Mohon tunggu...
Jon Masli
Jon Masli Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

3 Syarat Mutlak untuk Picu Ekonomi 2018 Tumbuh 5,3 Persen

22 Januari 2018   16:30 Diperbarui: 23 Januari 2018   18:49 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

(Oleh Jon A. Masli, Ketua Komite NAFTA, KADIN)

Baru2 ini IMF memprediksi laju ekonomi Indonesia tahun 2018 akan berlanjut tumbuh di kisaran 5,3%, naik 0,2% dibanding tahun2017 yang hanya 5,1% dengan asumsi inflasi terkendali di angka 3,6-3,7 persen. IMF juga memprediksi PDB kita masih akan tertekan di angka defisit 1,9% dari 1,7% yang dikarenakan kecenderungan tekanan ekonomi eksternal yang tetap akan besar pengaruhnya terhadap arus modal masuk ke Indonesia, baik dari faktor pasar modal maupun investasi asing langsung atau foreign direct investment.

Hal ini dikarenakan kondisi kecenderungan perbaikan ekonomi Eropa dan Amerika yang mulai membaik dan insentif berusaha yang lebih bergairah. Terutama faktor arus pembalikan modal asing ke Amerika Serikat yang ekonominya lagi terus membaik dibawah rezim presiden Donald Trump yang baru2 ini berhasil meyakinkan Kongres Amerika memuluskan reformasi sistim perpajakannya(tax cut) dari 35% menjadi 20%, walau sempat diwarnai dengan perdebatan alot dengan partai Demokrat yang cukup gencar menghadang kebijakan-kebijakan kontroversialnya Donald Trump.

Bayangkan dampak dari tax cut ini yang amat luar biasa menarik, ketika para pengusaha yang tadinya dibebani 35% pajak, kini hanya 20%, mereka spontan berinvestasi kembali dengan semangat mengembangkan usahanya. Hal ini terefleksi ketika Dow Jones terus melejit apalagi dengan berhembusnya berita bahwa DT segera akan merealisasi 9 mega proyek infrastruktur Amerika. 

Faktor eksternal lainnya adalah masih melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina serta belum meredanya geopolitik kawasan Asia Pasifik, dalam hal ini semenanjung Korea, Cina, Jepang, Laut Cina Selatan, dan radikalisme di Filipina. Kesemua ini akan menambah tekanan ekonomi di kawasan Asia.

Sedangkan tekanan kondisi ekonomi internal kita yang cukup berarti antara lain seperti ekonomi biaya tinggi yang masih berlanjut, tingginya suku bunga bank untuk berusaha, beban APBN yang berat oleh defisit anggaran, harga komoditas yang belum stabil, lesunya perdagangan retail, komitmen pembayaran hutang bunga pinjaman LN, inflasi 3,7% yang masih tinggi, penerimaan pajak yang belum mencapai target, tingginya harga pangan, masih mahalnya biaya logistik, dan masalah birokrasi perda yang menghambat investasi didaerah, dsb. Ini adalah faktor2 internal yang akan terus menantang pertumbuhan ekonomi 2018. 

Untunglah pemerintah tetap konsisten gencar menggenjot infrastruktur, sehingga dapat membantu mengurangi tekanan beban faktor-faktor internal tersebut. Namun, keberhasilan sektor infrastruktur mutlak diimbangi dengan pertumbuhan sektor industri, baik itu industri kecil, menengah dan besar. Peran Menteri Industri baru yang akan menggantikan pak Airlangga amat menentukan nasib sektor ini.

Kita memang harus optimis menghadapi tekanan-tekanan internal maupun eksternal ini dengan bekerja lebih keras lagi. Pengusaha-pengusaha diharap lebih all out, inovatif, mencari peluang usaha, bukan saja peluang pasar dalam negeri, bila mungkin menggarap peluang ekspor yang masih terbuka lebar dengan teknologi E-Commerce. Memang peluang pasar kita masih besar sekali, terbesar di Asia Tenggara dengan penduduk 250 juta.

Tapi tidak berarti kita tidak perlu menggarap pasar ekspor dengan lebih inovatif dan intensif. Lihatlah negara-negara tetangga kita, Thailand, Vietnam, Filipina, akhir-akhir ini mulai menyaingi produk-produk Cina dengan produk-produk unggulan comparative advantage mereka. Cina sendiri dengan pasar 1,3 milyar mereka pun masih terus mengembangkan pasar ekspor dengan konsisten dan agresif.

Apalagi dengan ketatnya APBN, kita tidak dapat berharap banyak dengan proyek-proyek pemerintah yang tetap akan kian selektif menggelontorkan APBN mengingat tantangan penerimaan pajak yang berkurang dan banyaknya usaha manufaktur yang tutup karena kenaikan UMP dan potensi kenaikan suku bunga perbankan akibat pengetatan likuiditas keuangan gelobal dan masih wait and see-nya investasi asing.

Prediksi IMF ini cukup objektif dan beralasan, untuk mencapai target pertumbuhan 5,3%, namun yang kita khawatirkan seperti yang diingatkan oleh ketum KADIN, sdr. Eddy Ganefo adalah ancaman internal yang cukup serius, yaitu kegaduhan politik dalam persiapan pilpres 2019, yang mana bila kegaduhan ini tidak terkendalikan, akan menjadi sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,3% pada tahun 2018.

Tantangan terbesar kita bukanlah mengendalikan tekanan ekonomi eksternal global, melainkan tekanan faktor ekonomi dan politik internal kita yang kompleks. Inilah yang tersulit. Namun kita optimis bisa mengatasi hal ini dengan bersatu mengendalikan ancaman kegaduhan politik kita dengan semangat kebersamaan.

KADIN dengan paradigma baru yang fokus memberdayakan ekonomi kerakyatan yang beranggotakan ribuan UKM dan UMKM, diharapkan dapat terus menjadi garda terdepan untuk terus melanjutkan detak nadi ekonomi NKRI dengan segala konsekuensi ancaman internal dan eksternal. Para pelaku UMKM dan UKM walau dengan usaha kecil2an tanpa menikmati kemudahan-kemudahan seperti BUMN dan usaha-usaha besar konglomerat yang konon menjadi pilar ekonomi selama ini, harus diberi kesempatan bersama saudara2 tua dan kuat para pengusaha besar, konglomerat, dan BUMN, bahu membahu menggerakkan sektor riil.

Bukankah selama ini terbukti, bahwa UMKM dan UKM dapat survive walau banyak juga yang merugi dan bangkrut di sana sini, bahkan sudah menjadi rahasia umum mereka menjadi mitra penunjang usaha-usaha BUMN, pengusaha besar, dan konglomerat yang acap kali "disiksa" dibayar dengan tenggang waktu yang panjang dan harus menaggung bunga bank yang lebih dari 12% per tahun, tapi mereka bisa hidup juga.

Khususnya BUMN-BUMN yang getol membayar para kontraktor dan suppliernya "lama nian" sampai berbulan bulan sehingga timbul imbauan agar mereka sadar, bahwa pengusaha-pengusaha kecil itu adalah pahlawan mitra usaha mereka juga. Bukankah BUMN dan konglomerat selama ini yang menjadi bapak angkat kerap membayar pengusaha-pengusaha kecil berlarut-larut? Tanpa malunya mereka diutangin "dibiayai/dimodali" oleh para UMKM dan UKM yang walau banyak yang survive berbisnis dengan BUMN-BUMN dan perusahaan besar, tapi banyak juga kawan-kawan UMKM dan UKM yang bangkrut.

Yang jelas kita tidak dapat mengklaim, bahwa BUMN dan pengusaha besar itu pilar ekonomi nasioanal, justru peran UMKM dan UKM de facto yang jutaan jumlahnya itu adalah juga pilar ekonomi nasional atau paling tidak mereka itu penunjang ekonomi nasional yang bermartabat.

Oleh karena itu, semua pelaku ekonomi dari para UKM, UMKM dan stakeholder lainnya BUMN, UB dan konglomerat-konglomerat hendaknya maju bersama ikut mengambil bagian dalam peran2 nya masing menggenjot pertumbuhan ekonomi 2018. Bila kesadaran ini dapat menjadi dasar motivasi nasional, bukan saja ekonomi kita akan dapat mencapai pertumbuhan 5,3% , tapi tidak tertutup kemungkinan melejit lebih dari 5,3% ke angka 6%. Mungkinkah itu? Sangat mungkin! Mengapa?

  1. Proyek-proyek infrastruktur yang sudah terbangun sejak zaman Pak Jokowi sudah banyak yang selesai dan akan mulai memberikan dampak positif ekonominya di tahun 2018.
  2. Ribuan pemain atau pelaku usaha UMKM dan UKM yang resmi terdaftar dan jutaan pelaku mikro lainnya di lapangan didukung oleh KADIN sudah bergerak mengembangkan ekonomi kerakyatan dan terbukti selama ini dapat bertahan walau sempat didera dengan suku bunga yang tinggi dan diutangin oleh BUMN-BUMN dan pengusaha besar dengan pembayaran yang berlarut larut.
  3. Apabila UMKM dan UKM "dipersenjatai" dengan kredit suku bunga 7%, seperti yang sekarang diperjuangkan oleh KADIN, niscaya usaha para UKM dan UMKM ini akan bertambah sehat dan subur lagi, sehingga laju pertumbuhan ekonomi kita akan bertambah kencang.

Inilah peran KADIN paradigma baru yang berjuang memajukan UKM dan UMKM tanpa bermaksud mengambil alih peran Kementerian Koperasi mengingat visi dan misi KADIN yang fokus mengembangakan usaha-usaha kecil dan menengah secara swadaya.

IMF dan lembaga-lembaga keuangan internasional mungkin belum mendalami anatomi ekonomi kerakyatan kita, mereka hanya menemui para pejabat pemerintah selama sebelas hari kerja, tanpa menyadari, bahwa KADIN juga aktif berperan mengayomi ribuan UMKM dan UKM dengan puluhan asosiasi-asosiasi pengusaha perusahaan serta jutaan para pelaku UMKM dan UKM lainnya, perlu mencermati masukan-masukan dari KADIN.

KADIN optimis pada tahun 2018 ekonomi NKRI akan lebih baik lagi dengan mengusulkan 3 syarat mutlak untuk memicu roda ekonomi mencapai target pertumbuhan 5,3%, yaitu:

  1. Para pengusaha UMKM dan UKM agar kiranya dapat diberikan insentif bunga pinjaman 7% atau 8% per tahun agar mereka dapat terus mengembangkan usahanya.
  2. Bukankah BI selama ini mendengungkan janji memberlakukan bunga khusus kepada para pengusaha kecil ini? Bukankah target portofolio pinjaman perbankan kepada pengusaha kecil pada tahun 2017 hanya mencapai 18 persen dari target 20%? BI perlu mencermati masa sulit tahun ini yang menghadang para pengusaha akibat kenaikan UMP dan harga listrik.
  3. Kemudahan perijinan berusaha didaerah yang selama ini tetap sulit karena benturan Perda2 yang menghambat, dengan para pejabat daerah yang masih getol memalaki para pengusaha dengan berbagai pungli, sehingga menghambat investasi sektor ril daerah.
  4. Pengendalian suasana kedamaian politik oleh para pentolan politikus selama tahun persiapan Pilpres ditahun 2018. Mereka perlu menahan diri mengeluarkan opini-opini yang berpotensi membuat kegaduhan politik, keresahan isu sosial dan agama.

Bila kiranya ketiga prasyarat mendasar ini dapat terpenuhi, niscaya kondusivitas berusaha dinegeri tercinta ini akan bergairah, sehingga laju pertumbuhan ekonomi kita dapat mencapai 5,3% atau lebih.

Kalau Donald Trump bisa merealisasi tagline kampanyenya "Lets make America great again", mengapa kita tidak bisa merealisasi tagline kampanye Pak JKW ekonomi kerakyatan dan Nawacita yang ujung-ujungnya adalah "Lets make Indonesia great again". Semoga Tuhan memberkati NKRI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun