Sampai tahun keempatnya ia tak selesai dengan seluruh menu yang ditawarkan di kantin ajaib itu. Meskipun masih penasaran dan terkadang merasa menyesal, ia harus menahan diri. Skripsi harus diselesaikan sebelum pertengahan tahun. Pada hari-hari terakhirmnya di kampus, Lili masih setia makan di kantin ajaib, seperti ribuan mahasiswa lainnya.Â
Tepat pukul 11 kantin dibuka, tepat waktu itu juga ribuan mahasiswa menyerbu kantin itu, dari lantai satu sampai empat. Suara ratusan koki dan peralatan masaknya membuat kagum, serta ratusan macam aroma dari hidangan tercium, menggugah selera, menyiksa perut kosong. Lili masih melihat pemandangan yang sama seperti empat tahun yang lalu.
Kini ia sudah lulus dan akan meninggalkan kampus dan kantin ajaib langganannya. Ia merasa bahwa ia banyak belajar masakan daripada teori-teori di bangku kelasnya.Â
Puluhan teori yang disampaikan dosen atau yang ia baca dari puluhan literatur dan jurnal internasional sekalipun tak melampaui pengetahuannya dalam hal kuliner. Ia pelajari setiap 3 kali sehari, menghadapi aroma baru, rasa baru, menjadikan pengetahuan baru.
Kantin ini memang sengaja memberikan Lili kekaguman, dari sejarah panjang umat manusia mengolah bahan makanan, hingga menyajikannya di hadapan berbagai macam penyantap, dari buruh, kasim, panglima perang, kaisar, presiden, sampai mahasiswa sekalipun, semua mengecap rasa yang sama. Rasa-rasa yang semuanya ditemukannya di kantin ajaib.