Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Lepas di China Report ASEAN

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melacak Kuliner Indonesia Pengaruh Tionghoa dari Kata Serapannya

19 Januari 2019   20:23 Diperbarui: 22 Januari 2019   17:26 2274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun proses penerimaan kuliner Tionghoa harus diakui telah berlangsung berabad-abad sebelumnya, dengan bukti prasasti Watukura (bertarikh 902 M) berbahasa Jawa Kuno yang kini disimpan di museum di Denmark. Dalam keping ke-6 prasasti tersebut, jejak kata tahu ditemukan, dan menunjukkan bahwa kuliner Tionghoa sudah ada sebelum tahun 902 Masehi.

Plakat keenam, piagam Balitung (prasasti Watu Kura)| Dokumentasi pribadi
Plakat keenam, piagam Balitung (prasasti Watu Kura)| Dokumentasi pribadi
Alih aksara:

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Terjemahan : 

Babadan, Matapanas, Payaman, Buhara Suwul, Buhara Unduhan, Buhara Tngah, Buhara Hoya, Buhara Panganten, Bareng, semuanya "mendukung" di bawah yurisdiksi pemimpin Watu Kura.

Orang-orang berikut hadir sesuai dengan urutan prioritas (atau sesuai dengan aturan adat yang ada): pa tih, wahuta rama kabayan dan semua tetua desa perbatasan, lelaki tua, lelaki muda, dan perempuan, dari masyarakat kelas bawah, menengah, dan atas. 

Mereka semua terhibur. Tidak ada yang terlewati (atau: tidak ada yang kurang): makanan yang dimasak, berbagai jenis makanan: kasyan, lt-lt, bhanda kandi palidwa. Semua tamu sangat menikmati: tahu (makanan Tionghoa yang terbuat dari kedelai), wagalan haryya (sejenis pisang), kuluban (sayuran kukus), sunda (akar yang dapat dimakan), rumbah, dll. Tidak ada yang kurang. 

Kuliner Tionghoa yang awalnya populer di kota-kota besar atau kota pelabuhan tempat para komunitas Tionghoa bermukim perlahan-lahan mulai diterima oleh masyarakat asli Indonesia dan kemudian menyebar di berbagai daerah lain di Indonesia. 

Beberapa penganan khas Tionghoa yang masih berhubungan dengan kota tertentu, seperti Medan, Palembang, Kalimantan Barat, Jakarta, Semarang,  dan berbagai kota lain. Dalam buku Oud Batavia, Frederick de Haan menulis bahwa antara tahun 1602 dan 1799 sudah ada sejumlah rumah makan dan warung bakmi milik keturunan Tionghoa di Jakarta.

Di luar kata serapan, kuliner Tionghoa di Indonesia sebenarnya lebih banyak. Bebek peking yang juga disebut kaoya (bebek panggang) dalam bahasa Mandarin merupakan nama masakan yang diterjemahkan dari bahasa Inggris peking duck. Selain itu, juga terdapat mi tarik yang diterjemahkan dari bahasa Mandarin (la mian). 

Minuman ronde juga dipercaya berasal dari Tiongkok bernama tang yuan. Masyarakat Tionghoa di Tiongkok makan ronde pada waktu hari  dong zhi (winter solstice festival). Bagaimanapun ronde telah dikreasikan dan menjadi khas Indonesia dengan rasa yang sudah jauh berbeda..

Barangkali kuliner adalah salah satu aspek budaya yang mudah diterima oleh masyarakat. Kuliner Tionghoa menyatu ke dalam kuliner Indonesia dan akhirnya menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia. Resep diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi, kemudian ditulis di berbagai buku resep. 

Dalam masalah masakan, seperti halnya kata, saling meminjam dan kemudian dikreasikan. Kata mi dan masakannya di berbagai negara, digunakan bersama dan tidak perlu ada pertikaian. Oleh karena itu, dalam urusan masakan, semua bersaudara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun