Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menurut Mbah Google Pak Jokowi Gagal, Menurut Saya...

12 Juni 2017   18:24 Diperbarui: 13 Juni 2017   06:51 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bertanya ke mbah google tentang reputasi Pak Jokowi, ternyata kebanyakan akun yang ada membahas dan menonjolkan beberapa poin kegagalan. Bahkan beberapa situs menampilkan dengan detil catatan janji-janji kampanye pilpres dikomparasikan dengan kondisi sekarang, mereka membuat kesimpulan “Jokowi gagal”. Tentu saja banyak juga akun yang membeberkan fakta dan data sejumlah besar keberhasilan bapak Jokowi selama setengah periode menyandang orang number one di NKRI ini.

Lalu pendapat saya sendiri bagaimana?

Saya tidak masuk kelompok pemuja atau lovers buat siapapun kecuali ke satu orang, “putri mungil nan centil yang selalu menunggu jam berapa saya pulang dari mencari nafkah”. Maka metode penilaian saya cukup sederhana dan gamblang, melakukan komparasi terhadap semua presiden terdahulu.

1. Komparasi Terhadap Konstitusi

Jika penilaian dibuat berbasiskan visi-misi bangsa yang tercantum dengan sangat jelas di mukadimah UUD 45, baik sebelum maupun sesudah empat kali amandemen, maka sangat mudah menyimpulkan bahwa “sejak 17 – 08 – 1945, semua presiden RI gagal mewujudkan visi-misi seperti yang tercantum pada mukadimah tersebut di atas. “Kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia” belum terwujud, dan tidak akan pernah terwujud.

Bahwa “kesejahteraan untuk seluruh rakyat” itu tidak akan pernah terwujud, sangat mudah dibuktikan dan dilihat. Fakta bahwa di Negara yang paling makmur dan sejahtera sekalipun, selalu ada segelintir orang miskin. Berkaitan dengan meratanya tingkat kesejahteraan, belum pernah ada di dalam sejarah dunia sejak awal, sebuah Negara memiliki rasio gini bernilai nol.

2. Komparasi Terhadap Rezim Terdahulu

Sepuluh tahun rezim pemerintahan sebelum Jokowi, rakyat begitu terbuai dengan besaran subsidi yang digelontorkan pemerintah. Subsidi BBM, subsidi listrik, Raskin, dan BLT. Akumulasi besaran nilai seluruh subsidi begitu mencengangkan, dan memenjarakan pemerintah sehingga tidak berdaya melakukan pembangunan apapun. Jumlah total nilai subsidi, ditambah total nilai gaji birokrat, ditambah angsuran pokok dan bunga utang luar negeri, menghabiskan hampir seluruh APBN. Ruang fiskal untuk menggerakkan roda pembangunan menuju nol, maka Produk Domestik Bruto (PDB) harus digenjot melalui sektor konsumsi. Pertumbuhan ekonomi dihasilkan dari konsumsi, bukan dari produksi.

Cadangan terbukti batu bara milik kita entah di urutan keberapa, tetapi sepuluh tahun kita menjadi eksportir batu bara terbesar di dunia. Tambang batu bara itu bersifat ekstraktif, maka pasti merusak lingkungan. Kerusakan yang sudah mulai dirasakan dampaknya, kerusakan yang diwariskan untuk ditanggulangi rezim berikutnya.

3. Rezim Jokowi

Saya tidak begitu fokus terhadap Nawacita yang dijanjikan saat kampanye pilpres, tetapi saya menggaris bawahi sebaris kalimat sakti berikut, “pertumbuhan yang berbasis produksi”. Dalam pemahaman saya, frase “pertumbuhan berbasis produksi” menuntut perubahan paradigma pembangunan yang sangat radikal.

Jujur, displin, tidak mudah menyerah, hemat sumber daya, efisien dan efektif, kompetitif, kompetensi tinggi, visi yang melampaui masa, dan kreatif. Itu karakter yang harus tertanam pada diri setiap manusia yang produktif.

“Pertumbuhan berbasis produksi”, adalah sesuatu yang menjadi kewajiban di semua aktifitas ekonomi, agar sebuah bangsa atau Negara memiliki dasar yang kuat untuk mendaki tangga peradaban, agar masyarakat tidak terjebak di dalam lingkaran setan kesejahteraan ekonomi yang stagnan.

Di mata saya, hal inilah yang membedakan rezim Jokowi dengan seluruh rezim sebelumnya.

Konsekuensi perubahan dari “pertumbuhan berbasis konsumsi” menjadi “pertumbuhan berbasis produksi” adalah hapusnya subsidi. Menghapus subsidi adalah tindakan tidak populer dan menyusahkan banyak kalangan, menuai banyak protes dan banyak kecaman. Belum ada rezim terdahulu yang dengan berani mengambil tindakan tidak populer seperti ini (meski sangat dibutuhkan), keberanian seperti itu baru ada sekarang.

Itu sebabnya mudah saya pahami, mengapa setengah periode Pak Jokowi sudah berhasil membangun jalan raya yang lebih panjang, bendungan yang lebih banyak, pelabuhan yang lebih banyak, bandara udara yang lebih banyak, pembangkit listrik yang lebih banyak, dibandingkan dengan sepuluh tahun (dua periode) rezim terdahulu. Semua itu adalah kebutuhan dasar untuk mempersiapkan bangsa ini meraih “pertumbuhan ekonomi berbasis produksi”.

Tentu saja banyak hal juga yang masih harus diperbaiki dan ditingkatkan, itu sangat manusiawi, dan pak Jokowi pasti mengakui hal itu.

4. Janji Kesejahteraan

Betulkah ada rezim yang mampu mensejahterakan rakyat? Ya dan tidak. Tetapi hal yang pasti adalah bahwa “saya harus mensejahterakan diri saya sendiri”. Pemerintah berkewajiban menyediakan infrastruktur dasar, dan menciptakan kondisi agar rakyat bisa bekerja keras mensejahterakan dirinya sendiri. Pemerintah wajib membuka akses ke faktor-faktor produksi yang setara bagi semua orang. Berikutnya, menjadi tanggung-jawab setiap orang untuk mensejahterakan dirinya.

Itulah yang sedang diwujudkan rezim yang sekarang, tergantung pada orang-orang bagaimana memanfaatkan peluang yang sudah ada dan yang akan ada.  Walau belum terwujud dengan baik, tetapi pemerintah otw pada jalur yang pas.

Mengubah mental “konsumtif” menjadi mental “produktif” itu memang tidak mudah, banyak cacian dan cercaan, bahkan ancaman. Tetapi, ya itu adalah obat yang pahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun