Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

PSS Sleman, Antara Bombastis dan Realistis

8 Januari 2019   04:49 Diperbarui: 10 Januari 2019   15:37 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PSS Sleman| Sumber: bolasport.com/Stefanus Aranditio

Target dicanangkan, tinggal bagaimana diperjuangkan. Begitu yang biasa dilakukan oleh semua tim sebelum dimulainya kompetisi Liga 1.

Bagi yang berlaga di Liga 2 dan 3 tentu beda lagi mimpinya, yakni naik kasta. Tim yang berlaga di Liga 3 ingin bisa promosi ke Liga 2, sedang yang di Liga 2 ingin mencicipi nikmat dan prestise Liga 1.

Ada tiga tim yang sudah menggapai mimpinya, promosi ke Liga 1 yakni PSS Sleman, Semen Padang (SP) dan Kalteng Putra. Dari segi komposisi wilayah ketiganya tampak ideal, mewakili Yogyakarta, Sumatra dan Kalimantan. PSS dan SP jadi satu-satunya wakil provinsinya, sedangkan Kalteng berduet dengan Borneo FC mewakili daerahnya.

Raihan prestasi PSS Sleman dalam Liga 2 2018 lalu mengesankan. Mereka tak cuma meraih tiket promosi tapi juga menjadi juara Liga 2 2018 setelah menundukkan SP 2-0 dalam final di Stadion Pakansari, Cibinong.

Tentu setelah berhasil meraih mimpinya kembali ke kasta tertinggi, terakhir dinikmati oleh PSS Sleman pada tahun 2007 saat kompetisi teratas itu bernama Divisi Utama, klub berjuluk Elang Jawa ini harus berbenah. Seto Nurdiyantoro yang menggantikan Herry Kiswanto saat Liga 2 2018 baru berjalan tetap menukangi PSS Sleman.

Tentang apa yang perlu dilakukan oleh PSS Slemanuntuk berkiprah di Liga 1, saya pernah menuliskan beberapa waktu lalu (Jangan Buat Elang Jawa Terbang Semusim Saja di Liga 1 2019).

Namun untuk target di kompetisi yang belum jelas regulasi dan kapan digelar, ambisi PSS Sleman tidaklah kecil sebagai tim promosi. Seperti dikatakan oleh Seto Nurdiyantoro, PSS Sleman punya ambisi besar yakni minimal bisa masuk papan tengah klasemen.

Seperti apa persiapan untuk menggapai ambisi itu, serta realitas yang akan dihadapi oleh PSS Sleman nanti?

Foto : bola.com
Foto : bola.com
1. Persepsi

Siapapun tahu terdapat perbedaan cukup besar Liga 2 dan 1, namun yang perlu disadari saat promosi ke kasta tertinggi ini harus diubah mindset yang ada. Misalnya soal persiapan tim yang tak lagi bisa seenaknya, santai-santai atau beranggapan waktu bergulirnya kompetisi masih lama.

Ketat dan kerasnya laga di Liga 1 tidak bisa disikapi dengan persiapan yang ala kadarnya, mepet waktu demi mengirit budget. Meski diperkirakan kick off akan berlangsung akhir April atau awal Mei (seusai Pemilu), tapi bukan berarti PSS Sleman santai-santai saja menghadapinya.

Sejauh ini PSS Sleman belum juga memperlihatkan geliatnya dalam mengumumkan daftar pemain yang bakal diperpanjang kontraknya atau pun dilepas pada bursa transfer kali ini. Manajemen dan pelatih hanya mengungkapkan sekitar 50-60% pemain akan dipertahankan.

Tak hanya sampai di situ, tim yang berkandang di Stadion Maguwoharjo ini juga belum memboyong pemain baru maupun pilar asing untuk bersaing di Liga 1 2019.

Suporter yang mulai gerah dengan lambannya manajemen tim jangan didiamkan. Harus ada penjelasan lengkap kenapa terjadi kepasifan seperti itu.

Pelatih PSS Sleman Seto menilai Elang Jawa saat ini telah berada di jalur yang tepat. Ia beralasan soal itu tidak kelamaan, apalagi PSS tidak tahu jadwal Liga 1 mulainya kapan.

Jika pemikiran seperti diamini oleh semua pihak yang ada di manajemen, berat langkah PSS Sleman nantinya. Apalagi jika beranggapan waktu 3 bulan misalnya dianggap sebagai pemborosan dengan belanja pemain baru atau memberi kontrak lagi ke pemain lama. Waktu 3 bulan itu ukurannya sebentar saja bagi tim yang mempersiapkan diri di Liga 1.

Mungkin manajemen PSS Sleman lupa tentang pra-kontrak yang bisa dilakukan sebagai pengikat bagi pemain lama untuk tetap membela klub di kompetisi mendatang. Hal itu lumrah dilakukan tim-tim lain, terutama bagi punggawa asing yang tentu tak mau menghabiskan waktunya di Indonesia menunggu sodoran kontrak.

Seorang pemain andalan PSS Sleman yang turut mengantar klub itu naik ke Liga 1 mengatakan "Mungkin manajemen masih ada yang anggap saat ini masih berkiprah di Liga 2. Tim lainnya bergerak cepat tapi tidak terlalu mau kelihatan,".


2. Manajemen

Penunjukan Retno Supardjiono memang cukup mengejutkan. Suporter pun, seperti terlihat di medsos tampak kecewa. Hal ini tak bisa disalahkan, karena tidak ada rekam jejak Retno sebagai pelaku sepak bola, kecuali disebut dekat dengan suporter dan semua pihak di PSS Sleman.

Namun memberi tudingan seperti itu belum tentu benar, karena belum terlihat kinerjanya dalam gerakan tim di mata publik. Bisa jadi ia sedang beradaptasi dengan jabatan barunya ini. Jabatan yang selama ini disaksikannya saja pada diri almarhum suaminya, Supardjiono.

Kerja manajer baru PSS Sleman memang tak mudah. Ia tak hanya bekerja keras untuk tim utama saja, tapi juga diharuskan mempersiapkan tim usia seperti U-16, U-19, dan U-21. Pembinaan usia muda ini jadi kewajiban peserta Liga 1 sedari 2018 lalu, yang terkait dengan pencairan dana subsidi dari PT Liga Indonesia Baru (LIB). Dari total subsidi Rp 7,5 miliar, sebagian (Rp 2,5 miliar) diberikan kepada klub untuk pembinaan usia muda.

Keuntungan lain dari pembinaan itu tentu adanya stok pemain penerus untuk kompetisi selanjutnya. Belum lagi aspek komersial yang didapatkan jika ada pemain berbakat yang diminta tim lain.


3. Harmonisasi

Masa pra kompetisi tak hanya menjadi ajang mengetahui seperti apa kemampuan pemain baru, tapi juga memiliki beberapa keuntungan yang tidak kecil bagi PSS Sleman.

Para pemain lama dan baru butuh adaptasi, yang bisa tercipta lewat latihan rutin atau training centre. Dari situ bisa diharapkan tercipta saling pemahaman untuk menghasilkan tim yang solid.

Pelatih dan klub bisa mengasah kemampuan pemain, sekaligus melihat kelemahan yang perlu dibenahi melalui pertandingan uji coba atau turut/membuat turnamen. Ini pun menghasilkan pemasukan bagi klub, yang bisa dipakai untuk menutupi biaya operasional seperti gaji pemain.

Peranan pelatih Seto Nurdiyantoro sangat krusial dalam masa persiapan ini. Ia tak hanya mempersiapkan tim tapi juga bagaimana menciptakan suasana harmonis bagi para pemain.

Meski tim belum terbentuk, lebih baik pelatih mematangkan strateginya, mendesak manajemen untuk bergerak cepat menggaet pemain yang diincarnya. Langkah itu strategis ketimbang mengomentari pemainnya sendiri seperti Cristian Gonzales, yang disorotinya karena usia dan kemampuan fisiknya.

Padahal sosok Gonzales tetap diperlukan di PSS Sleman, baik tajinya yang tetap terbukti tajam di usianya yang nota bene kepala empat melesakkan dengan 15 gol di separuh musim, serta torehan prestasi dan sikapnya yang dijadikan panutan bagi para pemain.

Begitu juga pernyataannya sebagai pelatih yang tak perlu pemain terkenal atau bagus sekali. "Kalau saya pribadi tidak perlu pemain terkenal atau bagus sekali. Tapi yang penting, para pemain ini mau bekerja keras. Sama seperti yang saya inginkan, yang penting mereka paham," tuturnya.

Menjadi pertanyaan, benarkah PSS Sleman tak butuh pemain bagus sekali?. Apakah diartikan PSS Sleman menolak pemain asing, karena jelas jika ia direkrut karena kemampuannya yang melebihi pemain lokal? Sebelumnya memang ada wacara oleh PT LIBtentang tidak adanya striker asing di musim 2019 ?.

Pernyataan-pernyataan Seto seperti itu tak perlu dilontarkan di tengah gemasnya suporter atas langkah lambat manajemen PSS Sleman. Apakah pendapat pribadi seorang pelatih itu juga idem dengan kebijakan PSS atau PT. Putra Sleman Sembada (PT. PSS) yang menaunginya?

Jika memang seorang pelatih tak suka pada seorang pemain, lebih baik ia tak mengusulkan pemain untuk dikontrak, daripada nantinya ia lebih banyak dicadangkan atau diberi jam bermain yang sedikit.

Harmonisasi ini harus menjadi perhatian PSS Sleman. Jangan sampai mengulangi preseden adanya kekurang harmonisan antara pelatih dan pemain, atau pelatih dengan pemilik klub. PSS Sleman bisa belajar pada kasus pengunduran diri pelatih Bali United, Widodo C.Putro yang terjadi di pertandingan terakhir klub itu.

4. Bertahan

Melihat kiprah tiga tim promosi di Liga 1 2018 yakni Persebaya Surabaya, PSMS Medan dan PSIS Semarang, bertahan di Liga 1 bukan perkara mudah. Ketiganya merasakan bagaimana beratnya situasi ketika berada di zona merah.

Persebaya berhasil bangkit dan menyeruak ke papan atas dengan berada di klasemen atas di posisi ke-5. Sedangkan PSIS yang sedari awal memasang target bertahan mampu bertengger di posisi 10. PSMS Medan harus menelan pil pahit, terdegradasi karena menempati posisi buncit dan harus kembali bergumul di Liga 2 2019.

Terdepaknya PSMS ini terasa ironis karena mereka merupakan tim yang paling banyak melepas tendangan ke gawang lawan. Tercatat ada 192 kali tembakan, hanya berhasil mencetak 50 gol. Tapi Ayam Kinantan itu juga menjadi tim yang paling sering kebobolan, sudah 70 gol bersarang di gawang mereka.

Target PSS Sleman untuk bertengger di papan tengah klasemen akhir Liga 1 2019 layak dihargai. Itu merupakan ambisi, tekad yang diharapkan diwujudkan pelatih dan pemain. Ambisi serupa pernah diusung oleh Perseru Serui menjelang bergulirnya Liga 1 2018. Hasilnya, Perseru nangkring di posisi ke-14, dua setrip dari jurang degradasi.

PSS Sleman dan Seto mungkin bisa belajar juga dari seorang Djadjang Nurjaman (Djanur) yang mengantar Persib meraih juara Indonesia Super League (ISL) dan Piala Presiden.

Djanur menceritakan, saat mau menukangi PSMS Medan ia mengatakan kepada Edy Rahmayadi (pemilik klub, juga Ketua Umum PSSI) jangan diberi target muluk-muluk. Djanur berani menjanjikan di peringkat 9-10 besar, tapi belakangan CEO PSMS minta target lima besar.

"Cukup berat, dan kita harus realistis,"ujar Djanur yang kemudian mundur dari PSMS dan melatih Persebaya Surabaya. Djanur sukses di klub barunya itu.

Ucapan Djanur itu merupakan bentuk rasa tahu diri, sekaligus realistis. Ia tahu, kita juga, bahwa di Liga 1 cukup merata persaingannya. Siapapun bisa juara, siapapun bisa terperosok tiba-tiba lalu terpental ke Liga 2.

Maka, menargetkan posisi di peringkat 5 besar perlulah dipikir ulang. Selain bisa dianggap bombastis, publik pun nantinya sinis mengatakan "Skuat saja belum ada tapi sudah berani target ambisius. Apalagi pelatihnya tak mau pemain bintang atau bagus sekali."

Rasanya PSS Sleman bisa membedakan antara ambisius dan realistis.

Target bertahan adalah realistis dan rasanya ini yang perlu dijadikan acuan sebelum melangkahkan kakinya ke ajang pertempuran sengit dan keras. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun