Mohon tunggu...
Jihan naila
Jihan naila Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

First Impression Itu Nggak Selalu Bener!

20 Juni 2025   15:26 Diperbarui: 20 Juni 2025   15:39 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak orang yang langsung membentuk kesan tertentu saat pertama kali melihat seseorang. Misalnya, karena ekspresi wajah yang datar atau gaya bicara yang singkat, kita jadi berpikir bahwa orang tersebut sombong atau tidak ramah. Padahal, setelah mengenalnya lebih jauh, bisa jadi orang itu justru menyenangkan dan seru diajak bicara. Nah, hal seperti inilah yang dikenal sebagai jebakan first impression. Dalam psikologi, hal ini disebut persepsi sosial, yaitu bagaimana cara kita menangkap dan menilai orang lain berdasarkan hal-hal yang tampak dari luar. Bisa dari ekspresi wajah, nada bicara, cara berpakaian, bahkan media sosialnya. Faktanya, otak manusia secara alami cenderung mencari cara cepat untuk memproses informasi, terutama saat menghadapi situasi atau orang baru. Mekanisme ini disebut dengan cognitive shortcut atau jalan pintas mental. Karena ingin segera memahami lingkungan sekitar, kita sering kali langsung membuat penilaian dalam hitungan detik, termasuk terhadap seseorang yang baru kita temui. Sayangnya, penilaian cepat seperti ini tidak selalu akurat dan bisamembuat kita salah memahami karakter atau maksud seseorang.

Bias yang sering terjadi ketika seseorang bertemu dengan orang baru adalah halo effect. Bias adalah cara berpikir secara tidak netral, maksudnya seseorang cenderung menilai atau membuat keputusan berdasarkan perasaan, pengalaman, atau asumsi pribadi dan bukan berdasarkan fakta yang sebenarnya. Contoh dari halo effect tersebut: Ketika seseorang terlihat menarik secara fisik, kita sering kali langsung berasumsi bahwa ia juga memiliki sifat-sifat positif lainnya, seperti baik, pintar, dan bisa dipercaya. Padahal, kenyataannya belum tentu demikian. Sebaliknya, jika penampilan seseorang terlihat biasa saja atau sedang tidak maksimal, kita justru cenderung menilai secara negatif. Ini tentu kurang adil, karena seperti yang dikatakan pepatah: jangan menilai buku dari sampulnya.

Bayangkan kita baru saja bergabung dengan sebuah organisasi, lalu bertemu dengan seseorang yang kesannya terlihat jutek sejak awal. Karena merasa sungkan, kita cenderung menjaga jarak dan enggan menyapa. Namun, beberapa minggu kemudian kami kembali bertemu dalam suasana yang lebih santai, mulai mengobrol, dan ternyata orang tersebut justru sangat ramah, lucu, dan menyenangkan untuk diajak bicara. Ternyata, dia hanya tipe yang pendiam kalau belum kenal. Pengalaman seperti ini mungkin pernah kita alami juga, bukan? Bukan hanya dalam lingkungan pertemanan, first impression juga kerap muncul dalam konteks profesional, seperti saat wawancara kerja atau presentasi tugas. Sayangnya, karena banyak orang yang masih cenderung bergantung pada first impression, individu yang sebenarnya kompeten bisa saja tidak dianggap hanya karena penampilannya dinilai kurang meyakinkan. Hal ini bisa menjadi pengingat penting bagi kita untuk tidak terburu-buru menilai orang lain hanya dari apa yang tampak di permukaan.

Lalu, bagaimana solusinya? Meskipun kita tidak dapat sepenuhnya menghindari terbentuknya kesan pertama atau first impression, kita dapat menyadari bahwa persepsi awal tersebut belum tentu akurat. Oleh karena itu, penting untuk memberikan ruang bagi diri sendiri untuk mengenal seseorang lebih dalam sebelum menarik kesimpulan. Mengembangkan kesadaran akan bias pribadi juga merupakan langkah penting agar kita dapat menilai orang lain dengan lebih objektif dan adil. 

Menurut artikel yang dimuat oleh Liputan6.com (2025), kita dapat belajar mengelola kesan pertama yang kita tampilkan. Bukan berarti berpura-pura menjadi orang lain, melainkan berusaha menampilkan versi terbaik dari diri sendiri. Gaya komunikasi yang terbuka, ekspresi wajah yang ramah, serta sikap sopan dapat sangat membantu dalam membentuk kesan positif sejak awal.

Akhirnya, penting untuk kita sadari bahwa setiap individu membawa cerita dan latar belakangnya masing-masing. Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang sedang mereka hadapi, alasan di balik sikap mereka, atau seberapa besar upaya yang mereka lakukan hanya untuk berani tampil di depan orang lain. Oleh karena itu, mari perlahan-lahan belajar untuk tidak terburu-buru dalam menilai seseorang hanya melalui first impression.

Karena sering kali, orang yang pada awalnya terlihat dingin atau tertutup justru menjadi sosok yang paling tulus dan suportif ketika kita sudah mengenalnya lebih dalam. Memberi ruang dan waktu untuk mengenal satu sama lain bukan hanya menciptakan hubungan yang lebih sehat, tapi juga menunjukkan bentuk penghargaan terhadap keberagaman karakter setiap individu.

Penulis: Najiha Nailassalama
Mahasiswa Psikologi Universitas Muria Kudus

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun