Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

"Logical Fallacy" Jalan Tol

29 September 2018   13:23 Diperbarui: 29 September 2018   13:33 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukti bayar memasuki jalan tol dari Pondok Ranji hari ini (29 Sept 2018)

Keistimewaan yang dimiliki Tutut waktu itu memungkinkannya mendesak perolehan porsi (share) yang lebih besar. Walaupun investasi maupun jumlah kendaraan yang menggunakan pada ruas jalan tol miliknya lebih kecil. 

Begitu dahsyatnya pengaruh kekuasaan Suharto terhadap bisnis yang diinginkan putra-putrinya sehingga pengerjaan konstruksinya pun dikerjakan oleh perusahaan mereka sendiri. Apa yang dibilang Tutut benar adanya. Pengerjaan konstruksi tol itu memang dikerjakan bersama antara Waskita Karya (BUMN) dengan perusahaannya, Yala Perkasa Internasional

+++

KEBIJAKAN jalan tol pertama kali ditetapkan Suharto sebagai upaya menyertakan partisipasi masyarakat untuk mencicil hutang kita kepada Bank Dunia yang mendanai pembangunan Jagorawi. Putusan tersebut dilakukan menjelang penyelesaian konstruksi dan sebelum diioperasikan. Jadi sebetulnya, pembangunan Jagorawi semula adalah untuk menyediakan freeway atau jalan bebas hambatan yang menghubungkan Jakarta dan Ciawi. Sebab level of service kedua jalan arteri yang ada (Raya Bogor via Cibinong dan Raya Parung) sudah demikian buruk. 

Tol kedua yang kita bangun adalah Jembatan Raja Mandala yang menyeberangi Sungai Citarum di Cianjur. 

Saat itu, dalam keterangan yang disampaikan terkait kebijakan tersebut, pemerintah sebetulnya menjanjikan setelah masa tertentu (kalau tak salah 25 tahun), jalan tol yang dikelola Jasa Marga tersebut akan dikembalikan ke Negara. Tentunya ada klausul 'karet' yang memungkinkan perpanjangan hak sesuai dengan kondisi tertentu yang disepakati. Ketetapan itu hanya diberlakukan bagi jembatan tol Raja Mandala yang kemudian hari memang diserahkan kepada Negara dan membebaskan masyarakat menggunakannya tanpa biaya. 

Preseden Jagorawi itulah yang kemudian digunakan untuk membangun tol dalam kota. Lalu jalan-jalan tol yang menyusul kemudian hingga hari ini. Termasuk menyertakan swasta berinvestasi di sana. 

Hal lain, jalan tol yang dibangun kemudian tak ada yang pernah dikembalikan ke Negara untuk menjadi freeway atau highway seperti penjelasan Suharto semula ketika mengalih fungsikan Jagorawi dulu. 

+++

SEJAK saat itu, bisnis jalan tol menjadi rebutan kalangan elit tertentu. Bangun Cipta Sarana, perusahaan milik Siswono Yudo Husodo menguasai ruas Cikampek. Hutomo Mandala Putra (Tommy Suharto) pada ruas Jakarta Merak, dan seterusnya. 

Sebagian yang telah memenangkan konsesi pembangunan dan pengoperasian jalan tol di masa setelahnya, tak kunjung memulai konstruksi karena kendala kemampuan finansial. Pada saat Joko Widodo memasuki Istana Presiden RI 2014, pelaksanaan konstruksi bisnis jalan tol tersebut kemudian diambil alih pemerintah. Tentu berdasarkan kesepakatan tertentu dengan pemilik konsesi semula yang tak kunjung membangunnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun