Mohon tunggu...
JoelItamed
JoelItamed Mohon Tunggu... Human Resources - ...

Gloomy Disposition

Selanjutnya

Tutup

Trip

Kunjungan ke Museum Kebangkitan Nasional

1 April 2019   21:55 Diperbarui: 2 April 2019   00:04 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulai bulan Juli 1920 kegiatan pendidikan STOVIA dipindahkan ke gedung baru di Salemba. Karena sarana dan prasarana lebih lengkap dan modern. Tahun 1926 gedung STOVIA tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan. Kemudia pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan gedung tersebut sebagai tempat pendidikan sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau pendidikan yang setara dengan SMP dimasa sekarang.

Lalu pada tahun 1942 masuknya bala tentara Jepang mengakhiri penggunaan Gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran. Tanggal 6 April gedung ini mulai dipugar oleh pemerintah DKI Jakarta. Sampai pada tanggal 20 Mei 1974 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Gedung Kebangkitan Nasional.

Lalu pada tanggal 12 Desember 1983 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bangunan bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional sebagai Cagar Budaya. Barulah pada tanggal 7 Februari 1984 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan sebuah museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.

Apakah kita bisa mengaitkan museum ini dengan peristiwa proklamasi? Memangnya ada kaitannya? Selama itu sejarah, tentu saja hal seperti ini bisa dikaitkan. Memang sedikit susah namun apabila diperdalam pasti terikat satu sama lain.

Seperti yang tadi dikatakan. Gedung STOVIA ini merupakan tempat perkumpulnya para pelajar dari berbagai wilayah. Sehingga pelajar bisa berinteraksi satu sama lain, sehingga mereka bisa memahami adat istiadat suku lain. Timbulah yang nanti namanya toleransi.

Perlu diingat bahwa tanpa persatuan dan keinginan bersama untuk menyatakan kemerdekaan lewat proklamasi, semua kebebasan yang kita nikmati sekarang tidak akan terwujud. Interaksi antar suku dan toleransi untuk saling memahami inilah yang nantinya akan dipakai Indonesia untuk bersatu, untuk menyatakan kemerdekaannya bersama-sama.


Sebagai generasi muda kita harus mempertahankan sikap toleransi ini. Kita harus ingat bahwa sangatlah sulit untuk membangun NKRI seperti yang sekarang ini. Dimulai dari perlawanan yang sifatnya kedaerahan sampai bersatu seperti sekarang. Banyak halangan yang dihadapi.

Dimulai dari perbedaan pendapat sampai pengkhianatan. Namun lewat para pelajar Gedung STOVIA ini kita bisa melihat bahwa apabila kita saling memahami, akan tercipta lingkungan dan hidup yang damai. Tidak ada pertikaian antar suku lain.

Salah satu cara untuk mempertahankan sifat ini adalah ingat perjuangan para pahlawan demi nama Persatuan Indonesia. Apabila kita selalu mengingatnya, kita tidak akan sia-sia membiarkan sikap toleransi ini merosot. Para pahlawan rela mati demi persatuan kita, sekarang kita hanya perlu menjaganya. Tidak perlu lagi pertumpahan darah.

Selain itu sebagai pelajar kita juga harus mengikuti sikap para pelajar dahulu di Gedung STOVIA. Lewat pendidikanlah mereka saling memahami. Oleh karena itu kita harus belajar dengan giat, memperluas ilmu pengetahuan sehingga apabila kita berkomunikasi kita dapat lebih mudah memahami orang lain. Selain itu apabila kita belajar dengan giat kita dapat meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Kita juga harus menjadi contoh bagi 'adik kelas' kita dengan tidak mmbeda-bedakan teman dan juga menjunjung tinggi bhineka tunggal ika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun