Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Filosofi Kemacetan Lalu Lintas

23 Agustus 2013   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:55 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1377241014744213161

[caption id="attachment_261180" align="aligncenter" width="614" caption="Traffic Jam"][/caption]

Liburan telah selesai, akhirnya rutinitas harian harus kita jalani kembali.

Ada beberapa pendapat bahwa kondisi lalu lintas suatu kota bisa menggambarkan kehidupan negaranya secara makro. Bisa mencerminkan situasi negara dari segala aspek. Kota yang macet berarti aliran kegiatan ekonominya juga macet. Kegiatan berbisnis tidak lancar karena banyak terhambat berbagai faktor negatif di sana-sini.

--

Apakah anda salah satu orang yang seperempat atau lebih waktu hidupnya hanya dihabiskan di jalan? Terjebak kemacetan, terhimpit hiruk pikuk kota setiap harinya? Tidak perlu berkecil hati, anda tidak sendiri. Tidak harus mengeluh, mari kita sikapi secara bijak dan positif. Justru dalam situasi kemacetan itulah nilai-nilai kehidupan bisa kita temukan dengan mudahnya.

Berikut beberapa Filosofi kehidupan yang bisa kita petik dari jalan raya:

FILOSOFI POLISI CEPEK

Polisi cepek saat ini di Jabodetabek lebih banyak ditemui di titik titik u-turn/perputaran arah. Atau kadang juga pada pertigaan jalan untuk membantu keluarnya mobil dari gang menuju jalan utama. Sejatinya polisi cepek seharusnya berjasa bagi semua pihak. Seharusnya berkontribusi melancarkan lalu lintas. Namun tentu saja yang terjadi dan yang telah kita rasakan tidaklah demikian. Polisi cepek adalah manusia biasa yang butuh pekerjaan dan butuh uang. Tentu saja alih-alih melancarkan lalu lintas, yang terjadi justru “hanya melancarkan perjalanan pihak yang bayar”.

Philosophy Polisi Cepek bisa menggambarkan sistem birokrasi di Indonesia, di mana jika ada pihak yang menggunakan calo, menggunakan uang perantara dan mengeluarkan dana lebih, maka dengan senang hati pihak tersebut akan dibantu. Calo inilah orang orang yang butuh pekerjaan yang perannya sama seperti polisi cepek tadi.

FILOSOFI POLISI TIDUR

Sejatinya Jalan raya diciptakan dengan standar aspal yang halus-datar sehingga lancar dilalui. Tetapi, tidak jarang kita menemukan keberadaan polisi tidur yang dipasang sembarangan. Polisi tidur yang dicor dengan ketebalan yang seenaknya sendiri, polisi tidur yang secara inisiatif dibuat pemilik rumah di pinggir jalan.

Pelajaran yang bisa dipetik dari hal ini adalah bahwa dalam kehidupan kita ada saja pihak yang enggan “membiarkan” sesamanya berlalu dengan lancar dan nyaman. Polisi tidur bisa menggambarkan sistem birokrasi di negeri ini, sesuatu yang seharusnya prosedurnya bisa lancar-lancar saja tapi menjadi tersendat karena ada faktor kesengajaan “by design” oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab.

Mengurus surat-surat penting seperti KK, KTP dan AKte Kelahiran. Proses administratif yang seharusnya hanya akan selesai 2-3 hari, bisa molor hingga berminggu-minggu karena dalam sistem birokrasi sudah disusupi  “polisi tidur” yang sengaja diciptakan pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan.

FILOSOFI JAS HUJAN

Pernahkah anda mengalami kondisi di mana hujan tiba-tiba mengguyur begitu derasnya sehingga jalanan yang tadinya padat dengan motor menjadi agak lenggang sejenak?

Sejatinya setiap orang yang memiliki kemampuan finansial membeli sepeda motor, tentu saja secara logika sederhana orang tersebut bisa dengan mudahnya memiliki jas hujan/mantel. Namun yang terjadi di lapangan tentu saja sulit dimengerti dengan alam pikiran normal. Banyak orang yang mampu beli motor tapi tidak mampu membeli jas hujan. Kota megapolitan berpenduduk 12 juta jiwa ini tiba-tiba berubah menjadi kota kampung karena ketika hujan orang seperti tanpa beban dosa rame-rame “nongkrong” di bawah jalan layang menunggu hujan reda dan memacetkan kendaraan yang akan melaluinya.

Saat hujan, pengendara motor yang berteduh karena faktor tidak mampu membeli jas hujan ini akan kehilangan waktu berharganya lebih cepat sampai ke tempat tujuan. Hal ini disebabkan karena kesalahan perencanaan dan perhitungan tentang masalah yang akan dihadapi, serta tidak siap menghadapi tantangan tak terduga.

Philosophy Jas Hujan ini bisa menggambarkan bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, pada saat kita mengalami masa-masa krisis, pihak yang memiliki bekal persiapan matang, akan  senantiasa terus berjuang dan tidak pantang menyerah akan mendapatkan kesuksesan yang ia cita citakan.

FILOSOFI PELANGGARAN “BERJAMAAH”

Terkadang, kita bisa saja dengan tiba-tiba berubah menjadi jahat. Berubah menjadi “bad guy” hanya karena mengikuti arus, mengikuti pelanggaran kendaraan di depan kita. “Loh, mobil depan lolos kok- aman kok- ya sudah ikut..”

Hal-hal seperti ini terjadi di segala bidang, melanggar karena bukan mental kita yang dari kodratnya sebagai penjahat atau sebagai seorang pelanggar hukum. Namun terkadang kita masuk dalam situasi melanggar karena arus negatif rame rame atau berjamaah. Mulai dari lampu kuning yang sudah merah - ikut pelanggaran mobil depannya. Pelanggaran masuk jalur busway – ikut pelanggaran kendaraan di depannya.

Inilah yang terjadi di pemerintahan. Fenomena Korupsi berjamaah muncul begitu saja karena ada atmosfer negatif secara global.

“Kok orang lain enak ya? Kok ga ketahuan ya.. ya sudah aku ikut juga kalau begitu.”

FILOSOFI JOKI THREE IN ONE

Sesungguhnya, aturan 3 penumpang per mobil diberlakukan untuk mengurangi kepadatan jalan, merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi kemacetan. Tentu saja, kita bersama seharusnya sudah tahu betul bagaimana penjelasan dan logika dasar aturan ini. Seharusnya senantiasa menaati dan mendukung program itu, mengingat hal ini ada demi kepentingan dan kemaslahatan orang banyak.

Namanya juga manusia, diciptakan untuk kreatif, bisa kreatif untuk kepentingan positif ataupun sebaliknya, sehingga selalu saja bisa mencari celah yang dari peraturan yang ada. Celah ini menjadi ladang mencari uang baru dan ada “pangsa pasar” serta “pelanggan setianya”. Luar biasa! Joki Three In One ini laku dan akan selalu ada selama “pangsa pasar” serta “pelanggannya” itu ada pula. Semut akan hadir selama gula masih bertebaran. Salah satu hukum ekonomi: Ada permintaan ada barang.

--

Dalam skala makro, philosophi kehidupan yang bisa kita petik dari Joki Three In One dapat kita temukan dalam sistem birokrasi kita. Dalam satu contoh kasus, kita lihat bagaimana cara pengusaha properti berusaha semaksimal mungkin mengajukan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di kawasan yang bukan seharusnya, contoh di Ruang Terbuka Hijau (RTH). Baik pihak pengusaha maupun Pemda sebenarnya tahu betul seperti apa tujuan dasar aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) itu dirancang dan disusun. Sebagai sesama warga negara yang baik tentu saja seharusnya memiliki kesadaran diri untuk menaatinya. RTRW dibuat demi keberlangsungan kota hingga puluhan hingga ratusan tahun ke depan adalah warisan untuk anak cucu kita. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai resapan air serta penjaga keseimbangan ekosistem kota. Nilai value RTRW seharusnya tidak mudah tergadaikan hanya dengan nilai nominal berapapun itu. Sedangkan uang pelicin IMB, tidak akan berkah, kemungkinan akan habis dibelanjakan pejabat di mall dalam hitungan hari atau bulanan saja.

YA seperti itulah yang akhirnya terjadi, aturan three ini one ada namun mobil dengan satu penumpang masih bisa lancar berlalu karena “mampu” membayar joki. Perumahan elit tiba tiba saja berdiri di lahan yang bukan seharusnya karena pengembang “mampu” membayar uang pelicin IMB kepada oknum pejabat. Pejabat ini bahkan senantiasa berperan mengawal hingga proyek selesai terbangun layaknya joki three ini one rela mengawal dengan tetap duduk manis di mobil hingga missi pelanggaran selesai dikerjakan.

KESIMPULAN

Ternyata pelanggaran pelanggaran kecil cara penduduk berlalu lintas yang kita temukan dalam kehidupan  sehari hari memiliki pola pelanggaran hukum (evil materials) yang hampir serupa dengan kejahatan hukum dengan skala lebih besar. Adalah benar adanya jika kemajuan sebuah bangsa bisa dilihat dari perilaku berlalu lintas penduduknya. Hal besar terlihat dari hal-hal kecil yang dilakukannya. Saat anda bertamu ke rumah teman/ saudara, gaya hidup pemilik rumah bisa dilihat saat kita meminjam toiletnya.

Apa yang sebaiknya kita lakukan? Marilah kita bersama mulai membangun habbit/kebiasaan positif untuk memiliki gaya hidup tertib, gaya hidup disiplin demi kemajuan bersama. Adalah suatu hal yang memalukan jika di Tahun 2013 ini kita masih melanggar peraturan lalu lintas. Saat kita duduk di mobil bersama keluarga lalu kemudian menyerobot jalur busway misalnya, apakah hal ini yang ingin kita ajarkan untuk anak kita yang ikut berada di dalam mobil? Apakah kita rela belasan tahun dari sekarang anak anak kita memiliki evil materials yang secara tidak sengaja kita tanamkan sendiri saat anak itu masih bertumbuh dan menyerap banyak hal di sekitarnya?

Jangan sekali kali meremehkan hal-hal sederhana dalam kehidupan, pelanggaran kecil yang kita lakukan bisa jadi menginspirasi anak kita, bapak ngajari anaknya nerobos jalur busway akan mencetak generasi berikutnya menjadi generasi koruptor. Seriously!

Saatnya kita berbenah. Mari bersama sama melatih hal-hal positif mulai dari diri sendiri dan kita bisa mulai dari hal yang paling kecil dan sederhana. Jika kita mulai sekarang untuk kebaikan orang sekitar. Secara berangsur angsur,  impact-nya akan segera terasa  bagi kebaikan orang lebih banyak lagi. Dan terasa pula bagi kemajuan bangsa dan negara di masa yang akan datang.

____________________

John Simon Wijaya © 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun