Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jalan lebar ke Golo Mori, tidak ada ganti rugi?

7 April 2022   18:46 Diperbarui: 8 April 2022   11:35 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Golo Mori dari posisi kampung Nalis - Cumbi (dokpri)

Jalan lebar ke Golo Mori, kalau tak ada ganti rugi, lalu apa?

Menurut berita yang saya baca, proyek jalan lebar 23m, panjang 22-23km, biaya negara 400-500an milyar itu tidak ada ganti rugi. Alasan Pemda, itu adalah program khusus dari Pusat. Dan, kalau tak ada ganti rugi tanah milik warga, lalu apa? 

Saya di sini beropini berdasarkan apa yang saya baca. Dan bacaan saya itu adalah Dasar Hukum bilamana ada klaim ganti rugi.
Dasar hukum itu adalah: 1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, 2) Pasal 123 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ("UU Cipta Kerja") yang mengubah Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ("UU 2/2012"). Dalam hal ganti rugi, bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Jika baca cermat Peraturan tersebut, penyelesaian soal tanah itu melalui musyawarah & mufakat. Jika sudah mufakat, yah, sampai di situ. Jika pemilik lahan mohon ganti rugi, maka harus dipenuhi, karena UU itu memerintahkan untuk wajib mengabulkan permohonan ganti ruginya sebelum proyek dikerjakan atau sesuai tahapan. Soal jumlah atau seperti apa ganti ruginya, itu tergantung musyawarah & mufakat. 

Soal bentuk ganti rugi, lihat, ada bentuk ini "bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak". Pertanyaannya: Kira-kira seperti apakah bentul lain itu? Dugaan saya adalah "janji-janji". Seperti apa janji itu? Entahlah ! 

Kalau ganti rugi berupa uang, berapa jumlah uangnya? Ada ketentuan maximalnya. Pasal 87 PP no.19 tahun 2021 menulis: "Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3), diberikan paling banyak 25 %(dua puluh lima persen) dari perkiraan Ganti Kerugian yang didasarkan atas nilai jual objek pajak tahun berjalan, Zona Nilai Tanah atau perkiraan nilai Ganti Kerugian dari Penilai". Siapa Penilai di sini? Adalah Lembaga Penilai tanah/bangunan Independen yang diakui. Biasanya lembaga ini menilai tanah berdasarkan data nilai jual obyek pajak, nilai transaksi yang pernah ada (informan Notaris/PPAT, Pejabat Desa) dan informan di pasaran. Dan nilai yang diperoleh dari hasil data itu adalah "nilai wajar". Semisal pelebaran jalan mulai dari Gorontalo kawasan Hotel Jayakarta hingga ke Nanga Na'e, harga ganti rugi tidak selalu dan tidak harus berdasarkan nilai obyek pajak yang diterbitkan Pemerintah, tetapi "nilai wajar dalam pasaran" yang ada saat ini.

UU/PP tidak bisa dipaksakan harus berlaku jika tidak ada pemohon ganti rugi

Sebaliknya, jika pemilik lahan tidak memohon ganti rugi, maka UU itu tidak bisa dipaksakan kepadanya. Jadi kalau anda berkata bahwa harus ada ganti rugi bagi semua pemilik lahan, itu dalam arti si pemilik lahan telah melakukan action permohonan ganti rugi.

Harus dipahami bahwa kebijakan Pemerintah dalam soal pembukaan jalan maupun pelebaran jalan, semua berdasarkan regulasi hukum yang berlaku. Ada payung hukumnya. Dan peraturan diatas itulah payung hukum itu.
Proyek jalan raya itu adalah program pemerintah untuk rakyat. Tapi bukan Pemerintah yang bongkar bangkir tanah, angkut pasir, besi beton, semen dan lain-lain. Ada kontraktor. Banyak kontraktor ikut tender, lalu ada pemenang tender. Siapa penguji tender itu? Pemerintah. Mengapa kontraktor menang tender? Karena ia memenuhi syarat. Dan kontraktor pemenang tender itu tentu tahu dalam rencana anggarannya, ia juga menghitung kemungkinan biaya ganti rugi lahan, karena ia tahu UU Nomor 2 tahun 2012 dan PP no.19 tahun 2021. Ia mengajukan dalam tendernya, dan menang. Logika ini menunjukkan bahwa "kepada siapa permohonan ganti rugi dialamatkan", adalah kepada kontraktor pelaksana dengan pendampingan Bupati/Gubernur. Karena Kontraktor sudah ready uangnya untuk dibayarkan kepada pemohon. 

Atau kalau dalam tender tentang suatu program khusus, Pemerintah tidak mensyaratkan atau tidak menyediakan anggaran ganti rugi, lalu si kobtraktor ikut tender tanpa anggaran ganti rugi, dan persyaratan lain terpenuhi daripada peserta tender lainnya, maka ia menang. Simple saja !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun