Level berikutnya adalah relasi kebutuhan. Ibadah dilakukan karena mengharapkan hajat tertentu. Biasanya meminta amalan atau wirid-wirid tertentu untuk memenuhi keinginannya. Tuhan diibaratkan sebagai pembantu yang dipaksa mencukupi segala hal yang dibutuhkan. Apabila tidak dipenuhi keinginannya, kita kecewa -hingga marah- dengan tidak beribadah. Seolah Tuhan itu butuh ibadah kita.
Relasi puncaknya adalah cinta. Membalas cinta Tuhan yang agung tanpa pamrih. Selalu bahagia saat menunggu perjumpaan dengan-Nya. Tidak meminta apa pun selain perjumpaan atas kerinduaan yang selama ini dipendam. Dalam relasi cinta, kita akan menghilangkan diri kita selain memikirkan yang dicintai. Resah ketika tidak menjalankan apa yang diinginkan yang dicintai.
Ketika sudah cinta kepada Tuhan, kita tidak akan khawatir lagi pada nasib dunia selain perasaan bersyukur. Tidak lagi berharap surga dan takut neraka karena yang dibutuhkan hanya keridaan yang dicintai. Melepaskan keterikatan pada nafsu dunia. Meyakini Tuhan akan memberikan segala hal yang diinginkan jika ada relasi cinta di antara keduanya.
Tapi Tuhan kan tidak berwujud materialistik?
Terlalu saru mengatakan Tuhan tidak berwujud, namun bukankah cinta tidak mengenal rupa selain perasaan nyaman?! Jadi silakan ditanyakan kembali kepada diri kita masing-masing. Kita lebih mencintai Tuhan atau seseorang yang diciptakan Tuhan?!***