Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kecepatan dan Ketepatan Operasional Logistik dalam Darurat Bencana

7 Oktober 2018   13:55 Diperbarui: 7 Oktober 2018   15:03 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warta Kota - Tribunnews.com

Kejadian atau peristiwa bencana alam termasuk gempa bumi berkekuatan skala besar yang seringkali membawa korban manusia, meluluh-lantakkan seluruh benda yang berada di kawasan bencana tentu layak mendapat perhatian bersama.

Dampak fisik sebagai akibat bencana atau gempa skala besar dapat dilihat runtuhnya beberapa bangunan atau gedung fasilitas umum, hancurnya infrastruktur layanan publik, rumah ibadah, hingga permukiman warga menjadi porak-poranda. 

Kondisi darurat disertai panik dan duka disusul pengungsian para korban yang masih hidup menjadikan problem kompleks yang mesti layak dikondisikan seoptimal mungkin.  

Lazim dan pastinya menjadi prosedur universal bilamana penanganan tanggap darurat dimulai dari pertolongan atau penyelamatan korban (merawat korban luka-luka, mengevakuasi yang belum tertolong, memakamkan yang meninggal), kemudian kebutuhan medis sangat mendesak dilakukan. Terkait hal ini tenaga paramedis menjadi prioritas termasuk terpenuhinya pengadaan obat-obatan.

Bersamaan itu perlu langkah bantuan kebutuhan pangan atau fisik atau sarana penunjang lain yang mendesak diperlukan para korban sehingga proses tanggap darurat bisa berlangsung lancar. Sedangkan untuk penanganan korban bencana dalam jangka panjang (rehabilitasi dan rekonstruksi) menyusul dilakukan atas dasar catatan pendataan lapangan.

Di antara langkah-langkah penanganan dalam keadaan darurat ini penting untuk dipahami dengan harapan supaya semuanya berjalan sesuai rencana, tidak tumpang tindih, kerjasama para sukarelawan di lapangan, berlangsung cepat, tepat mencapai sasaran sehingga para korban dapat tertolong sesegera mungkin.

Dari beberapa cermatan langsung maupun membaca dalam setiap penanganan tanggap darurat bencana gempa bumi di beberapa lokasi negeri ini, hampir atau selalu ditemui persoalan yang penulis anggap perlu untuk diungkap sebagai sebuah evaluasi tersendiri.

Dalam kondisi darurat di mana para korban yang masih diliputi rasa panik, ditinggal keluarga yang tewas serta luka-luka, disusul tempat tinggalnya yang berantakan akibat diterjang gempa, suasana mencekam dalam gelap atau aliran listrik dan komunikasi terputus terlebih yang lokasinya di daerah pelosok atau sulit terjangkau tentunya lebih menjadikan prioritas pertolongan.

Untuk pertolongan atau penyelamatan korban (merawat korban luka-luka, mengevakuasi ke titik kumpul aman) dan kesiapan para medis di tenda-tenda darurat untuk menangani pasien, termasuk ketersediaan mobil ambulan sudah menampakkan kesigapan para tim sesuai kemampuanya secara optimal. Ini menunjukkan bahwa pertolongan pertama pada korban bencana benar-benar ditangani oleh mereka yang sudah terlatih, berkeahlian dan proporsional melangsungkan tugasnya.

Namun demikian, yang namanya prosedur penanganan tanggap darutat bukan hanya berhenti di situ, semuanya memerlukan kerja secara terintegrasi. Manakala kondisi darurat pastinya para korban juga perlu mendapatkan suplai berupa makanan sementara (mie instan, roti, susu kaleng, asupan gizi, dll) serta kebutuhan fisik lainnya (selimut, tenda, alas tidur, pakaian, lampu senter serta perlengkapan yang dibutuhkan). Ini seringkali yang disebut bantuan logistik untuk menyukupi kelangsungan hidup para korban.

Masalah logistik ini nampak masih perlu mendapat perhatian bersama. Harus diakui bahwa di sana-sini persoalan tersebut masih menjadikan "PR" bagi kita semua. Tanpa menunjuk daerah lain  di lokasi bencana, berdasar pengalaman nyata Gempa Tektonik Jogja 2006 lalu persoalan logistik masih menyisakan sekilas persoalan.

Persoalan pertama, menyangkut pendistribusian bantuan logistik yang belum/tidak merata, terlambat/tidak menjangkau daerah pelosok yang benar-benar membutuhkan bantuan. Padahal sejak hari kedua dan hari ketiga pasca-gempa, bantuan dari pihak-pihak yang perduli korban, nampak terus mengalir dan berlangsung secara simultan termasuk bantuan pangan dan obat-obatan dari negara asing/sahabat.

Persoalan kedua, berkait prosedur untuk mendapatkan bantuan yang tidak sama. Bantuan logistik darurat yang berasal dari kalangan swasta (LSM) lebih cepat diterima dan dimanfaatkan langsung oleh para korban bencana. Sedangkan bantuan logistik darurat yang diterima melalui jalur birokrasi setempat dan mengharuskan menunjukkan identitas (KTP) banyak yang tak bisa memenuhi mengingat semua dokumen pribadi sudah tertimbun puing-puing rumahnya sehingga tak bisa memeroleh bantuan yang diperlukan untuk menyambung hidup.

Belajar dari kasus nyata tersebut menunjukkan bahwa masalah bantuan logistik di saat-saat daruat bencana tidaklah bisa dianggap remeh, tidak pula hanya dilakukan secara asal-asalan. Tentu saja memperlakukan/memberikan bantuan darurat bagi warga yang sedang susah terdampak bencana mendadak seperti ini memerlukan strategi khusus, membutuhkan langkah yang cepat dan tepat sasaran.

Koordinasi semua pihak yang terlibat dalam tanggap darurat menjadi penting. Tak terkecuali pengelolaan operasional berupa bantuan logistik yang banyak berurusan dengan manusia, lokasi, jenis meterial, transportasi, penyimpanan, pengiriman hingga mencapai titik sasaran/penerima bantuan -  perlu dirancang secara matang, tidak berjalan sendiri-sendiri.

Nah, dalam hal ini penulis bisa berucap salut dan salam bagi semua pihak terutama kita sebagai bangsa yang selalu perduli (ikhlas memberikan bantuan materi/tenaga) akan nasib saudara setanah air yang sedang menderita kesusahan akibat dilanda bencana alam/gempa bumi dahsyat belakangan ini.

Apapun niatan mulia tersebut akan menjadi lebih bermanfaat optimal bilamana  dibarengi penanganan atau pengelolaan tanggap darurat yang sistemik, terorganisir dan terkontrol, sehingga jangan sampai para korban bencana menderita kelaparan yang pada gilirannya dianggap melakukan tindakan "menjarah" karena dengan terpaksa untuk memenuhi kebutuhan mendesak hidupnya yang tidak segera terpenuhi.

Betapa pentingnya pengelolaan logistik dalam tanggap darurat bencana, mengapa?  Supaya para korban bencana dapat sesegera mungkin menerima bantuan pangan maupun barang/kebutuhan mendesak, pada waktu dan kondisi yang cepat dan tepat, jumlah yang proporsional. Itu semua (cepat dan tepat) bisa dilakukan melalui langkah yang terkoordinasi dan strategi pendistribusian logistik menyesuaikan dengan situasi-kondisi di wilayah bencana yang dihadapi.

JM (7-10-2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun