Modul RCC mengajarkan kami tentang instrumen, alat bukti, dan format laporan. Tapi di antara baris-baris modul itu, saya justru belajar tentang integritas batin.
Bahwa kadang, keputusan paling benar bukan yang paling cepat. Tapi yang paling adil. Bahwa perangkat terbaik bukan yang rapi, tapi yang mengundang dialog antara penilai dan yang dinilai. Bahwa nilai paling luhur dari profesi ini bukan "kompeten" atau "belum kompeten", tapi: berani jujur, berani menguatkan.
Kita Bukan Mesin Penilai. Kita Penjaga Harapan.
RCC hari terakhir mengingatkan saya: perangkat bisa diperbaiki, instrumen bisa direvisi, rubrik bisa disempurnakan. Tapi perasaan manusia yang dilukai oleh cara kita menilai --- tak selalu bisa sembuh.
Maka tugas kita bukan sekadar memastikan perangkatnya benar. Tapi juga memastikan hati kita bersih saat menggunakannya.
Ucapan Terima Kasih yang Tidak Akan Cukup dalam Kata
Sebelum saya menutup tulisan ini, izinkan saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Master Asesor kami, yang tidak hanya membimbing secara teknis, tapi juga membuka ruang refleksi yang sangat manusiawi.
Di tengah tugas validasi yang padat, beliau hadir dengan pendekatan yang tenang namun tajam, memberi ruang bagi kami untuk belajar — bukan hanya tentang perangkat, tapi juga tentang menjadi manusia yang pantas menilai manusia lain.
Pertanyaan-pertanyaan beliau tidak bersifat menggugurkan, tapi membangkitkan kesadaran. Dan itulah yang membuat RCC ini terasa bukan sekadar pelatihan... tapi perjalanan batin.
Terima kasih, Bu Ratna dan Pak Legiyo. Atas arahannya, kesabarannya, dan kepercayaan yang diberikan kepada kami. Semoga setiap ilmu yang Ibu/Bapak tanam hari ini tumbuh menjadi integritas yang panjang di jalan profesi kami.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI