalam pembentukan awal self esteem seorang anak sebelum anak banyak berinteraksi dengan lingkungan di luar keluarga.

Lalu apa tugas dan tanggung jawab orangtua dalam membangun self esteem anak? Ada 5 hal yang perlu dilakukan orangtua sejak anak berusia dini agar self esteem anak dapat bertumbuh dengan baik.

Pertama, menumbuhkan self esteem anak pada penampilan dan kemampuan fisiknya.

Orangtua perlu menanamkan rasa percaya diri anak atas penampilan fisiknya. Penampilan fisik meliputi warna kulit, jenis rambut, tinggi badan, hingga bentuk wajah.

Orangtua harus menghindari membangun citra fisik anak karena hal-hal yang bukan berasal dari dalam dirinya sendiri. Seperti pakaian yang dipakai, make up, hingga mengubah warna dan bentuk rambut anak agar terlihat lebih menyukakan hati orangtua.

Anak-anak harus diyakinkan bahwa ia adalah ciptaan Tuhan yang unik dan sempurna. Unik berarti ia adalah ciptaan yang berbeda dan tidak dapat dibandingkan dengan orang lain. Sempurna berarti ia diciptakan Tuhan sesuai dengan desain Tuhan yang tanpa kesalahan sedikitpun.

Seorang anak juga harus bangga terlahir sebagai dirinya sendiri. Ia tahu dengan jelas soal suku dan budaya yang melekat pada dirinya, dan tidak pernah malu mengakui keberdaannya soal ini, terlebih saat harus berbeda dengan teman-teman di sekitarnya.

Kemampuan fisik meliputi cara berjalan, bahasa tubuh anak saat berinteraksi, hingga kemampuan berbicara verbal. Orangtua tidak boleh menuntut anak harus seperti ini dan itu berkaitan kemampuan fisiknya. Hal ini justru akan membuat anak terbeban dan ingin menjadi seperti orang lain.

Jangan sekali-kali membandingkan penampilan dan kemampuan fisik anak dengan anak lainnya. Justru yang harus dilakukan orangtua adalah menemukan dan mengapresiasi keunikan anak, sehingga anak percaya diri dengan menjadi dirinya sendiri, merasa berharga dan percaya diri dengan fisiknya.

Kedua, menumbuhkan self esteem anak pada kemampuan minat dan bakatnya.

Setiap anak diciptakan dengan minat dan bakat yang berbeda-beda. Ada anak yang menonjol dalam kemampuan akademik misalkan kemampuan berhitung atau kemampuan sains. Anak lainnya berbakat dalam bidang tarik suara atau olahraga tertentu.

Orangtua tidak boleh memaksakan anak untuk mati-matian mempelajari satu bidang yang bukan menjadi minat dan bakatnya.

Jika anak dipaksa demikian, maka anak akan stres dan akibatnya minat dan bakatnya justru tidak berkembang optimal.

Tugas orangtua adalah membangun self esteem anak pada minat dan bakatnya. Yang perlu dan harus dilakukan orang tau adalah menemukan minat dan bakat anak sedini mungkin.

Jika anak tertarik melukis sejak kecil, orang tau harus memfasilitasi anak-anak dengan peralatan lukis. Dan jika anak memiliki minat dan bakat kinestetik misalkan renang, orangtua perlu memfasilitasi anak dengan les renang.

Jika anak memiliki kemampuan akademik yang menonjol, orangtua perlu menemukan sekolah yang cocok agar kemampuannya terus diasah hingga optimal. Orangtua dan sekolah harus bekerjasama supaya anak terbiasa mengikuti lomba atau kompetisi akademik agar anak terus berpacu dan tidak merasa puas diri.

Anak-anak dengan kemampuan minat dan bakatnya yang terasah, akan memiliki self esteem yang baik atas dirinya. Ia akan percaya diri dengan kemampuannya tanpa harus menjadi sama seperti teman-temannya yang lain.

Ketiga, menumbuhkan self esteem anak dengan kecerdasan sosial.

Kecerdasan sosial anak merupakan kemampuan anak untuk berinteraksi dan berespon terhadap lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial yang dimaksud meliputi interaksi di tengah keluarga dan dengan teman sebaya.

Keluarga menjadi lingkungan pertama dan utama dalam menumbuhkan kecerdasan sosial anak. Di dalam keluarga, anak harus merasa keberadaannya dikasihi dan diterima dengan baik apa adanya oleh orangtua. Anak yang mendapatkan penerimaan dan penghargaan yang baik dari orangtua, akan menjadi modal kuat saat bergaul dengan teman sebayanya.

