Salah satu kutipan dari  Jenderal Sun-Tzu  ( 544-496 SM) yang paling terkenal adalah: " The supreme art of war is to subdue the enemy without fighting" yang artinya "seni perang yang terutama adalah menaklukan musuh tanpa berkelahi".Â
Kutipan maha dahsyat dari buku Seni Perang atau The Art War yang legendari ini seakan terpancar dari Petahana Bp. Joko Widodo, saat debat pilpres ke-empat hari Sabtu Malam 30 Maret 2019 yang lalu.
Saat ditanya apa yang menjadi kekuatan Indonesia di kancah politik internasional, Bp. Jokowi dengan gamblang menjelaskan bagaimana peranan diplomasi Indonesia sebagai penengah sekaligus kekuatan militer kita yang seringkali terlibat dalam misi-misi perdamaian di berbagai penjuru dunia.Â
Hal ini menunjukan bahwa Bapak Jokowi mengutamakan kekuatan diplomasi damai dan peran mediator sebagai ujung tombak hubungan internasional kita yang memang bersifat bebas dan aktif.
Bapak Jokowi juga secara gamblang menjelaskan bahwa 6.7% (107 trilyun rupiah) anggaran pendapatan belanja negara (APBN) kita yang sebesar 1607 trilyun rupiah dialokasikan untuk belanja pertahanan dan keamanan.Â
Jumlah ini adalah sektor belanja terbesar kedua dan hanya sedikit di bawah anggaran sektor terbesar yaitu untuk pekerjaan umum yang sebesar 11o trilyun rupiah (6,8%).Â
Secara logika mengalokasikan anggaran militer (hankam) yang besarnya hampir sama dengan sektor PU adalah berarti menempatkan sektor hankam dalam skala prioritas yang sangat tinggi di Indonesia, mengingat kita masih harus mengejar ketertinggalan kita di sektor infrastruktur di mana ratio modal infrastruktur dibanding PNB kita masih di bawah 40% (Chatib Basri, Kompas 27 Maret, 2019: Overcoming the main obstacles to Economic Growth).Â
Lebih lanjut lagi Bp Jokowi juga menekankan bahwa belanja Hankam Indonesia tidak dihamburkan semata untuk membeli alutsista namun lebih untuk INVESTASI.Â
Fakta menunjukan misalnya bahwa dua dari tiga kapal selam yang dibeli oleh Indonesia dari Korea Selatan selama setahun terakhior adalah hasil pembuatan bersama industri militer Indonesia dan Korea, bukan sekedar membeli.Â
Hal ini berarti bahwa di industri militer telah terjadi transfer teknologi dari Korea Selatan ke Indonesia. Di masa mendatang, Indonesia akan mampu membuat kapal selam sendiri dari hasil industri militer anak negeri yang tentunya akan melihat para ahli dan pekerja bangsa sendiri.