Mohon tunggu...
Handy Chandra van AB (JBM)
Handy Chandra van AB (JBM) Mohon Tunggu... Konsultan - Maritime || Marketing || Leadership

Badai ide dan opini personal.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kapal Insinerator, Alternatif Solusi Penanganan Sampah di Kepulauan

7 September 2021   11:28 Diperbarui: 7 September 2021   12:06 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Disain Umum (General Arrangement) Kapal Insinerator Sampah (KIS). Patent Proses 2021. Sumber : Penulis.

"Sukses itu direncanakan" Jack Dorsey (Pendiri Twitter).

Kapal Insinerator adalah sebuah konsep solusi penanganan sampah, yang diperoleh dari survey lapangan pada dua wilayah kepulauan, tahun 2020 antara bulan Agustus sampai November. Proyek Riset dan Inovasi ini dibiayai dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

Pagi itu, 07 Agustus tahun lalu, cuaca cerah dan angin laut terasa sejuk. Kami berdiskusi dengan Kapten Edar, yang menahkodai kapal pengangkut sampah bernama Laut Bersih 32 (LB-32). Sambil minum kopi hangat sajian dari anak buah kapal (ABK), beliau berkisah sejarah dan operasional kapal-kapal pengangkut sampah di Kepulauan Seribu.

Kapal pengangkut sampah LB-32 memiliki rute dari Kepulauan Seribu ke pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, pergi-pulang. Sampah yang tiba di Muara Angke lalu dibawa menggunakan truk menuju tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Sudah sejak 2017 Kapten Edar dibantu Kepala Kamar Mesin (KKM) Pak Sidik menjalani rutinitas ini. Ada sekitar 16 orang ABK menyertai mereka.

Dengan kecepatan kapal maksimal 4 knot (Nautikal mil per jam; Satu nautikal mil setara 1,85 km), maka perjalanan yang ditempuh rata-rata 1 minggu pergi-pulang. Ketika musim hujan tiba (Desember-Februari), sering kapal LB-32 tidak berlayar karena ombak tinggi dan angin kencang. Akibatnya tumpukan sampah rumah tangga (SRT) di kepulauan jadi banyak.


Hal itu juga diaminkan Kapten kapal Laut Bersih 34 (LB-34) Pak Rizal, saat kami bertemu di Pulau Pramuka, 14 Agustus 2021. Kendala pengangkutan sampah dari kepulauan Seribu ke Muara Angke adalah cuaca buruk dan angin kencang. Selain faktor alam, faktor disain/operasional kapalnya berubah drastis. 

Awalnya kapal didisain untuk melakukan pengumpulan (collector) sampah di laut. Kapal tersebut dilengkapi konveyor di haluannya dan kecepatannya rendah. Seiring berlalunya waktu, ternyata tidak efektif dan boros biaya, sehingga alat konveyor di haluan dihentikan operasinya dan ditutup pintunya dengan cara dilas (tapi barangnya masih di kapal).

Lalu tujuan kapal berubah menjadi pengangkut (carrier) sampah. Karena alatnya masih di depan kapal, maka bentuk haluannya tidak hidrodinamis. Hal ini mengakibatkan gaya tahan-gesek (drag) kapal semakin besar. Itulah sebabnya kecepatan maksimalnya hanya 4 knot.

Ada tiga (3) kapal pengangkut sampah dengan kapasitas bak 125 ton, yaitu  LB-32, LB-33 dan LB-34. Ketiga kapal ini melayani sebelas pulau berpenduduk di Kepulauan Seribu, sejak tahun 2017. Selain itu, ada total 25 kapal-kapal yang lebih kecil melayani pengumpulan sampah-sampah di Kepulauan Seribu dan juga di pesisir Jakarta. Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Dr. Djoko RBH, menceriterakan bahwa operasional kapal pengumpul (collector) dan pengangkut (carrier) sampah sudah dimulai sejak tahun 2004. Semua sampah residu dari kepulauan dibawa ke TPST Bantar Gebang.

Sampah residu adalah sampah sisa setelah diolah di TPS (tempat pengumpulan sementara). Pengolahan sampah di TPS berupa aktivitas-aktivitas: (1) Pembuatan Kompos dan urban farming; (2) Daur ulang dengan mekanisme Bank Sampah; (3) Pembuatan Eco-brick; (4) Biokonversi Maggot; (5) Pemusnahan memakai Insinerator (tipe diesel dan listrik).

Semua aktivitas pengolahan sampah masih berjalan dengan baik di seluruh pulau berpenduduk, kecuali insinerator tipe diesel. Operasionalisasi tipe diesel ini diprotes warga karena asap dan baunya mengganggu kesehatan, karena letaknya berdekatan dengan pemukiman.

Untuk insinerator listrik, sama juga situasinya. Hanya beberapa yang beroperasi, karena berada di tempat pemakaman umum (TPU) dan di hutan konservasi, sehingga penduduk tidak terganggu asap dan bau. Di pulau Pramuka, ada kisah seorang anak kecil meninggal karena sakit batuk, dan masyarakat menyalahkan adanya insinerator listrik sebanyak 2 unit (sekitar tahun 2017-2018). Akhirnya 2 unit alat itu di pulau Pramuka tidak dioperasikan lagi. Limitasi Insinerator listrik merek L-Box ini adalah suhunya terbatas antara 100-200 derajat Celcius. Kapasitas pembakaran antara 300-1.100 kg per hari.

Dengan tidak beroperasinya insinerator diesel dan listrik di kepulauan – karena protes warga akibat asap dan bau yang mengganggu – maka timbulan sampah residu semakin tinggi dan akibatnya frakuensi transportasi ke TPST Bantar Gebang juga meningkat. Secara logis, maka biaya pengangkutan juga akan semakin meningkat. Berdasarkan diskusi, biaya bahan bakar kapal pertahun sekitar Rp. 4 miliar (sekitar 260 ribu dollar Amerika). Hal ini wajar karena ada 28 kapal dari berbagai jenis yang melayani kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah di pesisir dan pulau-pulau.

Kepulauan Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah

Kisah pengelolaan sampah di kecamatan Karimun Jawa (kepulauan), kabupaten Jepara, provinsi Jawa Tengah, tidak jauh berbeda. Sumber sampah adalah Sampah Rumah Tangga (SRT) dan sejenisnya yang bersumber dari aktivitas pariwisata di pulau-pulau tersebut (banyak hotel dan pulau resort). Ada 27 pulau di Karimun Jawa dan hanya 5 pulau berpenduduk. Dibandingkan dengan Kepulauan Seribu yang memiliki 110 pulau dan 11 pulau berpenduduk, maka Karimun Jawa lebih sedikit  beban SRT dan sejenisnya.

Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (LH) kabupaten Jepara, antara lain: (1) Daur ulang dengan Bank Sampah yang dikelola BUMDes (Badan Usaha Milik Desa); (2) Penimbunan SRT (metode land-fill); (3) Pengompres sampah plastik (bantuan alat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK); (4) Penyediaan tong-tong sampah dan penyiapan fasilitas TPS oleh Dinas LH.

Selain SRT, setiap musim hujan (angin barat atau west monsoon) sampah plastik yang hanyut terdampar di pesisir pulau-pulau, khususnya di sisi barat. Ini merupakan beban tambahan dalam pengelolaan sampah di kepulauan. Di Kepulauan Seribu, dampak sampah plastik hanyut saat musim angin barat, sangat terasa di bagian utara kepulauan, khususnya pulau Harapan, Kelapa dan Kelapa Dua.

Ketika melakukan survey pada Oktober 2020, Ibu Farikhah Elida, S.T., M.Si., Kepala Dinas LH, menceriterakan kendala kapasitas tempat penimbunan sampah yang semakin tinggi timbulannya. Peningkatan ini karena aktivitas wisata yang semakin meningkat dan populasi penduduk yang semakin tinggi. Kedepannya, perlu pemusnahan sampah di lokasi kepulauan, karena kalau dibawa ke daratan utama, biayanya akan sangat mahal.

Kendala lahan di Karimun Jawa adalah tanah milik Balai Taman Nasional Karimun Jawa (BTN-KJ), Kementerian LHK. Demikian pula di Kepulauan Seribu, kendala lahan adalah berat karena saling tumpang tindih (beririsan). Kepemilikan lahan dan pengelolaan kawasan saling beririsan antara Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTN-KS) Kementerian LHK, Pemda Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan tanah milik penduduk/masyarakat.

Memperhatikan realita lapangan, proyeksi peningkatan timbulan SRT dan sejenisnya, serta memperhatikan mandat Peraturan Presiden (Perpres) no. 83 tahun 2018 (tentang Penanganan Sampah Laut), maka Pusat Riset Kelautan (BRSDM KP, Kementerian Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2020-2021 melakukan riset Rekomendasi Kebijakan Inovasi Teknologi untuk penanganan sampah laut, khususnya di Kepulauan.

Berdasarkan Perpres no. 83 tahun 2018 dan juga Perpres no. 97 tahun 2017 (tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan SRT dan Sampah sejenis SRT), diketahui bahwa sumber sampah laut ada tiga. Pertama sampah dari aktivitas di darat (SRT, industri, pertanian, budidaya, dll). Kedua, sampah dari aktivitas diatas laut (kapal, wisata, industri migas, dll), dan terakhir dari  aktivitas di udara (pesawat jatuh, satelit jatuh, roket jatuh, dll). Karenanya, penanganan sampah di kepulauan atau daratan pulau (land-based debris), akan mengurangi jumlah sampah laut (marine debris). Terutama pulau yang berpenduduk.

Hasil Inovasi Disain dan Konsep

Hasil Rekomendasi Kebijakan Inovasi Teknologi tahun 2020 diberi nama Kapal Insinerator Sampah (KIS). Pemaparan hasil di depan anggota DPRD kabupaten Jepara dilakukan pada hari Senin, tanggal 22 Februari 2021 di Ancol, Jakarta oleh Kepala Pusat Riset Kelautan Dr. IN Radiarta. Hadir Kepala BRSDM KP, Prof. Sjarief Widjaja dan para Kepala Pusat lainnya, Dr. Yayan H., Dr. Bambang serta Dr. Lilli P. Hadir dari DPRD Jepara : Pak Sutrisno (Ketua Komisi, Fraksi PDIP), Pak A. Faozi (Fraksi Gerindra), dan Pak  Sunarto (Fraksi Nasional Demokrat).

Pada tanggal 25-26 Februari 2021, hasil riset Rekomendasi Kebijakan Inovasi Teknologi KIS dipresentasikan pada pertemuan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) dalam forum pertemuan OFWG (Ocean and Fisheries Working Group) ke 16. Judul presentasinya: Research on Marine Debris Vessel Fleet for Marine Protected Area and Tourism Sustainability (in Small Islands). Secara regional, konsep penanganan sampah dilokasi kepulauan sangat didukung, karena mengurangi biaya bahan bakar minyak (yang merupakan carbon foot-print).

Proses penyusunan Inovasi dan Rekomendasi Kebijakan KIS dilakukan secara professional, sesuai kaidah perekayasaan kapal, kalkulasi teknik dilakukan mengikuti prosedur, juga dilakukan survey ke galangan kapal di Semarang untuk menghitung biaya investasi dan kesesuaian disainnya. Berikut dimensi-dimensi umum KIS :

Panjang keseluruhan (LOA)     = 48,3 m.

Lebar (B)                               = 10,8 m.

Sarat (T)                                = 2,5 m.

Tinggi (H)                             = 3,5 m.

Kecepatan (V)                     = 8 knot.

Kapasitas bak sampah    = 125 ton.

LWT                                        = 326,3 ton.

DWT                                        = 545 ton.

Investasi KIS                       = Sekitar Rp. 12 miliar (Harga perkiraan galangan saat survey. Harga akhir tergantung harga baja dan nilai proyek saat implementasi).

Kapasitas insinerator      = 4-5 ton/hari.

Jenis insinerator (usulan)= Stungta X PINDAD (Bersertifikasi KLHK dan sertifikasi SNI).

Rancangan disain KIS sebagai alternatif solusi pengelolaan sampah di kepulauan adalah “win-win solution” dari permasalahan yang ada. Antara lain : (1) Persoalan lahan insinerator bisa diselesaikan (tidak perlu membuka lahan di pulau); (2) Persoalan biaya transportasi sampah sejauh 160 km ke TPST Bantar Gebang juga terjawab; (3) Persoalan asap dan bau pembakaran tidak ada lagi. Pada tahun 2021, sedang didaftarkan untuk Paten Disain Industrinya.

Pada tahapan implementasi, telah dilakukan penjajakan dengan PT. Top Tekno Indonesia (pembuat insinerator ber-SNI merek Stungta X PINDAD) dan dengan sebuah perusahaan pelayaran (shipping company) terkemuka di Indonesia. Pada tahun 2021, sedang dikerjakan disain KIS-Hijau, dengan nilai investasi (menyesuaikan keekonomian) sekitar Rp. 1,5 miliar. Semoga banyak pihak bisa membantu realisasi purwarupa KIS atau KIS-Hijau.

Proses penyusunan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) berupa Paten Disain Industri sedang juga diselesaikan.

Penutup

Tanggal 20 Agustus 2021, APEC menerima proposal konsep (concept note, CN) berjudul  : Capacity Building on Vessel Innovation to Combat Marine Debris - OFWG 08 2021A. Hal ini merupakan tindak lanjut penanganan sampah laut secara regional dengan menggunakan kapal sebagai pengangkut, pengumpul dan juga proses insinerasinya.

Semoga tahun 2022-2023 KIS segera bisa diimplementasikan dan menjadi agenda nasional dan regional, untuk menjadi solusi riil penangangan sampah laut.


Ancol, Lantai 5.
Tim Innovator :
Handy Chandra, Rinny R, Penny DK, Daud SAS, Yustisia F, Agus S, Marza IM, Rudhy A, Cecep AH, IN Radiarta dan Hariyanto T.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun