Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merasakan Keseruan Menjadi Mahasiswa di Kampus Lain, Saya Pernah Lho!

31 Mei 2022   09:36 Diperbarui: 31 Mei 2022   09:42 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seleksi Mahasiswa Baru tahun 2000

Untuk pertama kalinya saya menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi negeri saya merasakan pengalaman yang sangat luar biasa dan tak pernah terbayangkan dan terpikirkan sebelumnya.

Tahun 2000, selepas kelulusan SMA, saya mengikuti UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Saat itu malah ada beberapa kawan yang sudah lolos lewat prestasi. Ada jalur PBUD waktu itu. Syaratnya nilai rapor direkap oleh sekolah dan berkas dikirim ke perguruan tinggi yang dipilih.

Karena saya bukanlah siswa yang memiliki otak cemerlang, saya mencoba peruntungan ikut serta mendaftar UMPTN. Semasa SMA saya masuk jurusan IPS. Nah kalau dari jurusan IPS, siswa hanya bisa memilih 2 pilihan jurusan di perguruan tinggi yang diinginkan. Sedangkan teman-teman yang semasa SMAnya masuk kelas IPA, mereka bisa memilih 3 opsi jurusan yang dituju. 

Persiapan untuk UMPTN hanya belajar sendiri. Sementara teman-teman lainnya banyak yang les di lembaga les yang terpercaya.


Saya nekad saja belajar sendiri. Saya tak mau merepotkan orangtua yang sudah menguliahkan dua kakak saya. Hari demi hari saya belajar buku persiapan UMPTN yang saya beli di sebuah toko buku langganan saya waktu itu.

Pada hari H UMPTN saya mengerjakan soal. Modal belajar sendiri yang saya andalkan. Juga pesan dari guru-guru SMA tentunya. 

Apa pesan guru-guru saya waktu itu?

Para siswa diminta mengerjakan soal yang dianggap mudah. Sedangkan soal yang sulit, lebih baik dilewati karena penskoran hasil UMPTN kalau salah dalam memilih maka ada pengurangan nilai.

Jadi tak semua soal UMPTN saya kerjakan. Benar-benar soal yang saya yakin jawabannya saja yang saya kerjakan.

Sambil menunggu pengumuman hasil UMPTN, atas saran orangtua, saya mengikuti seleksi di sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Orangtua mengarahkan saya untuk mengambil studi Tarbiyah. 

Maklumlah, orangtua memang guru agama. Hal serupa juga dilakukan oleh saudara kembar saya. Jadi kami berdua sama-sama mengikuti UMPTN dan seleksi mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta Islam di Yogyakarta.

Pengumuman hasil seleksi tak bersamaan. Tetapi saya tak begitu ingat, PTS atau PTN dulu yang mengumumkan hasilnya di koran lokal yang fenomenal di Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat.

Ilustrasi: ekspresionline.com
Ilustrasi: ekspresionline.com

Yang jelas, saya lolos seleksi di PTS dan juga PTN. Meski waktu itu saya lolos UMPTN untuk pilihan kedua, Pendidikan Sejarah UNY. Sedangkan saudara kembar saya tak seberuntung saya. Dia tidak lolos di PTN yang diidamkannya.

Pengalaman Kuliah di Kampus Lain

Ilustrasi: suaramerdeka com
Ilustrasi: suaramerdeka com

Singkat cerita, saya dan kembaran tak kuliah di kampus yang sama setelah dua belas tahun selalu bersekolah di sekolah yang sama dari TK, SD, SMP dan SMA.

Meski tak satu kampus, setiap hari saya selalu berangkat kuliah bersama saudara kembar saya. Motor satu untuk berdua. Kebetulan saudara kembar saya belum bisa mengendarai motor waktu itu.

Jadi saya mengantar ke kampusnya dulu kalau dia jadwal kuliahnya pagi, sementara saya kuliah siang. Saya manfaatkan sekalian untuk ngangsu kawruh atau belajar di kampus saudara kembar saya. 

Teman-teman seangkatan saudara kembar saya hampir semuanya kenal. Begitu juga saudara kembar saya, sering ke kampus saya. Teman-teman seangkatan saya pun welcome sekali. 

Dosen-dosen saya dan dosen-dosen kembaran saya sudah hafal dengan kami. Bahkan dosen pembimbing skripsi sempat menanyakan saudara kembar saya, saat saya bimbingan kepada beliau. 

"Saudaranya yang di FIP sudah skripsi juga ya, mbak?" Tanya dosen pembimbing skripsi saya waktu itu.

Saya tersenyum. Lalu menjawab, "Dia bukan mahasiswa FIP, pak."

"Lha aku kira mahasiswa FIP, mbak. Kok aku sering lihat kayak di FIP."

"Mboten, pak. Kembaran kula kuliah teng UMY. Sampun wisuda." (Tidak, pak. Kembaran saya kuliah di UMY. Sudah wisuda)

Itulah keseruan masa-masa kuliah saya antara 2000-2004. Belajar bersama dosen yang kini menjadi tokoh-tokoh besar. Semua menjadi kenangan indah dan sangat berharga bagi saya pribadi. 

Branjang, 31 Mei 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun