Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Renungan Menjelang UN SMA 2017

4 April 2017   16:23 Diperbarui: 6 April 2017   02:00 1840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ujian akhir sekolah di negeri ini telah beberapa kali bersalin nama :

Periode sebelum 1969 : Sistem ujian akhir sekolah dinamai ‘Ujian Negara”. Ujian Negara itu dilaksanakan untuk semua mata pelajaran, pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat, seragam untuk seluruh wilayah Indonesia

Periode 1972 – 1982: Sistem ujian akhir berubah namanya menjadi “Ujian Sekolah”. Ujian akhir ini dilaksanakan oleh masing-masing sekolah atau kelompok sekolah, mulai dari pengadaan soal, penggandaan soal, sampai proses hasil akhir. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat umum, bertujuan untuk mengendalikan mutu dan menciptakan kesetaraan nilai.

Periode 1982 – 2002 : Sistem ujian akhir kembali berubah nama menjadi “EBTANAS”, Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional. EBTANAS dilaksanakan untuk beberapa mata pelajaran, pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pada sistem ini, kelulusan ditentukan oleh tiga hal, yaitu nilai semester-1, nilai semester-2 di kelas akhir (6 SD, 3 SMP, dan 3 SMA), dan Nilai Ebtanas Murni (NEM). Siswa yang lulus memperoleh dua sertifikat, yaitu Ijazah (STTB) dan NEM.

Periode 202 – 2004: Sistem ujian akhir berubah nama menjadi UAN (Ujian Akhir Nasional). Pada sistim ini, kelulusan ditentukan oleh nilai pelajaran individual, dengan tiap mata pelajaran memiliki batas minimum nilai kelulusan.

Periode 2005 – 2016 : Sistem ujian akhir berubah nama menjadi UN (Ujian Nasional). Pada tahun 2017, beban siswa diperberat, selain UN siswa juga harus menghadapi US (Ujian Sekolah) dan USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional).

Tetapi semua ini hanya catatan sejarah dalam tahun-tahun, lantas bagaimana catatan sejarah mutu, baik mutu pelaksanaan, mutu penilaian, terutama sejarah mutu pendidikan itu sendiri?.

1. Katrolisasi Nilai

Saya sendiri masuk ke kategori sistem ujian Periode 1982 – 2002. Tepatnya 1985 lulus dari SMA, astagaaa, tanpa sadar sudah 32 tahun berlalu. Yang unik adalah adanya perbedaan yang tajam antara nilai di NEM dengan nilai di Ijazah. Nilai di ijazah selalu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan NEM. Pengkatrolan nilai yang sangat luar biasa adalah hal yang biasa. Nilai matematika di NEM adalah 3,5 (kemampuan yang riil)  tetapi di ijazah menjadi 8 dari skala 10, kemampuan yang tiba-tiba turun dari langit.

Dan, ternyata kebiasaan mengkatrol nilai semakin hari justru semakin menggila, sistem justru mengharuskan sekolah melakukan itu. Sampai tercipta sebuah sistem, bahwa nilai siswa pada setiap bidang studi tidak boleh kurang dari apa yang disebut KBM (Ketuntasan Belajar Minimum).

Entah kenapa, mengapa bangsa ini tidak berani melihat kemampuan riil dari anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun