Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja sosial

Menulis itu kemerdekaan, menjadi humanis itu keharusan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menumbuhkan Pahlawan-pahlawan Orisinal Masa Kini

10 November 2021   01:00 Diperbarui: 10 November 2021   07:08 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi pahlawan pegang senjata

Mari lihat pelajar-pelajar sekarang. Tidak berlebihan bukan bila penulis bilang kalau mereka adalah anak-anak yang potensial kehilangan identitas kebangsaannya ? Bahkan kekaguman mereka akan tokoh-tokoh pahlawan masa lampau atau tokoh-tokoh Indonesia masa kini sudah tergantikan dengan figur-figur lain dari luar, yang tentu memiliki akar budaya yang berbeda. Contoh ini  menunjukkan anak-anak ibu pertiwi yang sedang hilang identitas dirinya. 

Lalu apa yang bisa kita perbuat sebagai masyarakat Indonesia ? Satu hal yang bisa menjadi salah satu solusi bagi tumbuhnya identitas kebangsaan yang kuat pada anak-anak adalah pendidikan.

2. Pendidikan lokalitas dalam menumbuhkan pahlawan orisinal masa kini

Pahlawan orisinal artinya pahlawan yang berjuang membangun bangsanya sendiri, dengan watak dan kepribadian asli.

Manusia orisinal Indonesia bukan hanya orang yang terlahir secara fisik di Indonesia. Manusia orisinal Indonesia adalah sosok ideal yang harus diperjuangkan dari hari ke hari, sebagai upaya bahu-membahu seluruh masyarakat, bukan hanya penyelenggara negara.

Pendidikan dalam hal ini menurut penulis berperan penting. Terutama dalam upaya penguatan watak asli bangsa berbasiskan budaya lokal.

Sumber : pixabay.com || Ilustrasi anak-anak dengan aktivitas lokalnya
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi anak-anak dengan aktivitas lokalnya

Penulis mengapresiasi rumusan-rumusan pendidikan yang sudah memuat unsur lokalitas Indonesia. Namun hendaknya hal itu tidak cantik diatas kertas saja. Melainkan harus benar-benar diaplikasikan dalam keseharian di sekolah.

Sekolah (tingkat menengah atas) misalnya bisa menerapkan semacam tes tengah semester yang mewajibkan anak-anak untuk meneliti persoalan riil di lingkungan terdekatnya (per-tengah semester). Penelitian ini harus dilakukan secara berkelompok. Kemudian setiap kelompok membuat proposal yang diajukan kepada sekolah/pengampu/guru yang memuat solusi untuk permasalahan sosial tersebut. Tentu solusi tersebut harus memuat kompetensi dasar yang dimiliki oleh anak tersebut. Disinilah letak pendidik sebagai fasilitator dan pendamping.

Ambil contoh siswa SMA IPA menganalisis adanya persoalan didaerahnya berupa rusaknya tanah akibat penggunaan pupuk kimia berlebihan oleh petani. Kemudian kelompok siswa tersebut memiliki solusi untuk mengadakan sosialisasi sekaligus praktek lapangan kepada para petani mengenai pembuatan pupuk organik ramah lingkungan dari bahan sampah makanan di Desa dan Pasar Tradisional terdekat. 

Tentu, pembuatan pupuk organik tersebut juga hasil dari pengetahuan dan pembelajaran siswa SMA IPA tersebut di sekolah. Jadi poinnya, anak-anak tidak hanya belajar untuk ilmu (pengetahuan), tetapi terlebih belajar untuk peduli pada sekitar. Sehingga orientasinya adalah perubahan sosial, bukan semata-mata hanya prestasi akademik.

Bagi siswa SMA IPS misalnya berupaya ikut ambil bagian dalam penyampaian aspirasi penggunaan dana desa atau mungkin menjadi pelopor pemberdayaan warga pengangguran melalui Koperasi Unit Desa. Tentu, unsur-unsur karakter bangsa seperti musyawarah, empati dan gotong-royong akan secara bertahap tumbuh melalui kegiatan pembelajaran riil semacam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun