Mohon tunggu...
Y. P.
Y. P. Mohon Tunggu... Sales - #JanganLupaBahagia

Apabila ada hal yang kurang berkenan saya mohon maaf, saya hanya orang biasa yg bisa salah. Semoga kita semua diberikan kesehatan dan kesejahteraan. Aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Meskipun Kecewa dengan Cawapres, Janganlah Golput!

10 Agustus 2018   09:24 Diperbarui: 10 Agustus 2018   15:16 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kompas.com/Didie SW

Kemarin tanggal 9 Agustus 2018 adalah hari yang bersejarah. Kubu koalisi Jokowi dan Prabowo sama-sama telah mengumumkan capres dan cawapres yang mereka usung. 

Jokowi akhirnya memutuskan cawapresnya adalah ketua MUI yaitu KH Ma'ruf Amin, sedangkan Prabowo mengumumkan cawapresnya adalah Sandiaga Uno yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI.

Saya yakin kedua pilihan itu tidak bisa memenuhi harapan semua pihak. Baik kubu pendukung Pak Jokowi, maupun pendukung kubu Pak Prabowo sama-sama ada kecewanya. Ini hanyalah dugaan saya semata, kemungkinan kekecewaan itu adalah sebagai berikut.

Kekecewaan Kubu GNPF

Sudah jelas bahwa dalam ijtima atau pertemuan ulama dan tokoh GNPF merekomendasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri atau Ustaz Abdul Somad sebagai calon wakil presiden. Soal capres memang sudah sesuai harapan namun cawapresnya sama sekali diluar rekomendasi ijtima ulama GNPF. (sumber)

Golput Bukan Pilihan | Tribunnews.com
Golput Bukan Pilihan | Tribunnews.com
Dilansir dari kanal berita detik.com ketua umum GNPF Ulama Yusuf Martak justru menganggap Jokowi lebih cerdas dalam memilih wakil.

"Saya, dengan Pak Jokowi untuk periode kedua didampingi oleh Pak Ma'ruf Amin, saya tidak tahu itu benar atau tidak, ternyata Pak Jokowi lebih cerdas daripada kita," kata Ketua Umum GNPF Ulama Yusuf Martak setelah menemui Prabowo di kediaman Jl Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2018).

Lebih jauh sesungguhnya beliau ingin Prabowo mempertimbangkan kembali keputusannya memilih cawapres. "Jadi menurut saya, yang terbaik dibicarakan, dirundingkan, lagi yang benar, dipertimbangkan dengan baik. Jangan sampai nantinya alami kegagalan yang ketiga dan keempat karena kami akan lakukan musyawarah Ijtimak Ulama yang kedua," Yusuf Martak  menambahkan. (sumber)

Kekecewaan Kubu Ahoker

Keputusan Jokowi untuk memilih KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres di Pilpres 2019 memang mengejutkan. Para pendukung Ahok yang biasa disebut Ahoker bergejolak di sosial media. 

Dari pantauan saya pribadi tidak jarang muncul komentar untuk memilih golput daripada mencoblos Jokowi karena pilihan cawapres Jokowi adalah tokoh yang ada hubungannya dengan pemenjaraan Ahok.

Sebagaimana kita ketahui Pak Ma'ruf adalah Ketua Umum MUI yang menandatangani pendapat dan sikap keagamaan MUI yang akhirnya menyatakan Ahok sebagai penghina Alquran dan penista agama. 

Pendapat dan sikap MUI itu kemudian ditindaklanjuti dengan aksi demo bertubi-tubi. Pak Ma'ruf juga dengan lantang mengakui aksi 212. Selebihnya Pak Ma'ruf jugalah yang menjadi saksi memberatkan di persidangan penistaan agama hingga akhirnya Ahok dipenjara di Rutan Mako Brimob.

Para Ahoker sudah terlanjur happy dan berharap Mahfud MD lah yang menjadi cawapres. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh kompasianer Boris Toka Pelawi berikut :

"Saya melihat sosok Mahfud MD adalah yang paling tepat untuk mendampingi Jokowi, selain pernah menjadi menteri, anggota DPR, hingga ketua mahkamah konstitusi beliau juga akademisi. Seorang guru besar yang sudah malang melintang dalam dunia pendidikan.

Nasionalismenya? Tak perlu diragukan. Argumennya tentang pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selalu saya ingat. Mahfud MD tidak munafik seperti tokoh lainnya yang tahu bahayanya HTI tapi mengeluarkan argumen ambigu dengan harapan dibilang membela islam. Inilah yang saya kagumi dari Mahfud MD." (sumber)

Saya secara pribadi pun setuju bahwa Pak Mahfud MD sudah terbukti nasionalisme, religius, cerdas dan berintegritas. Saya juga salut beliau tidak kecewa setelah dimenit-menit akhir batal menjadi cawapres Jokowi. Hanya Jokowi dan partai koalisilah yang tahu mengapa beliau batal dipilih menjadi cawapres.

Kekecewaan Kubu SBY

Hal ini pernah saya bahas dalam artikel saya sebelumnya yang bertajuk "Bila Oposisi Tidak Bersatu, Sama Saja Membiarkan Jokowi Menang" (baca).

Terlihat jelas kekecewaan Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief dalam cuitannya di sosial media twitter beberapa hari yang lalu. Menurut Andi, ada perubahan sikap dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menyebabkan rencana koalisi terancam batal. 

Saking kesalnya, Andi menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus. Pernyataan itu ia lontarkan melalui akun Twitter pribadinya @AndiArief__. Hingga kini netizen masih ramai menggunjingkan perihal jendral kardus.

"Padahal untuk menang bukan berdasarkan politik transaksional tapi dilihat siapa calon yang harus menang. Itu yang membuat saya menyebutnya jadi jenderal kardus. Jenderal kardus itu jenderal yang enggak mau mikir, artinya uang adalah segalanya," kata Andi.

Tindakan Pak Andi Arief bagi saya adalah ekspresi kekecewaan yang wajar. Pada kontestasi demokrasi 2014 partai Demokrat kurang cemerlang. Selama pemerintahan Jokowi pun partai Demokrat mengambil jalan tengah yang menyebabkan tidak mendapatkan "tenaga politik" yang maksimal.

Hal ini tentu berbahaya untuk pemilu 2019, bila tidak mampu menampilkan sosok unggulan partai Demokrat bisa tenggelam. Berbeda dengan koalisi Prabowo yang jelas akan meraup suara dari masyarakat yang tidak mendukung kubu Jokowi.

Jangan Golput dan gunakan hak pilih anda

Saya mengajak kepada siapapun yang kecewa dengan pilihan Pak Jokowi dan Pak Prabowo untuk tidak golput dan gunakan hak pilih anda. Jika mereka (pak Jokowi dan pak Prabowo) mengecewakan anda, maafkanlah mereka. 

Perlu disadari dalam mengambil keputusan seorang pemimpin tidak bisa menyenangkan semua pihak. Mereka juga melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang dan berdasarkan perhitungan tertentu. Namun  yang mereka pilih pastilah yang mereka anggap sebagai yang terbaik dari yang baik.

Bukankah kita diajarkan untuk selalu memaafkan? Bahkan bilamana perlu, bukankan kita harus memaafkan hingga 7 x 77 kali dalam sehari? Kita harus semakin dewasa dalam berdemokrasi. 

Bila memang pilihan Pak Jokowi kurang memuaskan, pilihlah Pak Prabowo. Demikian juga sebaliknya, jika keputusan Pak Prabowo tidak sesuai harapan maka pilihlah Jokowi tapi jangan Golput dan gunakan hak pilih anda tahun depan.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun