Kesimpulan
Disinformasi politik merupakan tantangan serius terhadap demokrasi dan kepercayaan publik di era digital. Mahasiswa, sebagai generasi yang paling terpapar oleh teknologi informasi dan media sosial, perlu memiliki pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana informasi diproduksi, disebarluaskan, dan dikonsumsi dalam ekosistem digital yang kompleks (Komara & Widjaya, 2024).
Melalui pendekatan Sains Informasi, mahasiswa dapat memahami pentingnya siklus informasi yang sehat, peran algoritma dalam membentuk ruang gema digital, serta urgensi literasi digital untuk menangkal manipulasi konten (Pratama et al., 2022; Al Fatih et al., 2024). Sementara itu, pendekatan Psikologi membantu menjelaskan bagaimana bias kognitif dan emosi memengaruhi proses penerimaan informasi, serta pentingnya membangun resiliensi digital agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi provokatif yang belum terverifikasi (Dahur & Solosumantro, 2024).
Penguatan literasi digital tidak bisa dilakukan secara parsial atau instan. Diperlukan strategi berkelanjutan yang melibatkan pendidikan, kebijakan publik, dan peran aktif komunitas digital (Suhendra & Pratiwi, 2024). Mahasiswa bukan hanya dituntut menjadi konsumen informasi yang cerdas, tetapi juga agen perubahan yang mampu menyaring, mengkritisi, dan menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat bagi masyarakat (Majid, 2020).
Dengan demikian, literasi digital yang diperkuat oleh kesadaran psikologis dan pemahaman sistem informasi dapat menjadi bekal utama dalam membangun masyarakat yang lebih tahan terhadap disinformasi, serta memperkuat kualitas demokrasi di Indonesia secara menyeluruh (Rianissa, 2024).
Â
Â
Daftar Pustaka