Aku menjadi bingung juga. Selama delapan tahun tak tahu kabar kalian, tiba-tiba saja kau mintai pertimbangan seperti itu.
"Aku ingin datang ke pernikahan Lea," kamu utarakan keinginanmu.Â
"Aku ingin buktikan kalau tanpanya, aku bahagia," ucapmu kemudian.
Aku tertawa lepas. Bagaimana kamu bisa membuktikan kalau bisa bahagia tanpa Lea, padahal wajahmu tak bisa berbohong kalau kamu patah hati.
"Kalau begitu, kamu buktikan saja. Aku dukung saja, Yo!" seruku.
"Iya. Tapi aku mau minta bantuanmu. Bisa kan?"
"Bantuan?"
"Kamu temani aku ke walimahan Lea ya. Please."
Aku menolak permintaanmu itu. Kalau kusetujui, sama artinya kalau aku menjadi orang ketiga di antara kamu dan Lea selama ini. Sementara aku tak pernah berkomunikasi denganmu selepas naik kelas XII dan lulus SMA.Â
"Maafkan aku, Yo. Aku nggak bisa. Kurasa kamu bisa minta bantuan dari orang lain kalau mau mendatangi pernikahan Lea."
Mendengar perkataanku itu, kamu masih saja memintaku untuk mendampingimu ke pernikahan Lea, mantanmu. Entah apa yang ada dalam pikiranmu.