Alhamdulillaah. Kehidupanku sekarang menjadi lebih indah, tenang, dan bahagia. Ada kedua orangtuaku, isteri dan tiga jagoan yang lucu-lucu. Aku selalu berharap tiga jagoanku bisa menjadi anak-anak yang sholih. Ya...mereka harus lebih baik daripada ayahnya.
Aku, ayah mereka, memang bukan ahli ibadah. Aku hanya seorang anak lelaki yang merasa beruntung dan harus bersyukur, ibu dan ayahku selalu mengajariku tentang hidup. Setidaknya shalat lima waktu tidak boleh lepas dari aktivitas rutinku.
Apalagi sejak aku berhasil meminang dan menikahi gadis pujaan hati di kampung halaman. Gadis yang tak neko-neko dan bisa menerimaku apa adanya. Di tengah gemerlapnya duniaku, dunia band.
Dengan pernikahanku, aku semakin bersemangat untuk mendapatkan rezeki. Rezeki yang harus halal.Â
Bukannya aku sok suci. Namun aku sadar bahwa aku adalah imam yang bertanggungjawab atas surga neraka bagi keluargaku. Karena kesadaran itu dan sayangku kepada mereka, aku mau kalem-kalem saja. Meski bandku dan teman-teman tengah melejit.
Ya...kami sebenarnya tak menyangka bahwa band kami bisa melejit di antara banyak band yang bermunculan bak jamur di musim penghujan.
Manggung di berbagai kota di seluruh Indonesia kami jelajahi dengan senang hati. Tetapi shalat masih terus kudirikan. Sering kali aku diingatkan oleh teman band yang nasrani untuk shalat terlebih dulu di tengah kesibukanku. Ya dengan shalat itulah aku menjadi lebih terarah.Â
**
Kali ini, menjelang dini hari aku harus berangkat ke bandara. Besok malam ada perform dengan bandku di Ponorogo. Tetapi aku harus terbang ke Jogja dulu karena band kami akan menuju Ponorogo dengan jalan darat.
Aku telah bersiap. Mobil yang mengantarkanku ke bandara sudah siap di depan rumah.
"Bang, pamit dulu sama ibu dan ayah," isteriku mengingatkanku untuk berpamitan dengan orangtuaku.