Anak-anak perlu dilatih untuk dapat bergaul baik dengan anak lain di sekolah maupun dengan tetangga. Penting bagi orangtua agar anak punya teman dekat dan merasa nyaman bergaul dengan siapa saja.

Juga, sesekali tidak ada salahnya mengundang teman dekat anak untuk datang ke rumah agar anak merasa orangtua dapat menerima temannya.

Orangtua juga perlu melatih rasa empati pada anak. Saat ada keluarga yang sedang sakit atau mengalami duka, ajaklah anak untuk turut berkunjung kesana. Jika ada teman di sekolah yang sedang mengalami kesulitan, doronglah anak untuk memberikan perhatian dan dukungan bagi temannya tersebut.

Anak perlu dimotivasi untuk menjadi ramah dan berteman dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan status sosial yang ada. Memiliki teman yang banyak dan pergaulan yang baik akan membuat self esteem anak terbangun dengan baik dan menjadikannya tumbuh sebagai pribadi yang disenangi banyak orang.

Keempat, menumbuhkan self esteem anak dengan kesehatan emosional.

Anak dengan kesehatan emosional yang baik akan tahu dan menerima kekuatan dan kelemahannya secara emosi. Ia tidak malu mengakui kekurangannya secara emosi dan selalu bersedia menerima kritikan dari siapapun. Saat anak sedang marah, ia tahu bagaimana mengelola kemarahannya tanpa melakukan tindakan yang membahayakan diri.

Orangtua harus mengembangkan sikap yang menghargai ekspresi emosi anak saat di rumah.

Saat anak sedang bersedih, orangtua harus menunjukkan sikap empati. Saat anak sedang marah, orang tua memberi ruang untuk meluapkan kemarahannya.

Atau, saat anak mulai tertarik dengan lawan jenis, orangtua menjadi teman curhat yang menyenangkan. Dan saat harus menegur anak karena melakukan seuatu kesalahan, lakukanlah dengan bijaksana agar anak tidak merasa selalu disalahkan.

Anak-anak yang tumbuh dengan emosi yang baik, biasanya akan sangat disenangi oleh teman-temannya. Ini penting agar anak menyadari bahwa ia disayangi oleh banyak orang.

Kelima, menumbuhkan self esteem anak pada hal spiritual.

Banyak anak yang bermasalah lahir dari keluarga yang tidak menanamkan spiritualitas yang kuat dalam keluarga. Beberapa anak tidak siap menjadi berbeda dengan orang lain dalam hal spiritual. Entahkah itu soal berbeda dalam ritual rohani atau tak berani tampil beda dengan cap 'rohaniawan'.

Alhasil, bukannya tampil pede dalam karakter yang religi, justru anak menjadi pribadi yang berbeda saat di rumah dan di luar.

Spiritualitas yang saya maksud di atas, tidak hanya berbicara sekedar melakukan aktivitas keagamaan, tetapi juga soal menyelaraskan antara prilaku yang ditampilkan dengan ritual rohani yang dilakukan.

Anak yang melihat kehidupan orang tuanya tidak selaras antara perbuatan dan keyakinannya, akan membuat anak gamang soal spiritualitas. Padahal bicara tentang spiritual, harusnya menjadi nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh anak. Ia akan tampil percaya diri dengan kehidupan spiritualitas yang matang.

Anak sangat membutuhkan contoh dan teladan dari kedua orang tuanya. Bapak yang kerap melakukan kekerasan di rumah padahal sehari-hari adalah orang yang taat beribadah, tidak akan memberi teladan yang baik bagi anak. Demikian juga ibu yang sering membentak suaminya, akan memberi contoh buruk pada anak soal ketundukan.

Orangtua yang bisa menjadi role model yang baik bagi anak akan membuat anak bertumbuh dengan baik dan percaya diri, sehingga ia memiliki self esteem yang baik dalam spiritualitasnya.

Terlebih karena kita tinggal di negara yang kaya dengan keragaman suku, ras dan agama, sangat penting bagi orangtua menumbuhkan self esteem yang baik dalam diri anak, sehingga anak dapat tumbuh percaya diri, mampu menghargai setiap perbedaan dan memiliki rasa kekeluargaan yang kuat sebagai satu bangsa dan satu tanah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun