Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

PSS Sleman, Antara Bombastis dan Realistis

8 Januari 2019   04:49 Diperbarui: 10 Januari 2019   15:37 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harmonisasi ini harus menjadi perhatian PSS Sleman. Jangan sampai mengulangi preseden adanya kekurang harmonisan antara pelatih dan pemain, atau pelatih dengan pemilik klub. PSS Sleman bisa belajar pada kasus pengunduran diri pelatih Bali United, Widodo C.Putro yang terjadi di pertandingan terakhir klub itu.

4. Bertahan

Melihat kiprah tiga tim promosi di Liga 1 2018 yakni Persebaya Surabaya, PSMS Medan dan PSIS Semarang, bertahan di Liga 1 bukan perkara mudah. Ketiganya merasakan bagaimana beratnya situasi ketika berada di zona merah.

Persebaya berhasil bangkit dan menyeruak ke papan atas dengan berada di klasemen atas di posisi ke-5. Sedangkan PSIS yang sedari awal memasang target bertahan mampu bertengger di posisi 10. PSMS Medan harus menelan pil pahit, terdegradasi karena menempati posisi buncit dan harus kembali bergumul di Liga 2 2019.

Terdepaknya PSMS ini terasa ironis karena mereka merupakan tim yang paling banyak melepas tendangan ke gawang lawan. Tercatat ada 192 kali tembakan, hanya berhasil mencetak 50 gol. Tapi Ayam Kinantan itu juga menjadi tim yang paling sering kebobolan, sudah 70 gol bersarang di gawang mereka.

Target PSS Sleman untuk bertengger di papan tengah klasemen akhir Liga 1 2019 layak dihargai. Itu merupakan ambisi, tekad yang diharapkan diwujudkan pelatih dan pemain. Ambisi serupa pernah diusung oleh Perseru Serui menjelang bergulirnya Liga 1 2018. Hasilnya, Perseru nangkring di posisi ke-14, dua setrip dari jurang degradasi.

PSS Sleman dan Seto mungkin bisa belajar juga dari seorang Djadjang Nurjaman (Djanur) yang mengantar Persib meraih juara Indonesia Super League (ISL) dan Piala Presiden.

Djanur menceritakan, saat mau menukangi PSMS Medan ia mengatakan kepada Edy Rahmayadi (pemilik klub, juga Ketua Umum PSSI) jangan diberi target muluk-muluk. Djanur berani menjanjikan di peringkat 9-10 besar, tapi belakangan CEO PSMS minta target lima besar.

"Cukup berat, dan kita harus realistis,"ujar Djanur yang kemudian mundur dari PSMS dan melatih Persebaya Surabaya. Djanur sukses di klub barunya itu.

Ucapan Djanur itu merupakan bentuk rasa tahu diri, sekaligus realistis. Ia tahu, kita juga, bahwa di Liga 1 cukup merata persaingannya. Siapapun bisa juara, siapapun bisa terperosok tiba-tiba lalu terpental ke Liga 2.

Maka, menargetkan posisi di peringkat 5 besar perlulah dipikir ulang. Selain bisa dianggap bombastis, publik pun nantinya sinis mengatakan "Skuat saja belum ada tapi sudah berani target ambisius. Apalagi pelatihnya tak mau pemain bintang atau bagus sekali."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun