Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sering Memindahkan Sekolah, Kasihan Anak

11 Oktober 2019   10:57 Diperbarui: 11 Oktober 2019   11:30 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: matakepri.com

Beberapa hari ini yang lalu datanglah sepasang suami istri ke sekolah. Saya tak begitu hafal dengan orangtua atau wali siswa karena ada sekitar 10 siswa berasal dari kabupaten atau propinsi lain. 

Pasangan suami istri tersebut saya terima karena Kepala Sekolah baru diklat. Saya tanyakan maksud kedatangannya ke sekolah. Bapak- bapak mengatakan bahwa anaknya yang dipindahkan ke sebuah sekolah di kota Yogya akan dipindahkan lagi ke sekolah kami. 

Bapak tadi meminta surat keterangan bahwa anaknya diterima di sekolah kami. Agak bingung juga mendengar permintaan tadi. Yang saya tahu bahwa siswa yang mau pindah sekolah, maka harus ada surat keterangan pindah dari sekolah terdahulu. 

Saya tanyakan maksud surat keterangan untuk apa. Ternyata surat itu dibutuhkan untuk keperluan Dinas Sosial. Selama bersekolah di Yogya, si anak tidak tinggal bersama orangtua tetapi dititipkan ke Dinas Sosial. Dinas Sosial menghendaki surat keterangan dari sekolah tujuan untuk menjamin si anak benar- benar melanjutkan sekolah lagi ataukah tidak. 

Barulah saya mengerti dan paham. Saya sempat  tanyakan juga, mengapa dulu dipindahkan ke Yogya, jika akhirnya harus kembali lagi. Dari keterangan si bapak, karena sekolah kami jauh dan si anak pondoknya jauh dari rumah orangtua.

Kedatangan kedua terjadi kemarin. Mereka kembali ke sekolah bersama si anak. Mereka memasrahkan anak ke pihak sekolah. Si anak yang akan kembali belajar di sekolah tak henti menangis. Saya tanya ke anak itu, mengapa dia menangis. Hanya ada gelengan kepala dan air mata yang menetes di pipi bocah kelas II itu.

Sebagai ibu, saya tahu bahwa si anak pasti tak mau berpisah dengan orangtuanya. Saya sendiri kalau anak tidur di rumah simbahnya pasti memikirkannya terus. Padahal ketika di rumah mungkin anak lebih sering membuat hilang kesabaran. 

Sang ibu akhirnya juga bercerita ketika dimasukkan ke sekolah di Yogya, anak itu juga menangis. Saya tahu, anak ingin bersama ibu bapaknya. Saya merasa kasihan dengan si anak. Ingin dekat dengan orangtuanya tetapi karena keadaan ekonomi membuat mereka harus menitipkan ke Pondok atau Dinas Sosial.

Tentu saya tak boleh menghakimi orangtua juga. Saya tak boleh menganggapnya sebagai orangtua yang tak bertanggung jawab. Perekonomian yang memprihatinkan membuat mereka tak bisa merawat sang buah hati, anak semata wayang mereka. 

Saya yakin hanya itu pilihan yang mereka ambil. Meski hati mungkin menangis. Mereka kehilangan kebersamaan dengan buah hati selamanya. Jika secara normal, kebersamaan dengan anak mentoknya dari lahir sampai lulus SD. Ternyata hal itu tak mereka nikmati. 

Setelah lulus SD, anak akan lebih senang berkumpul dengan teman- temannya. Kebersamaan dengan anak akan berkurang pada tahapan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun