Mohon tunggu...
Jongen Nugraha
Jongen Nugraha Mohon Tunggu... BPS Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan

ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menanti Dampak Likuiditas 200 Triliun Terhadap Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

17 Oktober 2025   01:37 Diperbarui: 17 Oktober 2025   01:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 2023, pertumbuhan ekonomi tetap stabil meski uang primer naik terbatas. Ini menandakan bahwa peran intermediasi perbankan, yakni kemampuan bank menyalurkan kredit ke sektor yang tepat kini menjadi faktor penentu utama.

Dana Rp200 Triliun: Stimulus atau Sekadar Penyangga?

Kebijakan penambahan likuiditas Rp200 triliun di akhir September 2025 sejatinya adalah respon cepat pemerintah terhadap pengetatan likuiditas dan perlambatan penyaluran kredit.

Namun karena dana ini baru digelontorkan menjelang akhir kuartal III, dampaknya belum akan terlihat dalam data ekonomi hingga akhir tahun 2025.

Jika dana ini disalurkan efektif ke sektor produktif seperti industri pengolahan, pertanian modern, logistik, dan UMKM, efek penggandanya bisa cukup kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Tapi jika sebagian besar kembali mengalir ke sektor keuangan dan komoditas tambang, maka dampaknya bisa lebih terbatas hanya menambah aktivitas di pasar uang tanpa menciptakan nilai tambah di sektor riil.

Menanti Kuartal Pertama 2026

Kuncinya terletak pada seberapa cepat bank bisa menyalurkan dana tersebut ke sektor-sektor yang membutuhkan. Bila efektivitas distribusinya tinggi, tambahan likuiditas ini berpotensi menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen sambil menahan laju inflasi dalam rentang target Bank Indonesia 2,5 persen.

Namun jika pola lama berulang, kredit menumpuk di sektor non-produktif sementara sektor padat karya masih kekurangan modal maka tambahan Rp200 triliun hanya akan jadi "penyangga sesaat" tanpa dampak jangka panjang.

Kebijakan penambahan likuiditas Rp200 triliun adalah langkah berani di tengah tantangan inflasi dan ketimpangan pembiayaan. Tapi efektivitasnya tidak ditentukan oleh seberapa besar dana yang disalurkan, melainkan ke mana dan untuk apa dana itu mengalir.

Masyarakat kini menanti, apakah Rp200 triliun itu benar-benar akan bekerja menggerakkan sektor riil, membuka lapangan kerja, dan memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi atau hanya menjadi angka di laporan neraca perbankan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun