Mohon tunggu...
Zaki Permana
Zaki Permana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Keputusan Jokowi Lebih Kejam dari Belanda?

14 Juli 2017   15:29 Diperbarui: 14 Juli 2017   15:54 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: capture republika

Sebagai orang awam dalam hukum, lahirnya Perppu Nomor 2 tahun 2017 awalnya buat saya tidak menarik. Karena dari pemberitaan yang muncul dimedia, lebih ditujukan kepada Ormas yang membahayakan dan bertentangan dengan pancasila. Berita-berita yang dimuncul hanya sepotong dan tidak menyampaikan isi Perppu secara keseluruhan, sehingga pengetahuan tentang masyarakat tentang Perppu juga terbatas.

Namun ada artikel yang menarik saya baca, yaitu pendapat dari pakar hukum Yusril Ihza Mahendra. Mantan menteri Hukum dan HAM ini menyebut Perppu ini mengandung potensi bahaya, dan ada ketentuan yang sepanjang sejarah hukum di Indonesia belum ada, termasuk zaman penjajahan Belanda. Baru rezim Jokowi ada peraturan seperti itu.

Ketentuan itu terkait dengan diaturnya sanksi pidana. Sanksi ini dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung, menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Pada zaman Orde Lama, Parpol yang dibubarkan seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal Orde Baru, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila, tidak pernah ada.

Bagi pihak yang dianggap melanggar juga dapat dikenai pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dimuat dalam Pasal 82A ayat 2 dan ayat 3 Perppu Nomor 2/2017.

Hukumannya tidak tanggung-tanggung, paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Dengan jumlah hukuman segitu, sama dengan yang dirasakan rata-rata koruptor di Indonesia.

Dalam bahasa sederhananya jika saya menjadi salah satu Ormas yang dianggap melanggar maka saya juga akan masuk penjara. Jika saja anggota Ormas saya ada 100 maka kami akan masuk penjara semua, bergabung dengan koruptor, pencuri, pembunuh dan lain-lain.

Jika dikaitkan dengan HTI, organisasi yang akan dibubarkan pemerintah. Melihat durasi waktu berdirinya dan kegiatan yang mereka laksanakan termasuk acara Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) 2014 lalu, dimana mereka melakukan di 70 Kota di Indonesia. Saya perkirakan anggota mereka tidak kurang dari 100 ribu orang.

Logika sederhananya satu kota diikuti 1000-2000 peserta, maka dikalikan 70 akan berkisar diangka 100 ribu. Dan jika HTI diangggap melanggar sesuai dengan Perppu, maka anggota mereka sebanyak itu akan masuk penjara?.

Awal tahun 2016 lalu, jumlah tahanan dan narapidana mencapai 188.251 jiwa. Sementara kapasitas lapas yang tersedia di 33 provinsi hanya mampu menampung 119.269 orang. Walhasil, lapas di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas sebanyak 58 persen.

Dengan data tersebut akan memunculkan pertanyaan, kemana akan ditampung narapidana kasus Ormas terlarang?. Apakah harus menambah utang untuk membangun Lapas baru, padahal kita lagi terpuruk karena utang yang semakin meroket.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun