Kelurahan Pasar Lama, Banjarmasin Tengah---Pagi itu, asap putih membumbung dari dapur kecil di pinggir jalan. Suara gerisik cetakan besi dan gelembung minyak mendidih menjadi simfoni pagi yang telah beresonansi selama puluhan tahun. Itulah pemandangan biasa di usaha produsen kue cucur, makanan tradisional khas Banjarmasin yang terus bertahan di era digital ini.
Kue cucur bukan sekadar kudapan. Dalam tradisi Banjar, kue berbahan dasar tepung beras dan gula merah Kalimantan ini menyimpan cerita panjang tentang ketahanan budaya lokal. Namun pertanyaannya, bisakah makanan yang begitu tradisional ini terus memberikan nafkah bagi keluarga pengusahanya di tengah hiruk-pikuk modernisasi?
- Usaha Kecil dengan Dampak Besar
Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan pada September 2025, UMKM produsen kue cucur di Pasar Lama menunjukkan karakteristik tipikal usaha mikro berbasis keluarga. Dengan jumlah tenaga kerja berkisar 1-3 orang, usaha ini beroperasi dengan struktur organisasi yang sangat sederhana. Meski demikian, dampak ekonominya cukup signifikan bagi lingkungan sekitar.
"Setiap hari, usaha ini mampu memproduksi puluhan hingga ratusan kue cucur, tergantung permintaan pasar," ujar pemilik usaha saat diwawancara. Produksi disesuaikan dengan ritme pasar---meningkat menjelang hari raya atau acara keluarga masyarakat setempat. Pada masa puncak, usaha ini merekrut tenaga kerja tambahan dari masyarakat sekitar dengan sistem upah harian.
Dinamika ini menciptakan lapangan kerja yang fleksibel namun stabil. Bagi masyarakat Pasar Lama yang mencari penghasilan tambahan, bekerja di usaha cucur bukan hanya soal gaji harian, tetapi juga kesempatan untuk belajar keahlian membuat makanan tradisional.
- Manajemen Tradisional dalam Era Digital
Yang menarik, meski beroperasi di tahun 2025, pengelolaan UMKM kue cucur masih menggunakan metode konvensional. Pencatatan keuangan dilakukan secara manual, tanpa menggunakan software akuntansi modern. Strategi pemasaran mengandalkan pelanggan setia yang telah menjadi langganan bertahun-tahun, serta promosi dari mulut ke mulut.
Namun, tidak sepenuhnya statis. Beberapa pemilik usaha sudah mulai memanfaatkan WhatsApp dan Facebook untuk menerima pesanan. Langkah kecil ini menunjukkan kesadaran bahwa adaptasi teknologi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
"Kami masih menggunakan cetakan tradisional dan kompor berbahan bakar gas atau kayu. Tapi untuk pesan, sekarang banyak yang lewat media sosial," lanjut pemilik usaha.
Inovasi Produk: Sedikit Langkah Maju
Dalam menghadapi persaingan, UMKM kue cucur tidak pasif. Beberapa inovasi telah diterapkan, meski dalam skala terbatas. Variasi rasa seperti cucur pandan, cucur coklat, dan penambahan topping keju atau wijen menjadi cara untuk menarik konsumen baru sambil tetap mempertahankan cita rasa original yang autentik.
Aspek kemasan juga mendapat perhatian. Beberapa pemilik usaha kini menggunakan kemasan plastik yang lebih menarik dan higienis, dilengkapi label dengan informasi produk. Packaging khusus untuk oleh-oleh atau hampers pun mulai dikembangkan, mencoba memasuki segmen pasar yang lebih luas. "Inovasi ini tidak memerlukan investasi besar, tetapi efektif meningkatkan daya tarik produk," kata salah satu pengusaha.
Namun, inovasi yang lebih radikal---seperti penerapan teknologi produksi modern atau ekspansi digital yang masif---masih terhambat oleh keterbatasan modal, pengetahuan teknologi, dan sumber daya manusia.
- Pelestarian Budaya vs. Aspirasi Ekonomi
Yang patut diapresiasi adalah peran UMKM kue cucur dalam melestarikan warisan budaya Banjar. Melalui usaha ini, generasi muda masih mengenal dan mengonsumsi makanan tradisional mereka. Kue cucur bukan hanya tentang bisnis---ia adalah simbol identitas lokal yang memperkuat kebanggaan sebagai masyarakat Banjarmasin.
Selain itu, usaha ini turut menggerakkan ekonomi mikro dengan membeli bahan baku dari petani dan pedagang lokal. Tepung beras, gula merah, dan santan kelapa yang digunakan biasanya bersumber dari produsen lokal, menciptakan efek pengganda (multiplier effect) bagi ekonomi komunitas.
Interaksi antara penjual dan pembeli, khususnya di lokasi usaha, juga memperkuat kohesi sosial masyarakat. Pasar Lama tetap menjadi jantung perdagangan dan interaksi sosial masyarakat Banjarmasin.
- Tantangan dan Harapan ke Depan
Namun, perjalanan UMKM kue cucur tidak selamanya mulus. Persaingan dari produk sejenis, kurangnya akses ke pasar yang lebih luas, dan tantangan adaptasi teknologi digital menjadi hambatan utama. Keterbatasan modal juga membuat sulit untuk melakukan investasi dalam peningkatan kapasitas produksi atau diversifikasi produk.
Penelitian ini menunjukkan bahwa UMKM kue cucur memiliki potensi besar apabila mendapat dukungan yang tepat. Pendampingan dalam digital marketing, akses ke kredit usaha dengan bunga terjangkau, serta pelatihan manajemen modern dapat menjadi katalis pertumbuhan yang signifikan.
"Jika UMKM kuliner tradisional seperti kue cucur dapat memperkuat kehadiran digital mereka, peluang pasar bisa jauh lebih luas. Produk lokal kini sedang tren, terutama di kalangan urban millennials yang mencari autentisitas," tutur seorang pakar ekonomi kreatif.
Kesimpulannya Kue cucur Banjarmasin bukan sekadar makanan. Ia adalah cerminan ketangguhan UMKM Indonesia yang tetap hidup dengan nilai-nilai tradisional sambil berusaha berinovasi. Di Pasar Lama, di balik asap dan gelembung minyak panas, ada cerita tentang keluarga yang memperjuangkan nafkah, melestarikan budaya, dan berkontribusi pada ekonomi lokal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI