Mohon tunggu...
Johan G.M Pardede
Johan G.M Pardede Mohon Tunggu... Lainnya - Asliii

Selalu memandang masalah secara objektif

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Antara Kehidupan Sosial dan Sepak Bola

4 Juni 2020   17:08 Diperbarui: 5 Juni 2020   04:37 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menonton pertandingan sepak bola. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Kita tidak mengetahui kapan terjadinya titik balik seseorang. Bisa saja orang yang dulunya posisinya di bawah, di kemudian hari berada di posisi atas. Atau sebaliknya orang yang berada di posisi atas kemudian melempem ke posisi bawah. 

Hidup ini layaknya roda pedati yang berputar, dan menunjukkan tidak ada yang abadi. Semua akan mengalami perubahan. Layaknya pepatah yang mengatakan tidak ada yang konstan dalam perubahan, sekalipun perubahan itu sendiri.

Sebagai penggemar bola, saya jamak melihat kejadian seperti itu. Ada pemain muda yang digadang-gadang akan menjadi pemain menjanjikan di masa depan. Namun, nasib berkata lain. 

Dia harus terbangun dalam buaian mimpi yang disuguhkan oleh media. Dan akhirnya tidak menjadi "apa-apa". Sementara ada pesepakbola yang tidak dikenal semasa usia belianya, namun menunjukkan peningkatan drastis dalam permainan sepakbola beberapa tahun kemudian.

Yang menyakitkan adalah posisi dari pemain muda (wonderkid) yang digadang-gadang akan menjadi pemain besar dan nantinya menghiasi sejarah persepakbolaan dunia. Sempat ditinggikan dengan publisitas media yang begitu memuja-mujanya, membuat para wonderkid merasa di atas angin dan berbangga hati. 

Banyak contoh pemain wonderkid (pemain bertalenta di bawah usia 20 tahun) yang begitu terlihat "wah" dulunya, sekarang malahan ada yang mengurungkan niat menjadi pesepakbola professional. Drenthe, salah satunya. Sempat digadang-gadang akan menjadi pemain bersinar di generasinya, apalagi jika bisa mempertahankan konsistensi penampilan di usia emasnya (umur 26-30 tahun).

Tapi yang terjadi, Drenthe malahan meninggalkan dunia persepakbolaan dan beralih ke dunia musik. Cukup mengejutkan bukan? Begitu besar "rasa sakit" yang dirasa oleh Drenthe, sempat berada di atas namun harus turun kebawah. 

Janujaz lain halnya, pernah memperkuat tim kesebelasan Manchester United di Liga Inggris. Tak pelak, sorotan kamera dominan ke sana dan ia mendapat sorotan yang sangat besar kala itu. 

Namun yang sekarang terjadi, malah dia bermain di Liga Jerman. Sorotan kamera masih ada, tapi sangat berkurang drastis. Kabar tentang dia tidak menghiasi pemberitaan lagi. Dia bisa saja merasa kehilangan atmosfer sewaktu bermain. Dulu dia senang masuk dalam pemberitaan global sekarang berubah drastis.

Tapi, usia bukan segalanya. Lagi-lagi pendapat ini diamini oleh Jamie Vardie dan Ngolo Kante. Mereka adalah pertanda bahwa tidak ada kata terlambat. 

Sekalipun mereka sewaktu berusia belia tidak mendapat sorotan dari media, karena penampilan mereka yang dianggap terkesan biasa-biasa saja. Namun beberapa tahun kemudian membelalakkan mata dunia, atas pencapaiannya menjuara Liga Inggris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun