Mohon tunggu...
Johandi Rosidi
Johandi Rosidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - belajar menjadi orang yang memberi manfaat untuk orang lain

Johandi rosidi merupakan mahasiswa pascasarjana Universitas Teknologi Sumbawa Provinsi NTB

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Tanpa Tanda Jasa

30 November 2021   07:50 Diperbarui: 30 November 2021   07:51 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru menginspirasi untuk bercita-cita,memberikan harapan dalam hidup.memberi warna dan cahaya yang gemilang. Sungguh besar jasamu guru.

Pada suatu hari Rasulullah saw memasuki masjid dan menemukan dua majelis, yakni majelis dzikir dan majelis ilmu. Rasulullah saw bersabda, “Kedua majelis ini bagus. Majelis dzikir mengingat Allah swt dan bermohon kepadanya, sedangkan majelis ilmu membahas tentang ilmu. Saya adalah guru, dan saya memilih majelis ilmu.” Rasulullah saw pun bergabung dengan majelis ilmu tersebut.  Jadi dari zaman rasulullah pun sudah sangat menghargai guru.
   
Rasulullah saw bersabda, “Khairunnas anfa’uhum linnas – sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.”Pada kesempatan lain Rasulullah saw bersabda, ““Khairunnas man thala ‘umruhu wa hasuna ‘amaluh – sebaik-baik manusia ialah yang panjang umur dan baik amalnya. Guru adalah teladan dan uswa hasanah bagi kita semua.

Seorang bijak bestari berpesan, “Kun ‘aliman au muta’alliman wa la takun tsalitsan – Jadilah guru atau murid, dan jangan menjadi yang ketiga (bukan guru dan bukan pula murid).” Nilai tambah keguruan dan kependidikan adalah sebagaimana diungkapkan oleh  Helen Keller, “Dengan sarana kebebasan, toleransi, dan pendidikan, orang-orang hebat serta bijak telah membuka jalan untuk menyelamatkan seluruh dunia.”

Semua profesi perlu guru. Orang bijak berkata, “Kada al-mu’allim an yakuna rasul – Guru hampir-hampir menjadi rasul. “Salah satu teknik mendidik yang baik adalah membuat murid ingin tahu dan mencari tahu.” (Muhammad Taqiyuddin)

Menjadi guru adalah peluang memanfaatkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk beramal saleh, sesuai dengan doa yang diajarkan dalam Al-Quran, “Rabbi auzi’ni an asykura ni’mataka allati an’amta ‘alayya wa ‘ala walidayya wa an a’mala shalihan tardhahu wa adkhilni birahmatika fi ‘ibadikash-shalihin – Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS 27:19)

Guru yang bijak niscaya mengabadikan ilmunya dengan menulis, sesuai dengan kearifan Yunani, “Verba volant, scripta manent – Kata-kata lisan lenyap menguap, sementara tulisan abadi menetap.” “Para pujangga semua negara adalah penerjemah keabadian.” Demikian kata Helen Keller. Benjamin Franklin pun berpesan, “Jika tak ingin dilupakan setelah meninggal dunia, lakukanlah apa yang patut ditulis atau tulislah sesuatu yang patut dibaca.” Hal itu sejalan dengan pesan Pramoedya Ananta Toer, “Menulislah, jika tidak menulis, engkau akan tersingkir dari panggung peradaban dan dari pusaran sejarah.”

Filosof Friedrich Nietszche pun mencurahkan isi hati,  ”Kebanggaan terbesar seorang guru ialah jika muridnya mengungguli dirinya.” Guru pun niscaya selalu ingat bahwa satu teladan lebih berpengaruh daripada sepuluh nasihat; guru yang berhenti belajar seyogianya berhenti mengajar.

Nilai tambah pemikiran yang dibukukan adalah sebagaimana dituturkan oleh Sayyid Quthb, “Sebuah peluru hanya bisa menembus satu kepala, sedangkan sebuah buku dapat menembus ribuan, bahkan jutaan kepala.” Buya Hamka pun berpesan, “Penulis harus lebih banyak membaca daripada menulis.”

Buku adalah teman setia di setiap ruang dan waktu.
Buku adalah sumber ilmu dan kepanjangan tangan guru.
Buku adalah barometer zaman dan penggerak perubahan.
Kesadaran adalah matahari.
Kesabaran adalah bumi.
Keberanian menjadi cakrawala.
Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.
(WS Rendra)
Berhenti, tak ada tempat di jalan ini.
Sikap lamban berarti mati.
Siapa bergerak, dialah yang maju ke depan.
Siapa berhenti, sejenak sekali pun, pasti tergilas.
(Mohammad Iqbal)
Terima kasihku kuucapkan.
Pada guruku yang tulus.
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan.
Untuk bekalku nanti.
Setiap hari kudibimbingnya.
Agar tumbuhlah bakatku.
Kan kuingat selalu nasihat guruku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun