Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Seni Perang Jokowi Atasi Gaya Hit & Run Prabowo

1 April 2019   11:48 Diperbarui: 1 April 2019   11:49 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
North Korea spends 22% of its GDP on defense expenditure - Picture: AP Photo/Wong Maye-E.Source:AP 

Salah satu kutipan dari  Jenderal Sun-Tzu  ( 544-496 SM) yang paling terkenal adalah: " The supreme art of war is to subdue the enemy without fighting" yang artinya "seni perang yang terutama adalah menaklukan musuh tanpa berkelahi". 

Kutipan maha dahsyat dari buku Seni Perang atau The Art War yang legendari ini seakan terpancar dari Petahana Bp. Joko Widodo, saat debat pilpres ke-empat hari Sabtu Malam 30 Maret 2019 yang lalu.

Saat ditanya apa yang menjadi kekuatan Indonesia di kancah politik internasional, Bp. Jokowi dengan gamblang menjelaskan bagaimana peranan diplomasi Indonesia sebagai penengah sekaligus kekuatan militer kita yang seringkali terlibat dalam misi-misi perdamaian di berbagai penjuru dunia. 

Hal ini menunjukan bahwa Bapak Jokowi mengutamakan kekuatan diplomasi damai dan peran mediator sebagai ujung tombak hubungan internasional kita yang memang bersifat bebas dan aktif.

Bapak Jokowi juga secara gamblang menjelaskan bahwa 6.7% (107 trilyun rupiah) anggaran pendapatan belanja negara (APBN) kita yang sebesar 1607 trilyun rupiah dialokasikan untuk belanja pertahanan dan keamanan. 

Jumlah ini adalah sektor belanja terbesar kedua dan hanya sedikit di bawah anggaran sektor terbesar yaitu untuk pekerjaan umum yang sebesar 11o trilyun rupiah (6,8%). 

Secara logika mengalokasikan anggaran militer (hankam) yang besarnya hampir sama dengan sektor PU adalah berarti menempatkan sektor hankam dalam skala prioritas yang sangat tinggi di Indonesia, mengingat kita masih harus mengejar ketertinggalan kita di sektor infrastruktur di mana ratio modal infrastruktur dibanding PNB kita masih di bawah 40% (Chatib Basri, Kompas 27 Maret, 2019: Overcoming the main obstacles to Economic Growth). 

Lebih lanjut lagi Bp Jokowi juga menekankan bahwa belanja Hankam Indonesia tidak dihamburkan semata untuk membeli alutsista namun lebih untuk INVESTASI. 

Fakta menunjukan misalnya bahwa dua dari tiga kapal selam yang dibeli oleh Indonesia dari Korea Selatan selama setahun terakhior adalah hasil pembuatan bersama industri militer Indonesia dan Korea, bukan sekedar membeli. 

Hal ini berarti bahwa di industri militer telah terjadi transfer teknologi dari Korea Selatan ke Indonesia. Di masa mendatang, Indonesia akan mampu membuat kapal selam sendiri dari hasil industri militer anak negeri yang tentunya akan melihat para ahli dan pekerja bangsa sendiri.

Sebaliknya sungguh amat teramat mengherankan bahwa Capres Bapak Prabowo justru membandingkan hal tersebut dengan situasi negara Singapura.

Pertama, alokasikan belanja hankam Singapura sebesar 18% APBN-nya (bukan 30% seperti yang dikatakan Bp Prabowo) hanya menunjukan bahwa Singapura sebagai negara memiliki skala prioritas yang berbeda dibanding Indonesia. 

Paling tidak infrastruktur di Singapura sudah jauh lebih terbangun dibanding dengan Indonesia dan subsidi enerji untuk rakyat Singapura sudah lama dihilangkan.

Kedua, Bp Prabowo hanya mengkritisi kekurangan APBN hankam kita tanpa menyebut berapa angka yang sebaiknya kita capai, baik dalam presentase APBN maupun PNB. Lebih lanjut Beliau juga tidak menyebut anggaran sektor mana yang akan dipangkas untuk menaikan persentase belanja sektor hankam. 

Siapkah kita mengurangi pembangunan infrastruktur atau memotong subsisi BBM untuk membeli kapal selam atau pesawat tempur yang canggih?  Siapkah kita memiliki anggaran hankam mencapai 22% dari PNB tapi terlunta-lunta dalam hal infrastruktur seperti yang terjadi di negara Korea Utara? 

Entah mengapa Bp Prabowo seakan terobsesi dengan belanja militer sebagai bentuk pembangunan hankam, dan entah mengapa pula Beliau tidak memberikan saran tentang apa yang harus dicapai dan bagaimana caranya. Suatu taktik perkelahian hit-run.

Bapak Jokowi sudah dengan sangat tepat menyebut kekuatan Indonesia di arena diplomasi dan cara itulah yang sejalan dengan apa yang dikatakan Sun Tzu lebih dari dua puluh abad yang lampau: menaklukan musuh tanpa berkelahi lewat jalan damai seperti diplomasi. 

Dalam debat pilpres Sabtu Malam yang lalu Bapak Prabowo meng-klaim bahwa sebagai bekas militer ia mempelajari ilmu perang. Mungkin benar bahwa Bp Prabowo mempelarinya, namun yang jelas Bapak Jokowi yang memahami ilmu perang itu dengan mumpuni. Lebih dari sekedar ilmu tapi seni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun