Mohon tunggu...
Jongen Nugraha
Jongen Nugraha Mohon Tunggu... BPS Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan

ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim

Selanjutnya

Tutup

Financial

Daya Beli Masyarakat Sumsel dalam Bayang-Bayang Kenaikan Suku Bunga

24 Juli 2025   10:02 Diperbarui: 21 September 2025   15:08 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17–18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 5,50 persen, Deposit Facility sebesar 4,75 persen, dan Lending Facility sebesar 6,25 persen. Kebijakan ini menjadi langkah strategis dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan menghadapi tekanan eksternal. Namun, suku bunga yang tetap tinggi turut menahan ekspansi konsumsi dan pembiayaan masyarakat, terutama di daerah yang ekonominya sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga seperti Sumatera Selatan. Berdasarkan data BPS, perekonomian Sumatera Selatan tumbuh sebesar 5,22 persen (year-on-year) pada Triwulan I-2025 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan terjadi di seluruh komponen pengeluaran, namun komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) hanya tumbuh sebesar 4,91 persen, di bawah pertumbuhan total PDRB, yang menandakan tekanan konsumsi yang cukup nyata meskipun pertumbuhan masih terjadi.

Tekanan terhadap konsumsi tersebut tak lepas dari dinamika harga kebutuhan pokok. Data inflasi BPS menunjukkan bahwa pada Juni 2025, inflasi year-on-year di Sumsel tercatat sebesar 2,44 persen, dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,42 (Juni 2024) menjadi 109,02 (Juni 2025). Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan andil sebesar 0,68 persen. Komoditas penyumbang inflasi utama adalah beras (dengan andil inflasi 0,98 persen) dan minyak goreng (0,13 persen). Sementara itu, beberapa komoditas memberi sumbangan deflasi, seperti cabai merah (-0,21 persen) dan daging ayam ras (-0,15 persen). Meskipun secara umum inflasi terkendali, tekanan harga pada komoditas pangan pokok tetap membebani rumah tangga, khususnya yang berpendapatan menengah ke bawah.

Dari sisi perdesaan, kekuatan konsumsi juga terlihat melemah. Data Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Selatan pada Juni 2025 menunjukkan penurunan ke level 122,38, dari sebelumnya 125,01 pada Mei 2025, dan bahkan sedikit lebih rendah dari Juni 2024 yang sebesar 122,40. Penurunan NTP secara bulanan ini mengindikasikan bahwa pendapatan petani tidak cukup menutupi kenaikan pengeluaran konsumsi. Padahal, sektor pertanian masih menjadi tumpuan ekonomi dan konsumsi bagi sebagian besar masyarakat pedesaan Sumsel. Kondisi ini menjadi sinyal peringatan bahwa daya beli masyarakat desa pun mulai tertekan.

Sementara itu, pelaku usaha mikro dan kecil menghadapi tantangan serupa. Suku bunga pinjaman yang masih tinggi membuat pembiayaan usaha menjadi mahal dan terbatas. Banyak pelaku UMKM yang kesulitan mempertahankan likuiditas dan produksi, yang pada gilirannya berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan belanja rumah tangga di sektor informal. Jika kondisi ini dibiarkan, konsumsi masyarakat berpotensi stagnan bahkan menurun, dan akan menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi Sumsel pada kuartal-kuartal berikutnya.

Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai, pemerintah daerah perlu melakukan berbagai langkah strategis. Pertama, dengan menjaga stabilitas harga pangan pokok, khususnya beras dan minyak goreng, melalui penguatan distribusi dan operasi pasar. Kedua, mendorong akses pembiayaan mikro berbunga rendah bagi petani dan pelaku UMKM, misalnya melalui penyaluran KUR yang efisien. Ketiga, memperkuat perlindungan sosial dan bantuan langsung tunai kepada rumah tangga miskin dan rentan. Keempat, memanfaatkan belanja daerah secara efektif untuk mendorong konsumsi lokal dan permintaan domestik.

Kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan sebesar 5,22 persen pada Triwulan I-2025 adalah sinyal positif, tetapi tetap perlu dibarengi kewaspadaan. Konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,91 persen menunjukkan bahwa daya beli belum sepenuhnya pulih. Maka dari itu, dalam situasi suku bunga tinggi dan harga pangan yang fluktuatif, menjaga daya beli bukan sekadar menjaga konsumsi tetapi menjaga fondasi dari pertumbuhan ekonomi Sumsel yang adil, merata, dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun