Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fakta dan Kebenaran: Sekelumit Pemahaman

26 Mei 2021   21:59 Diperbarui: 26 Mei 2021   23:08 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angsa Hitam.

Beberapa pemaknaan hidup saya:
1. Semakin tinggi usia, yang di belakang semakin banyak, yang di depan semakin sedikit, dan semakin mendekat ke tanggal kadaluarsa. Jadi saya memilih untuk mengisi waktu ke depan dengan yang esensial dan sebisa mungkin meminimalisasi yang non-esensial.
2. Semua orang diberi hak yang sama untuk mendiami bumi, namun tak ada satu pun orang yang punya hak untuk membawakan dampak tak diinginkan kepada orang lain, sekecil apa pun itu.
3. Fakta adalah anugerah Ilahi. Manusia melalui pemahamannya akan fakta membuat kesepakatan yang sama dengan atau mendekati fakta. Kesepakatan itu disebut kebenaran.

Dulu, ada pemimpin yang disebut bapak pembangunan dan setelah beliau lengser, kebenarannya berubah namun faktanya tidak, pribadi beliau adalah pribadi beliau. Akibat dampak tak diinginkan yang dialami banyak orang, sebuah kebenaran baru pun disepakati atas dasar fakta yang sama.

Ada juga seorang pembicara top yang mengajarkan segala macam kebaikan kepada banyak orang, namun begitu "borok"nya terbongkar, hilanglah dia dari peredaran.

Peribahasa "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga" sebenarnya sudah memberikan peringatan kepada kita. Kalimat ini terdengar sederhana, namun pelaksanaannya amat sulit. Filosofi yang mirip bisa kita lihat dari sebuah lagu Batak "Alani Sangiris":
Unang alani sangiris, gabe hurang sabalanga (Jangan karena seiris, jadi kurang satu kuali).

Sebuah filosofi Jawa dengan lebih lembut menyajikan hal ini, "Eling lan waspada," yang pernah saya jabarkan menjadi "Mirsani lan eling." Oleh filosofi ini, kita "disuruh" merenungkan sendiri apa nila itu. Sungguh sangat disayangkan, kehilangan semua pencapaian selama bertahun-tahun dikarenakan sebuah keputusan fatal yang diambil hanya dalam beberapa saat. Memulai dari nol lagi menjadi kesulitan baru yang harus ditempuh.

Saya melihat ada juga setitik nila yang baik, yaitu untuk sebuah kebenaran yang semula disepakati atas sebuah fakta paling lazim yang tak terbantahkan oleh siapa pun, tiba-tiba ditemukan sebuah fakta baru yang kecil tapi mengejutkan, yang menjadi sebuah spesial case bagi kebenaran lama itu, yang disebut oleh Nassim Nicholas Taleb sebagai teori angsa hitam atau teori peristiwa angsa hitam. Teori relativitas Einstein adalah spesial case bagi teori mekanika klasik Newton, jika kecepatan sebuah benda mendekati kecepatan cahaya.

Dampak nila saya analogikan dengan huruf "V." Guratan pertama huruf ini menggambarkan ketergelinciran ke titik terendah dalam hidup. Agar tidak tergelincir lebih lanjut, segeralah mengambil keputusan, semuanya cukup sampai di sini, sehingga satu-satunya pilihan adalah membuat guratan kedua, naik. Semakin waspada akan nila, semakin pendeklah "V" yang kita alami dalam hidup.

Salah sebuah kebenaran yang oleh Ivan Burnell dipegang sebagai Aturan Nomor 2 adalah Kejujuran Mutlak. Kejujuran dan kebohongan menempati kutub yang berseberangan. Boleh-boleh saja orang mengkategorisasikan kebohongan menjadi kebohongan dan non-fakta, dengan membuat dalih yang satu merugikan orang lain dan yang satu lagi mungkin tidak merugikan, namun kejujuran tetap adalah kejujuran dan demikian pula dengan kebohongan.

Satu penyakit yang paling mudah dan paling cepat menghinggapi seseorang adalah kesombongan, yang celakanya membuat orang tersebut tidak mempedulikan lagi kebenaran no. 1-3 di atas, menganggap dialah yang paling benar, dan hendak mendesakkan "kebenaran" ini kepada orang lain. Itulah penyebab semua masalah umat manusia.

Sedikit pencapaian langsung membuat seseorang menganggap dirinya spesial, lain daripada yang lain, dan lupa bahwa di atas langit masih ada langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun