Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jejak Subianto dan Sujono

28 Mei 2025   00:08 Diperbarui: 29 Mei 2025   13:58 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hashim Sujono Djojohadikusumo (kiri) saat 'nyekar' di pusara Subianto di TMP Taruna Tangerang, Selasa (27.05.2025) pagi. (Foto: Tira Hadiatmojo)

Pengusaha dan filantropis Hashim Djojohadikusumo Selasa (27.05.2025) pagi itu menyempatkan 'nyekar' kedua pamannya yang gugur tertembak tentara Jepang di Peristiwa Pertempuran Lengkong, Serpong, pada 25 Januari 1946. Pertama-tama di pusara Mayor Daan Mogot, pemimpin para tentara remaja itu di bawah keteduhan jajaran pohon kamboja.

Hashim dan sejumlah kerabat Djojohadikusumo kemudian menabur bunga merah-putih ke makam Sujono, pamannya. Baru kemudian paman satunya lagi Subianto di sisi pusara Sujono, tidak jauh dari gedung tempat 'museum kenangan' tempat sejumlah gambar para pahlawan revolusi lainnya dipampangkan.

"Di Jakarta tidak ada pemakaman seperti ini, campur Kristen dan bukan Kristen. Hanya di sini (Taman Makam Pahlawan Taruna Tangerang). Komandan pasukan ini, Daan Mogot dia orang Minahasa, Kristen, tetapi dihargai. Anak-anak buahnya, termasuk kedua paman kami, paman Presiden Prabowo juga... (mereka Islam), sama-sama dimakamkan di sini," tutur Hashim, saat memberi sambutan sebelum 'nyekar' para pahlawan remaja yang gugur saat masih puncak remaja-remajanya.

Hashim Djojohadikusumo dan kerabat para pahlawan serta pimpinan daerah Tangerang di beranda TMP Taruna Tangerang, Selasa (27.05.2025) sebelum tabur bunga menghormati para pahlawan korban Peristiwa Pertempuran Lengkong 25 Januari 1946. (Foto: Tira Hadiatmojo)
Hashim Djojohadikusumo dan kerabat para pahlawan serta pimpinan daerah Tangerang di beranda TMP Taruna Tangerang, Selasa (27.05.2025) sebelum tabur bunga menghormati para pahlawan korban Peristiwa Pertempuran Lengkong 25 Januari 1946. (Foto: Tira Hadiatmojo)

"Nama paman saya, Raden Mas Subianto, namanya dipakai Prabowo (Presiden RI). Maka namanya pun Prabowo Subianto. Sedangkan paman saya Sujono (baca Suyono), namanya saya pakai. Singkatan S di nama saya, itu Hashim Sujono Djojohadikusumo ..," kata Hashim, yang pagi itu menyempatkan hadir dalam acara ziarah pada makam para pahlawan remaja, yang gugur saat hari-hari awal setelah revolusi kemerdekaan. Padahal, hari itu Hashim harus berangkat ke luar negeri. Prabowo Subianto, Presiden RI, juga tidak sempat hadir karena sedang berada di Kuala Lumpur mengikuti KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN di sana. Biasanya Prabowo selalu hadir apabila digelar upacara peringatan Peristiwa Lengkong di awal tahun.

"Mereka (37 orang, termasuk tiga perwira) usia mereka kalau di masa kini, masih anak-anak Gen-Z," kata Hashim pula. Subianto, ketika gugur terkena peluru tentara Jepang masih berusia 21 tahun. Sedangkan Sujono, anak bungsu Margono Djojohadikusumo (kakek Prabowo dan juga Hashim), masih 16 tahun. 

Waktu itu memang belum ada tentara Republik Indonesia yang 'beneran'. Anak-anak remaja yang dikomandani Daan Mogot ini, mereka adalah satuan pasukan yang "dibentuk sendiri" menjadi taruna militer. Mereka terdiri dari para mahasiswa, pelajar yang mengungsi ke Tangerang, karena Jakarta masih diduduki tentara sekutu dan Inggris. Sementara Jepang di markas mereka di Lengkong, Serpong, sebenarnya sudah bersiap-siap angkat kaki dari Indonesia karena Jepang sudah menyerah sama sekutu, seusai Perang Dunia II.

Di Lengkong (1946) menurut Rosihan Anwar di buku "100 Tahun Margono Djojohadikusumo" (1994) terdapat markas tentara Jepang yang sudah melucuti diri dan menunggu saat diangkut kembali ke Jepang. Rosihan waktu itu adalah wartawan harian Merdeka, yang ikut berada di Tangerang bersama banyak orang lain yang berkumpul di sekitar liang lahat menyaksikan pemakaman kembali para remaja korban tentara Jepang, empat hari setelah Peristiwa Pertempuran di Lengkong.

RM Subianto (kiri, ketika gugur berusia 21 tahun) serta RM Sujono (16) putra-putra Margono Djojohadikusumo yang gugur di Lengkong (1946). Mereka adalah paman-paman dari Presiden Prabowo Subianto. (Sumber: Buku 100 Tahun Margono Djojohadikusumo)
RM Subianto (kiri, ketika gugur berusia 21 tahun) serta RM Sujono (16) putra-putra Margono Djojohadikusumo yang gugur di Lengkong (1946). Mereka adalah paman-paman dari Presiden Prabowo Subianto. (Sumber: Buku 100 Tahun Margono Djojohadikusumo)

Daan Mogot menurut Rosihan di buku tersebut, ia merencanakan meminta senjata dari para tentara Jepang. Tetapi beberapa kali pendekatan Daan Mogot dengan Kapten Abe tidak berhasil. Terdengar kabar pasukan sekutu NICA-Belanda akan memasuki daerah Lengkong untuk merebut gudang senjata Jepang di sana. Bila ini terjadi, posisi Resimen Tangerang akan sulit sekali. Daan Mogot menggunakan muslihat yakni membawa beberapa serdadu India dari tentara Sekutu untuk merundingkan penyerahan senjata Jepang. Mula-mula Jepang percaya dengan pengambilan senjata itu atas perintah tentara Sekutu. Jepang bersedia menyerahkannya secara damai. Tetapi pada saat berunding tiba-tiba di luar terdengar letusan senapan. Perundingan gagal. Tentara Jepang mengamuk. Jepang merampas kembali senjata yang telah diberikan kepada pihak Indonesia. Dan pecahlah pertempuran seru. Daan Mogot gugur. Begitu juga Subianto (21) dan Sujono (16), kedua putra Margono Djojohadikusumo.

Margono pada saat insiden di Lengkong itu terjadi, tengah berada di Yogyakarta dalam proses pendirian bank BNI 46. Saat itu, ibu kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta, karena Jakarta tidak aman dan diduduki tentara Sekutu. Sehingga Margono pun, setelah dikabari melalui hubungan telpon dari Jakarta (belum dimungkinkan ada hubungan langsung telpon pada saat itu, akan tetapi melalui beberapa pihak), ia menuju Jakarta. Dan pada 29 Januari 1946, empat hari setelah peristiwa yang menewaskan kedua anaknya, Margono pun menuju pemakaman di TMP Tangerang.

Margono Djojohadikusumo, adalah ayah dari Sumitro, Sukartini, Miniati, serta dua remaja korban insiden di Lengkong, Subianto dan Sujono. Sumitro anak sulung Margono adalah ayah dari Prabowo dan juga Hashim Djojohadikusumo.

"Peringatan (Peristiwa Lengkong) biasanya diadakan pada 25 Januari. Tetapi tanggal itu pada tahun ini, Presiden Prabowo tengah melaksanakan tugas negara di New Delhi. Saya juga menyertai beliau," kata Hashim Sujono Djojohadikusumo. Seperti juga kali ini, Prabowo pun tengah berada di Negeri Jiran mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN... *

Papan
Papan "Pertempuran Lengkong" yang terpampang di beranda TMP Taruna Tangerang, dengan tulisan perihal peristiwa yang menelan korban 37 jiwa taruna militer termasuk 3 perwira. (Foto: Tira Hadiatmojo)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun