Di masa kecil, aku bersekolah di sebuah Sekolah Dasar di kawasan Gunungkidul. Sekolah kami dahulu termasuk sekolah terpencil. Lalu beberapa tahun ini status sekolah terpencil tak kami sandang lagi.
Meski jalan sudah dicor blok namun untuk menuju ke sekolah, jaraknya cukup jauh. Membuat aku dan teman- temanku enggan untuk bersekolah. Bukan karena malas belajar. Namun karena orangtua lebih memilih ke sawah atau ladang daripada mengantarkan kami ke sekolah.
Orangtua kami bukanlah golongan orang kaya. Jadi tak memiliki sepeda motor, apalagi mobil. Meski menyadari bahwa sekolah dan pendidikan itu penting namun karena keadaan orang tua kami menyerah karena keadaan.
Hingga akhirnya datanglah seorang ibu guru dari Sekolah dasar yang letaknya tiga hingga empat kilometer dari rumahku. Bu Darsih, beliau memperkenalkan dirinya kepada orangtua dan aku.
"Ibu, nak Intan sudah besar. Kenapa tak disekolahkan?"
Ibu menjawab sesuai dengan kenyataan.
"Kalau misalnya saya atau guru lain melakukan antar jemput sekolah Intan bagaimana?"
Ibuku terkejut. Aku tak kalah terkejut dan bahagia. Impianku untuk bersekolah segera menjadi kenyataan.
**
Ternyata benar. Sekolah dasar bu Darsih melakukan antar jemput para siswa. Bukan memakai mobil. Bukan! Yang digunakan adalah sepeda motor.
Tak hanya bu Darsih yang melakukan antar jemput. Hampir semua guru di sana melakukan hal serupa. Meski menyalahi aturan dan termasuk agak berbahaya, guru kami mengantar dan menjemput dengan memboncengkan dua atau tiga anak sekaligus.