Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jogja Royal Wedding

23 Oktober 2013   14:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:08 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_273559" align="aligncenter" width="648" caption="Prajurit Lombok Abang -- BREGADA PRAJURIT WIROBROJO"][/caption]

Sepertinya once in lifetime kesempatan saya ikut serta merasakan euforia serta atmosfer kemeriahan Royal Wedding seperti pagi hari ini (23/10), mengingat belum tentu juga sebulan ke depan masih berada di Jogja dan belum tau juga tahun-tahun depan masih punya waktu luang seperti ini lagi atau tidak.

[caption id="attachment_273568" align="aligncenter" width="527" caption="Antusias rakyat Jogja"]

1382512295997639440
1382512295997639440
[/caption]

Langsung saja, acara kirab kereta atau iring-iringan pengantin kerajaan diawali dari Kraton menuju Gedung Kepatihan Malioboro dari jam 09:00 pagi. Dan tentu saja, kiri-kanan jalan sudah penuh lautan manusia dari beberapa jam sebelumnya.

[caption id="attachment_273561" align="aligncenter" width="630" caption="Kapan lagi bebas berlarian di Malioboro seperti ini?"]

13825119291846692197
13825119291846692197
[/caption]

Gedung Kepatihan sendiri yang sekarang berfungsi sebagai kantor gurbernur ini pada sejarahnya adalah gedung pemerintahan buatan Belanda. Belanda mengangkat patih sebagai upaya untuk membuat pemimpin boneka serta sebagai salah satu strategi devide et impera menciptakan matahari baru yang bersanding dengan kepimimpinan tunggal Sri Sultan pada masa itu.

[caption id="attachment_273564" align="aligncenter" width="442" caption="Kereta Mempelai"]

1382512009533274818
1382512009533274818
[/caption]

Urutan iringan kereta kerajaan diawali dari prajurit keraton yang bermacam-macam jenisnya diikuti rombongan besar mempelai itu sendiri di barisan terdepan, kemudian Sri Sultan dan GKR Hemas dan keluarga besar di urutan tengah, ditutup dengan Paku Alam dan keluarga besar di rombongan paling belakang.

[caption id="attachment_273565" align="aligncenter" width="583" caption="Kereta Sri Sultan"]

13825120481935333736
13825120481935333736
[/caption]

Yang paling menarik dari iring-iringan kereta ini tentu saja animo serta antusias rakyat Jogja itu sendiri. Penduduk sekitar, bule, backpacker, turis domestik sampai siswa SD, SMP, SMA sekitar Kraton yang sengaja dipulangkan pagi,  tumpah ruah di kiri-kanan jalan menantikan iring-iringan kereta lewat.

Kalau tidak salah ini weekdays ya? Pagi hari pula, kok tetap ramai? Entahlah orang-orang ini pada cuti semua atau gimana.

[caption id="attachment_273566" align="aligncenter" width="495" caption="Kereta Paku Alam"]

13825121162120727696
13825121162120727696
[/caption]

Yang anda lihat di TV hanyalah sekelumit euforia yang tentu saja tidak akan tergantikan jika kita hadir dan merasakan secara langsung  atmosfernya.

Ada candaan ringan saya dengan bapak-bapak sebelah yang sepertinya dari Jakarta, “ Ini kalau misal Pak SBY yang lewat begini, bakal semeriah ini juga nggak ya pak? Hehe..”

--

Yang tidak kalah menarik dari acara ini,ternyata Malioboro ini serasa sangat berbeda, dan menyenangkan juga jika disterikan dari kendaraan bermotor. Serasa lengang, udaranya lebih segar dan lebih hidup. Kodrat alamiah manusia sebagai makhluk berjalan kaki dihidupkan kembali. Semoga untuk ke depannya, Jogja sudah mulai berani menerapkan Car Free day terutama untuk jalan Malioboro dan sekitarnya. Tidak hanya karena ada acara saja, tapi harus sudah menggunakan jadwal rutin seperti halnya kota-kota lainnya di Indonesia. Jika perlu permanent car free day untuk Malioboro, dan Sri Sultan bisa naik kereta kuda setiap kali berangkat ngantor ke Kepatihan. Seru bukan? [1]

[caption id="attachment_273567" align="aligncenter" width="605" caption="Atmosfer Royal Wedding"]

13825122091158779522
13825122091158779522
[/caption]

--

Ijab Kabul memang sudah dilakukan kemarin, namun kedua mempelai berkesempatan bertatap muka langsung di hadapan rakyat jelata seperti saya begini ya baru kita rasakan pagi ini.

Yang saya rasakan setelah mengikuti acara ini, Jogja ini tidak akan pernah mati jiwa istimewanya. Tidak akan lekang oleh waktu. Rakyat begitu menghormati dan mengelu-elukan Sri Sultan sebagai raja dan pemimpin Jogja.

Saya ingat betul saat 2008-2009 di mana SBY di atas angin, saat itu terkesan agak ragu (atau memang selalu ragu) dan kurang impresif mempertahankan sistem monarki di Jogja hanya karena saat itu Demokrat berpotensi besar jadi Gurbernur Jogja jika keistimewaannya sudah dipreteli.

*

Buat saya pribadi, Jogja Royal Wedding ini tidak kalah dengan Royal Weddingnya Kate dan Williams di Buckingham Palace, hanya kalah populer saja. Sesungguhnya jika dibandingkan Great Britain, Jiwa pulau Jawa itu sendiri tetaplah berpusat di Kota Jogja. Jogja itu Londonnya Pulau Jawa, sedangkan kota perdagangan seperti Jakarta dan Surabaya lebih cocok jika diibaratkan sebagai Menchester dan New Castle nya.

Bahkan seperti yang telah kita ketahui bersama Jakarta sendiri adalah evolusi dari Batavia, kota gudang transit rempah-rempah buatan VOC.

--

Selamat menempuh hidup baru Gusti Kanjeng Ratu Hayu dan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro. Semoga menjadi keluarga yang mawadah warohmah dan langgeng selamanya.

Amin.

Jogja, 23 October 2013

Related Post: Malioboro Tram

______________________

John Simon Wijaya © 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun