Mohon tunggu...
Jonathan Hendrik Tamboto
Jonathan Hendrik Tamboto Mohon Tunggu... Murid

Murid Kolese Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karakter, Kebersamaan, dan Semangat Anak Muda

4 Oktober 2025   21:41 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:30 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi Canisius College Cup 2025 https://www.metrotvnews.com/play/NG9CQodr-intip-keseruan-pesta-olahraga-dan-seni-pelajar-se-jabodetabek-di-

Ruang Global: Tawa di Meja Makan Dunia

Bayangkan anak-anak dari Polandia, Spanyol, Amerika, dan Swedia mencoba makan nasi pakai tangan---lalu tertawa karena sambalnya terlalu pedas.

Itu bukan adegan film, tapi pengalaman nyata saya saat mengikuti CISV (Children's International Summer Villages) pada tahun 2022. Di kamp itu, kami hidup bersama selama beberapa minggu, belajar memahami perbedaan tanpa batas bendera.

Saya memperkenalkan budaya Indonesia: makan dengan tangan, nyeker di rumput, dan bermain angklung bersama. Tapi bukan hanya mereka yang belajar dari saya---saya juga ikut merasakan budaya mereka. Saya menari flamenco bersama teman dari Spanyol, ikut permainan musim panas khas Swedia, dan belajar menyapa dalam bahasa Polandia.

Yang paling saya ingat bukan pertukaran budayanya, tapi kebersamaan yang tumbuh dari rasa ingin tahu dan saling menghargai. Kami sadar, perbedaan bukan halangan untuk bersahabat. Justru di situlah karakter global lahir---dari keberanian untuk membuka diri.

Semangat itu juga hidup di tempat lain. Anak muda di Nepal turun ke jalan menuntut pendidikan yang adil. Di Swedia, mereka berjuang menghadapi krisis iklim. Di Filipina, mereka bersatu melawan disinformasi lewat literasi digital.
 Dari Menteng hingga Kathmandu, dari Jakarta hingga Stockholm, pesan yang sama menggema: anak muda bisa berbeda jalan, tapi tetap berjalan bersama.

Energi Kolektif dari Generasi Baru

Setiap generasi punya caranya sendiri untuk bersatu. Bedanya hanya zaman, bukan semangatnya.

Tahun 1928, Sumpah Pemuda menunjukkan kekuatan luar biasa dari kebersamaan anak muda. Mereka datang dari latar berbeda, tapi menyatukan hati demi satu cita-cita: Indonesia merdeka. 

Sumber: https://bappeda.jatimprov.go.id/2013/10/28/renungan-sejarah-apa-itu-sumpah-pemuda/ 
Sumber: https://bappeda.jatimprov.go.id/2013/10/28/renungan-sejarah-apa-itu-sumpah-pemuda/ 

Hampir seabad berlalu, semangat itu tetap hidup. Kini, anak muda tidak hanya bersatu di ruang politik, tapi juga di panggung olahraga, seni, teknologi, dan gerakan sosial. Mereka bukan sekadar penerus sejarah---mereka penulis bab berikutnya.

Suara Bersama: Ketika 17+8 Menjadi Gerakan Hati

Kadang, perubahan tidak dimulai dari kekuasaan, tapi dari suara yang diucapkan bersama.

Beberapa waktu lalu, ribuan mahasiswa turun ke jalan membawa tuntutan 17+8. Mereka menyoroti isu-isu mendasar: hak atas pendidikan, harga pangan, dan perlindungan sosial. Yang menarik, gerakan ini tidak lahir dari satu tokoh, tapi dari kebersamaan ribuan suara yang ingin masa depan lebih adil.

Seperti kata Ananda Badudu, suara pemuda adalah energi perubahan yang tidak bisa diremehkan. Dari diskusi di kampus hingga aksi di jalan, anak muda menunjukkan bahwa solidaritas lebih kuat dari apatisme. Mereka paham, demokrasi hanya bisa hidup jika dijaga bersama.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250915125957-32-1273817/tugas-mengawal-tuntutan-17-8-sampai-menang
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250915125957-32-1273817/tugas-mengawal-tuntutan-17-8-sampai-menang

Magis dalam Kolaborasi: CC Cup XL 2025

Bayangkan ribuan anak muda bekerja tanpa pamrih demi satu tujuan: membuat panggung kebersamaan yang hidup di jantung Menteng Raya 64.

Tahun ini, Canisius College Cup XL 2025 hadir dengan tema "A Beautiful Thing Is Never Perfect." Tema ini sederhana tapi dalam---mengajarkan bahwa proses, perjuangan, dan kolaborasi jauh lebih bermakna daripada hasil akhir.

Yang membuatnya luar biasa adalah skala kebersamaannya. Lebih dari 1.000 panitia Kanisian, dari kelas 7 hingga 12, terlibat dalam menghidupkan acara ini. Ada yang bertugas di bidang perlombaan---basket, voli, modern dance, debat, catur, badminton, fotografi---dan ada pula di kepanitiaan pendukung seperti administrasi, bendahara, sekretaris, P3K, hadiah, dokumentasi, digital infrastructure, dana, stand fair, dan acara. Panitia juga tidak hanya bekerja dalam seksi saja, namun juga membantu bidang-bidang seksi lain lewat evaluasi umum yang diadakan pada hari pertama, ketiga, kelima, dan kelima.

Tidak berhenti di situ, lebih dari 200 sekolah dari berbagai wilayah bergabung sebagai peserta lomba. Dari mereka, lahir interaksi lintas sekolah, lintas latar, dan lintas karakter---semuanya berbaur dalam semangat sportivitas.

Setiap panitia tahu tugasnya penting. Ada yang bernegosiasi dengan vendor, menjaga keamanan penonton, hingga memastikan sistem digital berjalan lancar. Di tengah tekanan dan jadwal padat, mereka tetap bergerak sebagai satu kesatuan.

Situasi Canisius College Cup 2025 https://www.metrotvnews.com/play/NG9CQodr-intip-keseruan-pesta-olahraga-dan-seni-pelajar-se-jabodetabek-di-
Situasi Canisius College Cup 2025 https://www.metrotvnews.com/play/NG9CQodr-intip-keseruan-pesta-olahraga-dan-seni-pelajar-se-jabodetabek-di-

Puncaknya terjadi di malam penutupan. Saat Bernandya naik ke panggung dan ribuan penonton menyanyikan "Tiba-Tiba Hilang," suasana berubah jadi lautan suara. Tidak lama kemudian, The Changcuters mengguncang arena dengan energi khas mereka.
 Semua anak muda---panitia, peserta, penonton---bernyanyi bersama, merayakan kerja keras dan kebersamaan yang mereka bangun selama berminggu-minggu.
 Di situlah makna CC Cup terasa sepenuhnya: bukan tentang siapa juaranya, tapi tentang bagaimana mereka menang bersama.

Jejak Sejarah: Dari 1928 ke 2025

Kalau semangat Sumpah Pemuda lahir dari ruang kecil bernama kongres, maka semangat anak muda hari ini lahir dari ribuan ruang yang mereka ciptakan sendiri.

Dari CISV di kancah global, tuntutan 17+8 di jalanan, hingga CC Cup di Menteng---semuanya berangkat dari satu hal: kebersamaan.
 Zamannya berbeda, tapi rohnya sama. Anak muda selalu jadi sumber energi segar bangsa: penuh ide, berani bergerak, dan siap menanggung konsekuensi dari tindakan mereka.

Sejarawan Anhar Gonggong pernah menulis bahwa Sumpah Pemuda bukan kebetulan, tapi hasil dari kesadaran kolektif anak muda. Kini, kesadaran itu harus terus hidup---dalam bentuk kolaborasi, empati, dan kerja nyata di setiap zaman.

Karakter yang Tumbuh dari Kebersamaan

Pernah nggak kamu merasa belajar paling banyak justru bukan di kelas, tapi saat kerja bareng teman? Entah pas ngurus acara, lomba, atau bahkan pas semuanya berantakan tapi kalian tetap kompak. 

Nah, di situlah karakter tumbuh---bukan dari teori, tapi dari kebersamaan yang nyata.

Di CISV, CC Cup, atau kegiatan sosial lainnya, anak muda belajar hal yang sama: sportivitas, tanggung jawab, solidaritas, toleransi, dan semangat magis---semangat untuk terus melampaui diri. Mereka sadar bahwa keberhasilan nggak pernah datang dari satu orang saja. Selalu ada banyak tangan, banyak suara, dan banyak usaha yang bersatu di balik setiap pencapaian.

Foto Seksi Panitia Hadiah CC CUP XL (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Seksi Panitia Hadiah CC CUP XL (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kebersamaan mengajarkan bahwa jadi kuat bukan berarti menonjol, tapi berani berdiri untuk orang lain. Bahwa sukses nggak cuma tentang menang, tapi tentang cara kita menghargai proses dan teman seperjalanan. Tanpa karakter, semua pencapaian terasa kosong. Tapi dengan karakter yang tumbuh dari kebersamaan, anak muda bisa jadi penggerak perubahan---yang nggak cuma hebat sendiri, tapi juga menguatkan orang di sekitarnya.

Penutup: Melangkah Bersama, Melampaui Diri

"Kebersamaan" itu hanya slogan, coba lihat lagi sejarah.

Sumpah Pemuda menyatukan bangsa. CISV menyatukan dunia kecil kita. Gerakan 17+8 menyatukan suara keadilan. Dan CC Cup---menyatukan ribuan anak muda lewat kerja nyata dan kolaborasi lintas sekolah. Semuanya punya satu benang merah: kekuatan terbesar selalu lahir ketika kita bergerak bersama.

Membangun karakter bukan soal nasihat bijak yang kita dengar dari orang lain, tapi tentang ruang untuk belajar bareng, gagal bareng, dan tumbuh bareng. Karena masa depan Indonesia nggak akan ditentukan oleh siapa yang paling cerdas, tapi oleh siapa yang paling setia menjaga kebersamaan.

Dari lapangan olahraga, ruang kelas, sampai panggung dunia, anak muda Indonesia terus membuktikan hal yang sama: kita melampaui diri bukan dengan berjalan sendiri, tapi dengan melangkah bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun