Mohon tunggu...
Johansyah M
Johansyah M Mohon Tunggu... Administrasi - Penjelajah

Aku Pelupa, Maka Aku Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Virus N-Ach untuk Keilmuan

23 Juni 2018   11:29 Diperbarui: 23 Juni 2018   11:42 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: abusafiranurfaiza.blogspot.com)

Dalam Psikologi, ada salah satu kajian mengenai kebutuhan berprestasi. Salah satu tokohnya adalah Devid C. McClelland (1969)  yang dikenal dengan teori need of achievement (kebutuhan berprestasi). Teori ini meyakini bahwa ekonomi sebuah masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat sejauh mana orang memiliki virus n-ach sebagai modal untuk bekerja keras, ingin berhasil dengan sebaik-baiknya, dan tidak pernah merasa puas dengan capaian yang ada, serta ingin terus berbuat melebihi dari pencapaian yang ada.

Teori McClelland ini sekilas dapat kita terima. Semangat untuk kerja keras itu sangat kita perlukan untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan. Saya tidak tau, apakah filosofi kerja, kerja, dan kerja yang didengungkan oleh Jokowi juga berkiblat pada teori ini.

Islam juga menganjurkan umat ini untuk berkerja keras. Tapi, kelihatannya teori ini sangat berlebihan dan terlalu ambisius. Jika manusia terus dipompa dengan ambisi dan tidak pernah merasa puas terhadap materi yang telah diperolehnya, maka dengan sendirinya manusia akan menyandera batinnya dengan sikap yang tidak pernah puas ini.

Maka dalam Islam unsur usaha kerja keras itu tidak boleh lepas dari do'a dan tawakkal. Bahkan di dunia sufi ada ajaran qana'ah (menerima apa adanya). Kenapa harus ada unsur do'a dan tawakkal? Pertama, karena manusia memiliki keterbarasan. Kedua, manusia itu hanya berusaha, sementara yang menentukan dan memberi rejekinya adalah Allah Swt. Ketiga, manusia harus mengakui bahwa ada keterlibatan Allah Swt dalam menentukan apa yang dia usahakan.

Lalu kenapa teori n-ach McClelland tidak menyentuh aspek teologis transendental? Itu karena keyakinan yang dianutnya berbeda dengan kita. Saya yakin, dia akan mengakui aspek transendental dalam wujud do'a ketika dikaitkan dengan usaha manusia seandainya dia memiliki keyakinan yang sama dengan kita. Nah, kita sebagai muslim tentu sangat beruntung karena hal-hal seperti ini sudah mendapat tuntunan al-Qur'an.

Nah, ada sisi positif teori ini kalau mau kita manfaatkan. Seandainya virus n-ach ini kita tularkan ke wilayah lain, terutama dalam hal mendalami ilmu pengetahuan, tentu hal ini sangat positif. Artinya kalau kita mampu menanamkan sikap tidak pernah puas dalam hal menuntut ilmu. Ini sesuai dengan instruksi dalam hadits agar kita menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahat. Maknanya bahwa menuntut ilmu itu tidak akan pernah berakhir hingga kita meninggal dunia.

Seandainya sikap tidak puas terhadap ilmu ini mampu kita tanamkan dalam diri dan generasi kita, maka inilah modal penggerak dalam membangun tradisi keilmuan menuju peradaban yang berkemajuan. Modal mengubah dunia ini adalah ilmu. Modal menghadapi akhirat juga ilmu. Dan satu-satu makhluk yang diberi kesempatan dan potensi berkembang adalah manusia. Mereka wajib belajar dalam rangka memaksimalkan mandat kekhalifahan di muka bumi ini.

Akan sngat berbeda ketika virus n-ach ini kita gunakan untuk kepentingan ekonomi. Ini hanya akan membuat kita tidak pernah merasa puas, terlalu ambisi, dan selalu merasa tidak penah cukup. Manusia seperti ini dalam Islam adalah manusia yang tidak pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.

Sementara kalau virus n-ach ini dapat kita maksimalkan dalam mendalami pengetahuan, Insya Allah akan melahirkan sebuah generasi dan era yang gemilang. Akan tumbuh generasi-generasi yang haus ilmu pengetahuan dan akhirnya akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan kontemporer yang mampu berkontribusi bagi kebutuhan manusia dan kemakmuran dunia. N-ach untuk harta no, tapi n-ach untuk ilmu yes. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun