Mohon tunggu...
jihan fadhilah
jihan fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Pecinta dunia literasi dan seni, dengan ketertarikan khusus pada isu-isu kesehatan, teknologi digital, dan pengembangan masyarakat. Menari dan membaca buku adalah dua ruang refleksi favorit yang menjadi sumber inspirasi dalam berkarya. Aktif menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan maupun konten edukatif, khususnya yang berkaitan dengan literasi kesehatan dan kesadaran digital. Percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari hal-hal sederhana, termasuk melalui tulisan yang membangun empati dan pengetahuan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Jejak Digital Tak Pernah Hilang: Menjaga Privasi sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan di Era Algoritma

25 Juni 2025   19:05 Diperbarui: 25 Juni 2025   19:05 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

“Di zaman ini, lebih mudah melacak seseorang lewat jejak digitalnya daripada lewat alamat rumahnya.”
– Refleksi Teknologi Abad 21

Kita hidup di dunia yang nyaris tanpa batas. Dalam satu klik, seseorang bisa mengetahui makanan favorit kita, hobi kita, siapa teman-teman kita, bahkan kapan terakhir kali kita begadang. Dunia digital tidak hanya merekam aktivitas kita, tetapi juga perlahan membentuk siapa kita. Semua itu berawal dari satu hal: jejak digital.

Namun, di balik kenyamanan dan konektivitas, tersembunyi ancaman yang tak terlihat. Privasi, yang dulu kita jaga secara naluriah di ruang fisik, kini kian terabaikan di ruang digital. Lebih tragisnya, banyak dari kita tidak sadar bahwa yang sedang dipertaruhkan bukan sekadar “data”, tetapi martabat manusia itu sendiri.

Jejak digital tidak hilang begitu saja. Ia bertahan. Ia diarsipkan. Ia diduplikasi. Apa yang kamu unggah hari ini bisa muncul lima tahun lagi dalam konteks yang sepenuhnya berbeda. Itulah yang membuatnya berbahaya.

Terdapat dua jenis jejak digital:

  • Aktif: kita unggah secara sadar (foto, komentar, unggahan)
  • Pasif: dikumpulkan tanpa sadar (lokasi, kebiasaan browsing, metadata)

Sama seperti cermin, jejak digital merefleksikan siapa kita. Tapi cermin ini tidak netral, ia bisa disalahgunakan, dimanipulasi, bahkan dijual tanpa kita sadari.

Kita hidup dalam kontradiksi. Di satu sisi, kita mendambakan eksistensi: likes, followers, views. Di sisi lain, kita panik ketika tahu data kita dijual ke pihak ketiga. Kita marah ketika foto kita muncul di iklan tanpa izin, padahal kita sendiri yang mengunggahnya ke ruang publik.

Menurut buku Data Pribadi, Hak Warga, dan Negara Hukum (Huda dkk., 2024), data pribadi adalah bagian dari hak asasi manusia yang tak bisa ditawar. Negara hukum wajib hadir untuk melindungi data pribadi sebagai bagian dari perlindungan martabat manusia. Namun, regulasi saja tidak cukup. Kesadaran kritis warga digital adalah benteng pertama dan utama.

Simak video berikut: https://youtu.be/nptuQihaSJo


Dalam video ini dijelaskan secara singkat bagaimana kita bisa melindungi privasi digital dengan langkah-langkah praktis. Cocok untuk mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum yang aktif bermedia sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun