Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Kolonial 8: Bolehkan Sobatan dengan Orang Belanda?

10 Januari 2021   21:35 Diperbarui: 11 Januari 2021   08:21 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raymond Westerling (sumber: Kemenhan Belanda)

Setelah beberapa kali saya menulis artikel dalam seri "Bahasa Kolonial" tentang sifat-sifat orang Belanda yang antara lain tidak pernah mandi dan tidak tahu berkelahi, ada seorang di antara sidang pembaca yang bertanya kepada saya:

"Pak Jepe Jepe yang budiman, bolehkah saya sobatan dengan orang Belanda?"

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut saya harus menjelaskan terlebih dulu bahwa orang Belanda sering di-stereotip-kan sebagai orang kikir alias pelit atau medit atau dalam bahasa Belanda disebut gierig.

Namun begitu, bisa jadi justru karena sifat kikir orang Belanda itulah maka kita kini berbahasa nasional Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Lho kok... el ha o ka oka? Bagaimana bisa begitu?

Adalah antropolog Benedict Anderson (De groene Amsterdammer, 1994) yang menyebut bahwa para pejabat VOC di nusantara dahulu kala menganggap lebih murah bagi perusahaan dagang itu untuk mendidik para staf-nya belajar bahasa Melayu yang merupakan lingua franca di nusantara ketimbang mengajarkan orang-orang nusantara untuk belajar bahasa Belanda. 

Kalau saja bahasa Melayu saat itu belum dipakai secara luas di nusantara tentulah para dedengkot VOC akan melihat bahwa mengajarkan bahasa Belanda adalah pilihan kebijakan yang lebih murah untuk diterapkan. Hal ini terjadi misalnya negara-negara bekas jajahan Belanda lainnya yaitu Afrika Selatan atau Suriname, di mana bahasa Belanda diajarkan ke penduduk lokal dan hingga kini menjadi bahasa yang dominan dipakai di negara-negara itu.

Selain kisah VOC di atas, penulis sendiri juga pernah mengulas kepelitan orang Belanda itu di tulisan lawas (tahun 2013) yang menunjukan keogahan negeri Belanda untuk membayar pampasan perang atau membantu Jakarta menangani banjir.

Terkait pertanyaan awal: apakah boleh kita sobatan dengan orang Belanda yang konon kikir itu, maka saya hanya bisa bilang bahwa jawabannya saya serahkan kembali pada sidang pembaca. 

Yang jelas, orang Belanda belajar bersahabat atau bersobatan justru dari penduduk Nusantara. Namun sayang seribu sayang, dalam proses ini orang Belanda mengalami gagal faham.

Menurut Onzetaal.nl (2009) ada satu kata kerja dalam bahasa Belanda  yaitu soebatten [dibaca: soe-bat-tuhn] yang merupakan kata serapan bahasa Melayu  yaitu sobat atau sahabat. Menurut sumber tersebut, kata soebatten masuk dalam kosa kata bahasa Belanda pada sekitar tahun 1641 . 

Namun demikian, kata soebatten ini dalam bahasa Belanda tidak berarti bersobat atau bersahabat. Menurut kamus online VanDale kata soebatten memiliki arti (1) memohon dengan cara merayu dan (2) berdebat kusir berkepanjangan.

Jelas bahwa orang Belanda gagal paham: jelas bahwa pergeseran arti kata dari bersahabat menjadi merayu atau berdebat kusir ini adalah kegagalan orang-orang Belanda jaman VOC dulu untuk memahami arti kata bersobat.

Maka hati-hatilah jika ada orang Belanda yang mengatakan ingin ber-soebatten dengan Anda, karena setelah Anda mengiyakan, mereka akan segera merayu Anda atau mengajak Anda untuk berdebat panjang lebar, seperti peribahasa yang mengatakan: ada udang di balik bakwan.

- Setelah makan malam bakwan  - Jakarta, 10 Januari 2021-

Referensi

De groene Amsterdammer (1994)  Benedict anderson: je kunt in een dag om nederland heen fietsen, niet? no. 16, 20 April, https://www.groene.nl/artikel/benedict-anderson-je-kunt-in-een-dag-om-nederland-heen-fietsen-niet diakses 10 Januari 2021

Onzetaal.nl (2009) Soebatten, https://onzetaal.nl/uploads/nieuwsbrieven/soebatten.html diakses 10 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun