"Kalau belum bisa umrah semua, ibu pingin mbak Na sama Iza dulu."
***
Waktu bergulir cepat. Hingga suatu saat, menantumu, suami sulungmu, matur, "Saya mengizinkan dik Na umrah kok, bu. Tenang saja."
Mbak Na tersenyum. Sambil menanggapi perkataan suaminya dengan gurauan, "Uang sakunya harus didukung juga."
Engkau tertawa. Begitu juga aku dan saudara yang tengah berkumpul di rumahmu membangun rumah tangga.
***
Engkau telah meninggalkan kami selamanya di tahun 2020. Tak ada tanda-tanda bahwa kau akan berpulang. Waktu itu malah bapak yang sakit. Hingga aku harus mondar-mandir dari sekolah dan rumah, untuk mengecek makan bapak atau ngeroki bapak.
Yang kuingat, aku malah menuliskan kisah seorang tukang becak dari dusun sebelah yang meninggal di Bantul, tanpa ada keluarga yang mendampingi saat sakaratul maut.Â
Kutuliskan, "tak terbayangkan bagaimana perasaan keluarganya yang tak mendampingi lelaki tua itu saat malaikat pencabut nyawa mengambil ruhnya."
Dan...pada akhirnya, aku dan anak-anakmu lainnya merasakan kepedihan keluarga lelaki tua itu. Ya...engkau berpulang di hari Kamis. Saat kau berpuasa. Tanpa kami di sisimu.Â
***
InsyaAllah kami akan mewujudkan cita-citamu. Semoga Allah mengakhiri pandemi ini, memberikan jalan, dan kemudahan untuk kami dan cucu-cucumu.Â