Fenomena "Sound Horeg" istilah yang merujuk pada instalasi sound system bertenaga super besar telah bertransformasi menjadi salah satu pilar hiburan dan ekonomi kreatif di tingkat lokal. Kehadiran Sound Horeg dalam karnaval, festival, atau acara lokal bukan sekadar memeriahkan suasana; ia menjadi motor penggerak ekonomi.
Dari sisi positif, permintaan akan Sound Horeg telah menciptakan lapangan pekerjaan baru yang signifikan. Ini mencakup operator audio profesional, teknisi perakitan dan perawatan speaker, hingga industri transportasi (truk dan pick-up modifikasi) yang mengangkut peralatan, serta UMKM di sekitar lokasi acara. Singkatnya, energi suara yang masif ini telah mengalirkan darah segar ke sektor jasa dan industri kreatif.
Namun, energi yang masif ini membawa konsekuensi fisika yang perlu dikelola. Bagaimana kita bisa memaksimalkan manfaat ekonomi dan euforia suara ini tanpa merusak lingkungan dan kesehatan? Jawabannya terletak pada ilmu Fisika yang mengatur batas-batas aman. Mari kita bahas satu persatu
A. Mengapa Suara Begitu Kuat?
Kekuatan Sound Horeg adalah demonstrasi langsung dari hukum fisika tentang gelombang suara. Suara adalah Gelombang Mekanik Longitudinal yang mentransfer energi. Dua konsep penting menjadi fokus utama dalam konteks ini, yaitu Intensitas Suara (Sumber Kekiatan) dan Taraf Intensitas (Skala Resiko Desibel). Â Intensitas suara (I) adalah daya (P) suara yang dipancarkan per satuan luas (A). Daya akustik yang sangat besar yang dikeluarkan oleh Sound Horeg inilah yang menyebabkan suara dapat didengar jauh. Telinga menggunakan skala logaritmik, yaitu Taraf Intensitas (TI) dalam Desibel (dB), karena sensitif terhadap rentang intensitas yang luas. Telinga menggunakan skala logaritmik, yaitu Taraf Intensitas (TI) dalam Desibel (\text{dB}), karena sensitif terhadap rentang intensitas yang luas. Suara percakapan normal berada di sekitar 60 dB, sedangkan Sound Horeg beroperasi pada tingkat 110 Â hingga 135 dB. Skala logaritmik ini menunjukkan bahwa 135 dB jauh berkali-kali lipat lebih kuat (dalam hal energi) dibandingkan 60 dB.
B. Dampak yang Perlu Dikelola (Pendekatan Fisika)
Paparan suara di atas 120 dB adalah ambang rasa sakit telinga. Energi gelombang pada tingkat 135 \text{ dB} adalah energi yang berlebihan, yang secara mekanis merusak struktur vital di telinga dalam, terutama sel-sel rambut halus di Koklea. Kerusakan ini, disebut Noise-Induced Hearing Loss (NIHL), bersifat permanen. Fenomena Resonansi adalah kunci untuk memahami kerusakan struktural. Getaran frekuensi rendah (bass yang kuat) yang dihasilkan Sound Horeg dapat memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi alami objek di sekitarnya (kaca, genteng, dinding). Saat kondisi ini tercapai, objek akan bergetar dengan amplitudo maksimum, mentransfer energi suara menjadi energi mekanik yang menyebabkan retak atau pecah.
C. Menjaga Keseimbangan Fisika dan Ekonomi
Untuk memastikan Sound Horeg tetap menjadi motor ekonomi dan hiburan yang berkelanjutan, diperlukan manajemen energi yang bertanggung jawab seperti :Â
1. Penggunaan Alat Ukur (TI): Operator harus mengadopsi standar industri dengan menggunakan Sound Level Meter. Taraf Intensitas di luar area acara (khususnya permukiman) harus dijaga di bawah batas regulasi nnasional 70 dB
2. Manajemen Jarak: Terapkan rumus Intensitas untuk menghitung jarak aman. Jarak antara sound system dan permukiman harus dioptimalkan untuk memastikan intensitas suara telah meluruh secara signifikan.
3. Investasi pada Kualitas: Seiring bertambahnya pendapatan dari Sound Horeg, investasi harus diarahkan pada sound system yang memiliki kontrol equalizer (pengaturan frekuensi) yang lebih baik, sehingga dapat memberikan kekuatan audio yang bersih tanpa harus memicu resonansi berbahaya.
Dengan mengedepankan kesadaran fisika, kita dapat menjaga momentum ekonomi kreatif Sound Horeg tanpa membahayakan kesehatan pendengaran dan keamanan lingkungan. Energi harus dikelola, bukan dibiarkan liar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI