Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memitigasi Gempa Bumi dan Tsunami di Kawasan Bandara Internasional Yogyakarta

25 April 2019   20:08 Diperbarui: 25 April 2019   20:32 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita harus jujur bahwa mitigasi (pelunakan atau peredaman dampak bencana) ataupun kesiapan menghadapi bencana alam sampai sekarang pada umumnya masih lemah dan belum terintegrasi. Manakala bencana datang, jumlah korban dan kondisinya selalu memrihatinkan.  Lebih parah lagi bilamana  manusia yang menjadi  korban  dikarenakan ketidaktahuannya tentang apa dan bagaimana  yang mendesak dilakukan bila terjadi gempa disusul tsunami.

Peristiwa gempa-tsunami di Aceh (2004) dan Palu (2018), disusul Banten, Lampung yang tidak sedikit menelan korban serta kerugian/kerusakan besar pastinya menggugah kita untuk terus berbenah dalam memitigasi bencana alam khususnya gempa yang disusul tsunami tersebut.

Di tengah maraknya pembangunan infrastruktur di Indonesia termasuk megaproyek bandara baru di Yogyakarta yang letaknya berada di pesisir/kawasan rawan gempa bumi-tsunami, maka tak ada salahnya upaya antisipatif  dengan  tujuan meminimalisir jumlah korban  apabila kemungkinan terjadi bencana yang bisa merusak alam dan kehidupan manusia.

Sekali lagi perlu dipahami bahwa mitigasi bencana gempa dan tsunami bukan hanya memikirkan tersedianya perangkat keras seperti peralatan berteknologi tinggi dan bangunan fisik. Walaupun itu semua diperlukan sebagai fasilitasi sekaligus upaya pencegah meluasnya korban dan menjadi tanggungjawab pemerintah  untuk melindungi keselamatan warganya  - namun aspek lain seperti  aliran kerja  dari lokasi bencana, jalur evakuasi,  bantuan komunikasi hingga titik kumpul,  pertolongan para korban dan pengamanan tentu menjadikan bagian tak terpisahkan dalam penanganan bencana.

Wacana mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami yang muncul terkait segera diresmikannya bandara baru di Yogyakarta ini bukan berarti hanya untuk mengantisipasi atau melindungi kompleks bandara (penumpang, pekerja bandara, atau hanya untuk kepentingan internal bandara).  Jumlah warga/penduduk yang bertempat tinggal di seputaran bandara juga cukup padat, ditambah para pendatang/pengusaha yang bermigrasi ke lokasi ini.

Itu sebabnya, mengingat bencana gempa dan tsunami tidak pandang bulu akan menerjang siapa saja yang berada di tepian pantai -- maka mitigasi bencana menjadikan suatu keniscayaan bagi seluruh termasuk warga di luar kompleks bandara.

Membekali pengetahuan kepada semuanya tentang apa yang perlu dilakukan bilamana gempa bumi terjadi disusul tsunami melanda mereka. Pembekalan pengetahuan tentang bagaimana menghadapi gempa-tsunami, mulai dari early warning system,  diiringi tanda-tanda bunyi sirine, dalam artian  apa yang mendesak harus dilakukan, di mana tempat aman berlindung,  sehingga secara sigap mereka bertindak dan tidak perlu diliputi panik.  Baik pada waktu sebelum, pada saat terjadi, dan sesudah bencana berlangsung.

Memitigasi bencana gempa-tsunami di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta dan tempat-tempat lain di negeri ini yang tergolong rentan terjadi gempa bumi-tsunami sebagai langkah pengurangan risiko  sudah saatnya diintensifkan dan dimenejemeni secara sungguh-sungguh.

Dari sisi kelembagaan di tingkat regional ada yang namanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan tingkat lokal BPBD Kabupaten/Kota yang siap bekerja 24 jam. Mengoptimalkan fungsi dan peran lembaga tersebut sebagai koordinator bekerjasama dengan institusi terkait unsur kebencanaan (BMKG, Perguruan Tinggi/Pusat Kajian Bencana Alam,  tokoh masyarakat/kearifan lokal, para pemangku kepentingan, dan sejenis) -- diharapkan dapat menyusun strategi/sistem penanggulangan bencana sesuai kondisi dan kemampuan otonomnya.

Tentu saja penanggulangan bencana alam bukan hanya urusan pemerintah belaka, partisipasi semua pihak terutama para warga/masyarakat setempat layak terlibat karena ini menyangkut kepentingan dan keselamatan manusia serta lingkungan sekitar. Di sinilah mitigasi bencana yang muaranya menyadarkan para warga/masyarakat tentang bagaimana mereka bersiap dan bersikap menghadapi ancaman marabahaya. 

Dalam perspektif psikologi komunikasi,  persepsi awam terhadap mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami (atau bencana lain seperti: letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kebakaran, yang banyak membawa korban)  sangatlah bervariasi alias tidak sama , semuanya sangatlah personal dan situasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun