Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tua-tua Keladi

4 Oktober 2010   00:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sumber: http://surakarta.ut.ac.id/index.php/berita/18-universitas-terbuka.html

Setiap Sabtu dan Minggu, saya mengajar mahasiswa Universitas Terbuka. Saya mengampu tiga mata kuliah, yaitu Keterampilan Dasar Menulis, Teknik Menulis Karya Ilmiah, dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Ketiga mata kuliah itu menuntut ketekunan dalam menulis. Jadi, setiap mahasiswa dituntut untuk selalu menulis.

Seperti kemarin (Sabtu-Mingu, 2-3 Oktober 2010), saya mengajar mahasiswa UT di Pokjar Mondokan dan Sidoharjo Sragen. Sebanyak 30 mahasiswa mengikuti perkuliahan. Kebanyakan mahasiswa UT berasal dari guru-guru PAUD, TK, dan SD. Mereka sudah berusia agak lanjut. Bahkan, banyak mahasiswa yang berusia di atas 50 tahun. Karena sudah berusia di atas rata-rata, kemampuan mereka pun terbatas. Jadi, mereka tidak bisa diajak bekerja cepat.

Setiap akan mengajar mereka, saya selalu mendahului dengan apersepsi. Saya menanyakan semua hal tentang menulis. Yang paling sering saya tanyakan adalah tugas yang sering mereka berikan kepada anak-anak.

“Apakah Bapak dan Ibu selalu memberi PR mengarang atau menulis kepada anak-anak?” tanyaku kepada mahasiswa.

Sontak para mahasiswa pun serentak menjawab, “Iya, Pak.”

Mendengar jawaban mereka, saya pun melanjutkan pertanyaan berikutnya, “Bagaimanakah hasil karangan anak-anak itu? Sudahkah tulisan mereka bagus-bagus.”

Mendapat pertanyaan seperti ini, mereka terdiam. Mereka terlihat saling berpandangan. Lalu, satu dan dua di antara mereka menjawab, “Belum, Pak. Tulisan mereka masih jelek!”

Mendapat jawaban demikian, saya pun berujar, “Bapak dan Ibu, tulisan anak-anak akan menjadi bagus jika mereka diberi contoh. Nah, sudahkah Bapak dan Ibu memberi contoh karangan Ibu dan Bapak sendiri?”

Tiba-tiba, kelas berubah gaduh. Para mahasiswa tertawa-tawa. Apa sebabnya? Ternyata, para mahasiswa itu belum pernah memberi contoh karangan atau tulisan gurunya. Mereka masih sebatas dapat memberi tugas. Mereka belum dapat memberi contoh.

“Jadi, wajar saja tulisan anak-anak itu tidak bagus. Nah, sebaiknya Bapak dan Ibu harus dapat memberi contoh tulisan Bapak dan Ibu. Anak-anak pasti bangga karena mendapatkan teladan. Mereka pasti ingin menjadi penulis seperti gurunya. Bukankah demikian, Bapak dan Ibu?”

Seketika, para mahasiswa itu menjawab serentak, “Iya, Pak!”

Sungguh saya mengagumi tekad mereka untuk belajar lagi. Meskipun sudah berusia lanjut, mereka tetap bersemangat. Keterbatasan itu justru mereka jadikan sebagai penyemangat. Maka, judul tulisan ini memang pas: Tua-Tua Keladi (semakin tua semakin berisi). Luar biasa…!!! Selamat belajar, Bapak dan Ibu! Selamat pagi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun