Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Husna Bidadariku

31 Januari 2019   11:45 Diperbarui: 31 Januari 2019   12:27 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict: kadowisudaku.com

Aku duduk sendiri di tengah keramaian lalu lalang keluarga wisudawan wisudawati di GOR kampus Husna. Tak kubayangkan dia di dalam ruang wisuda hanya sendirian. Kedua orangtuanya sudah tiada. Ibunya sudah meninggal ketika dia masih kecil. Ayahnya menyusul setelah beberapa tahun menikahkan Husna denganku.

Hidup di masa milenium ini rasanya memang cukup aneh jika ada pernikahan yang tanpa dilandasi rasa cinta. Pernikahan kami pun seperti itu. Kami menikah tanpa saling mengenal satu sama lain. Pernikahan yang dikehendaki oleh orangtuaku karena mereka ingin menolong Husna. 

Aku menerima usulan itu meski hatiku menolak. Setelah menikah pun kami tidur di ruang berbeda. Aku mengacuhkan Husna. Bahkan aku sering mengajak perempuan lain, Nita yang sejak kuliah menjadi kekasihku, ke rumah. Aku memperlakukan Husna layaknya pembantu. Aku lebih memilih bersenang- senang dengan Nita. Tak kupedulikan Husna. Bermesraan dengan Nita pun sering di depan matanya.

Anehnya Husna masih mau menyiapkan segala hal yang kubutuhkan. Memasak, mencuci, menyetrika. Cuma saja dia sering dengan sengaja menumpahkan air di gelas yang disiapkannya untukku dan Nita. Kadang aku yang kena siraman air panas. Tapi lebih sering Nitalah yang mengalaminya.

Nita marah bukan kepalang. Dari bibirnya sering mengeluarkan kata- kata yang menusuk perasaan Husna. Aku tahu itu. Tapi karena rasa cinta yang terlampau besar untuk Nita, itu semua tak kupedulikan.

Akan tetapi jiwa berontak Husna menjadi tinggi. Mungkin itu adalah titik nadir kesabaran Husna. Ya..waktu itu aku dan Nita berdua di kamar. Biasanya kami melakukannya di ruang tengah atau ruang tamu. Kamar kami kunci. Tapi Husna menggedor- gedor kamar. Sangat berisik. Aku segera menuju pintu dan membuka pelan. Tak kusangka Nita langsung menyerang Husna dengan kata-kata kasar seperti biasa.


"Dasar perempuan kampungan. Ngapain kamu ganggu kami hah...?!"

Husna diam. Tak dijawabnya pertanyaan Nita. 

"Aku hanya ingin bicara dengan suamiku, mbak...", kata Husna dengan mata memandang ke arahku.

Secepat kilat Nita menarik tubuh Husna dan menjambak rambutnya. Ditariknya ke arah meja. Entah kapan aku meletakkan gunting di sana. Gunting itu diambil Nita. Aku terkejut dan segera melerainya, khawatir kalau terjadi hal buruk di rumah. Tapi tangan Nita dengan cepat mengarahkan gunting ke rambut panjang Husna. Dalam sekejap rambut Husna terjatuh di lantai.

Husna tersungkur, meraih potongan rambutnya. Di sudut matanya keluar bulir air mata. Dikumpulkannya rambut- rambut yang bertebaran di lantai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun