Tersenyumlah, berbahagialah. Kami akan wujudkan apa yang kau cita-citakan.Â
Sebuah status muncul di beranda WhatsApp. Ada gambarmu di sana. Gambar perempuan kuat, sabar dan berkeinginan kuat dalam beribadah. Termasuk untuk beribadah haji.Â
Status itu dari sulungmu, yang kini tengah melanjutkan kuliah S2. Ya sulungmu memang paling mencolok dalam bidang pendidikan. Tak seperti tiga putrimu lainnya.
Ibu, sedianya engkau berangkat tahun 2013. Namun pada Juli 2012 engkau diberi cobaan, stroke. Padahal manasik haji sudah engkau penuhi sesuai jadwal dari panitia.Â
Cita-citamu untuk ke Mekkah harus kau pupus. Tak memungkinkan keadaanmu jika harus sendirian ke sana, tanpa teman yaitu anakmu atau saudaramu lainnya.
**
Melihat dan membaca status dari sulungmu, mengingatkanku bahwa kami punya tanggungan utang darimu. Beberapa kali engkau memberikan uang untuk keempat putrimu.
"Buat umrah," ucapmu singkat.
Aku sebenarnya tak sreg dengan uang itu. Aku khawatir kalau aku tak bisa memenuhi keinginanmu.Â
Dengan ragu, aku menerima uang itu. Begitu juga saudara lainnya.Â
"Kalau belum bisa umrah semua, ibu pingin mbak Na sama Iza dulu."
***
Waktu bergulir cepat. Hingga suatu saat, menantumu, suami sulungmu, matur, "Saya mengizinkan dik Na umrah kok, bu. Tenang saja."
Mbak Na tersenyum. Sambil menanggapi perkataan suaminya dengan gurauan, "Uang sakunya harus didukung juga."
Engkau tertawa. Begitu juga aku dan saudara yang tengah berkumpul di rumahmu membangun rumah tangga.
***
Engkau telah meninggalkan kami selamanya di tahun 2020. Tak ada tanda-tanda bahwa kau akan berpulang. Waktu itu malah bapak yang sakit. Hingga aku harus mondar-mandir dari sekolah dan rumah, untuk mengecek makan bapak atau ngeroki bapak.
Yang kuingat, aku malah menuliskan kisah seorang tukang becak dari dusun sebelah yang meninggal di Bantul, tanpa ada keluarga yang mendampingi saat sakaratul maut.Â
Kutuliskan, "tak terbayangkan bagaimana perasaan keluarganya yang tak mendampingi lelaki tua itu saat malaikat pencabut nyawa mengambil ruhnya."
Dan...pada akhirnya, aku dan anak-anakmu lainnya merasakan kepedihan keluarga lelaki tua itu. Ya...engkau berpulang di hari Kamis. Saat kau berpuasa. Tanpa kami di sisimu.Â
***
InsyaAllah kami akan mewujudkan cita-citamu. Semoga Allah mengakhiri pandemi ini, memberikan jalan, dan kemudahan untuk kami dan cucu-cucumu.Â