Hari Kamis yang lalu, untuk pertama kalinya aku berangkat sekolah dengan penampilan yang sedikit berbeda. Ya, selama hampir empat tahun bersekolah, aku dan teman-teman diajak untuk mengenakan pakaian Jawa gagrak Ngayogyakarta.Â
Kami berpakaian seperti itu setiap tiga puluh lima hari sekali. Tepatnya saat hari Kamis, pasaran Pahing. Kata Bu guru, tak hanya kami saja yang berpakaian seperti itu.
Para pegawai di lingkungan Yogyakarta sudah lama mengenakannya saat pergi ke kantor atau bekerja. Wah, seru! Begitu bayanganku.
Kenapa harus setiap Kamis Pahing kami berpakaian kebaya atau beskap?
Ternyata ada sejarahnya lho, kawan-kawan! Bu guru menceritakan bahwa Kamis Pahing itu istimewa bagi kerajaan atau Keraton Yogyakarta serta warga yang tinggal di wilayah Yogyakarta.
Kamis Pahing adalah hari berdirinya Keraton Yogyakarta. Di mana keraton tadinya berada di Ambar Ketawang kemudian berpindah ke keraton yang sekarang ini.
***
Seperti apa istimewanya Kamis Pahing di sekolahku kemarin?
Kami semua, ya murid, guru dan karyawan mengenakan pakaian Jawa gagrak Ngayogyakarta. Corak dan warnanya bermacam-macam.Â
Aku yang terbiasa bergerak bebas, menjadi sedikit kalem. Begitu juga teman lainnya. Hehehe.Â
Saat istirahat pertama, kami bertanya kepada Bu guru, "Bu, kami ganti kaos olahraga ya! Boleh kan?"
Harap-harap cemas kami menanti jawaban Bu guru. Kami harap Bu guru memahami kami kalau sudah tidak betah mengenakan pakaian kebaya. Apalagi nanti siang, setelah pelajaran usai, kami ekstra baris berbaris.
"Ya belum boleh dong, nak. Nanti kalau sudah mau ekstra baris berbaris, baru kalian boleh berganti kaos," terang Bu guru.
"Yaaaa...," kami sedikit kecewa dengan jawaban Bu guru.Â
Bu guru tersenyum melihat wajah kecewa kami.
"Bu guru tahu, memang kurang nyaman berpakaian seperti ini. Tetapi kita tetap belajar disiplin. Apalagi kita berusaha melestarikan budaya kita lho kalau berpakaian seperti ini. Apa kalian nggak bangga dengan budaya kita?"
Kami mengangguk.Â
Bagaimanapun budaya di Indonesia sangat banyak. Kita memiliki kekayaan  budaya, adat istiadat, dan sebagainya. Jadi, kalau melestarikan budaya daerah, apa salahnya?
Branjang, 29 Januari 2023