Lebaran sebentar lagi akan menyapa umat Islam. Idul Fitri akan menyempurnakan kebahagiaan umat Islam yang telah berusaha melawan hawa nafsu dan mengamalkan amalan shalih.
Idul Fitri adalah bulan kemenangan hingga saat mendekati hari H, para umat merasa perlu pulang ke kampung halaman. Merayakan kebahagiaan bersama sanak saudara di tanah kelahiran.
Untuk pulang ke kampung halaman itu sendiri, umat Islam rela memesan tiket kepulangan jauh hari. Sebelum bulan Ramadan terkadang tiket sudah berada di tangan. Ya alasannya agar tidak berebut dengan pemudik lainnya yang juga merindukan kampung halaman.
Bekerja sekian bulan, jauh dari keluarga membuat mereka melakukan mudik tahunan. Namun di masa pandemi ini banyak para perantau yang menelan kekecewaan. Meski tiket kepulangan ke kampung halaman harus ditunda.
Banyak sekali sahabat yang menuliskan status pada akun FB. Mereka yang bekerja atau ikut suami di luar Jawa, mengeluh kecewa juga. Namun menyadari bahaya dari virus corona ini membuat hati mereka berdamai dengan aktivitas mudik yang gagal.
Sejak merebaknya virus corona, daerah-daerah telah terpapar virus ini. Semua orang menjadi khawatir akan kesehatan mereka dan keluarga. Jadi pilihan untuk tetap di rumah aja adalah prioritas. Seraya berdoa semoga virus ini segera berlalu.
Mudik sudah dilarang oleh pemerintah meski pada akhirnya memunculkan pengertian yang berbeda dengan pulang kampung. Tak perlu mencari perbedaannya. Yang jelas kedua istilah ini memang membuat khawatir beberapa kalangan, bahwa aktivitas "pulang kampung" akan memperpanjang mata rantai persebaran virus coron.
Larangan untuk mudik sering juga diingatkan oleh warga di kampung halaman atau warga kampung yang berada di perantauan. Mereka saling mengingatkan untuk menahan diri untuk tidak mudik dulu.Â
Para perantau asal kampung saya juga menyadari keadaan. Berlebaran harus dinikmati di perantauan. Atau kalau tidak, merekalah yang membawa bencana bagi keluarga dan kampung halaman.
Kesadaran mereka memang patut diacungi jempol. Apalagi di kabupaten kami memang termasuk daerah kategori zona merah covid 19. Jadi warga dari perantauan akan sulit untuk ke wilayah kabupaten.
Sebagai solusi, mereka hanya mudik secara online. Artinya bersilaturahim melalui jaringan telepon atau internet.Â
Bagi orang yang memiliki ponsel pintar, pastinya bisa berkomunikasi dengan video call. Mereka bisa ngobrol satu sama lain dan bisa saling melihat. Akan tetapi bagi yang masih menggunakan hp jadul, hanya suara yang bisa mengobati rasa kangen keluarga.
Saya sendiri juga belum memikirkan untuk ke rumah mertua yang kecamatannya hanya bersebelahan. Hanya berjarak 10-11 km dari rumah. Saya memikirkan bocil-bocil. Untuk sementara saya memilih berdiam diri di rumah.Â
Hampir semua kecamatan, warga sudah terpapar virus corona. Ketimbang kesehatan keluarga menjadi taruhan,lebih baik tak ke mana-mana dulu. Kemarin si kecil panas saja, saya sudah sedih dan sangat khawatir. Nah begitu dia sehat, ya harus disyukuri dengan tidak membuatnya sakit lagi kan?
Memang tahun ini situasi tak menenangkan untuk ke mana saja karena berhadapan dengan virus yang sangat berbahaya. Jadi meski harusnya bisa mudik lokal, tetapi prinsip sedia payung sebelum hujan saja. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Jangan sampai menyesal karena kesalahan bepergian di luar kecamatan.
Toh bisa berkomunikasi dengan mertua dan keluarga lewat video call. Jadi bisa bermaaf-maafan dengan mengandalkan jaringan internet. Apalagi anak-anak juga lama tak main ke rumah simbahnya di sana.
Semoga saja masa pandemi segera berlalu, agar bisa bertemu dengan orang-orang terkasih secara langsung. Juga saling mendoakan agar semua menjadi insan yang suci lagi dab selalu terjaga kesehatannya. Semoga.