Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menang Bukan Tujuan, tapi Persatuan

19 September 2018   11:42 Diperbarui: 19 September 2018   12:22 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Majalah Time : President Jokowi, A New Hope

Persoalannya, hingga PERPPU No 2 Tahun 2017 itu terbit, faham Islam yang melenceng dari hakekat sejatinya yang ingin menyebarkan kedamaian dalam kehidupan manusia, terlanjur berkembang luas dan mengakar. Sejumlah ulama yang menyajikan ceramah, sudah terbiasa memanfaatkan kebebasan mimbarnya untuk menebar keyakinan tentang negara Islam dan khilafah.

Hal yang kemudian berkembang menjadi keimanan bagi sebagian masyarakat yang mengikutinya. Maka setiap kebijakan dan upaya yang dilakukan kemudian untuk memberangus mereka, digambarkan, diasosiasikan, dan dinuansakan sebagai perbuatan dosa yang mencederai ajaran yang selama ini mereka yakini, sekaligus akan terancam masuk neraka menurut versinya.

Narasi tentang citra hingga keyakinan inilah yang di-nuansa-kan kepada sosok Joko Widodo yang sejatinya memang pemimpin tertinggi di negeri ini. Mereka terus-menerus didoktrin, dihasut, dan diyakinkan bahwa Presiden kita yang baik itu, sebagai pengkhianat dari cita-citanya menegakkan syariat dan mendirikan negara Islam.

Kenaifan itu pula yang secara terselubung maupun terang-terangan dimanfaatkan oleh 2 kelompok lainnya : para lawan poltik maupun mereka yang tersingkirkan dari "pesta penjarahan" yang dilakukan sebelumnya  

Ketidak-becusan sebagian jajaran pembantu Presiden dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya --- ditingkahi dengan penyebaran issue bahwa Joko Widodo tak sekedar berhutang pada "bangsa kafir", tapi bahkan "menggadaikan"-nya --- dimanfaatkan untuk propaganda bahwa Joko Widodo bukan bagian dari (keimanan) mereka.

Semua itu digunakan untuk menutup-nutupi ke lima sifat luhur yang hingga hari ini, baru sekarang kita temukan poda sosok Presiden maupun Kepala Negara yang pernah terpilih di Indonesia.  

Joko Widodo sangat menyadari "framing" maupun fitnah tersebut. Tapi dia memilih untuk menyempurnakan 2 sifat "surgawi" yang memang dimilikinya: warga negara dengan kesantunan paripurna dan manusia yang penuh kedamaian.

Dia tak berfikir tentang dirinya sendiri. Tapi soal bangsa yang majemuk dan terus-menerus digoncang cobaan ini.

+++

Joko Widodo justru tanpa ragu melakukan langkah-langkah yang kerap diistilahkan banyak pihak sebagai "Catur Jawa".

Alih-alih memusuhi atau menyingkirkan, beliau malah mengundang dan mengajak serta berbagai tokoh yang sebelumnya terang-terangan berseberangan --- bahkan sering mengejek dan menghinanya --- ke dalam lingkar kekuasaan maupun sebagai mitra perjuangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun